Politik selama ini selalu identik dengan dunia laki-laki, dengan dunia kotor, yang tidak pantas dimasuki oleh perempuan. Politik identik dengan sesuatu yang aneh dari pandangan feminitas karena politik terkait dengan kekuasaan, kewenangan, pengerahan massa dan kompetisi-kompetisi yang tidak melekat dalam diri perempuan yang mengutamakan perdamaian dan harmoni.
Kondisi-kondisi negatif di atas, tidaklah menjadi suatu penilaian pesimis untuk berkiprah dalam dunia politik. Kenyataan membuktikan di mana pun seorang warga negara baik laki-laki dan perempuan yang tidak mau berpolitik secara sadar atau tidak sadar menyerahkan nasibnya kepada orang lain. Karena mereka yang aktif dalam politiklah yang nantinya akan membuat keputusan dan mengatur kehidupan dari warga negara yang tidak mau berpolitik secara detail. Padahal keputusan-keputusan yang menyangkut harkat hidup orang banyak termasuk permasalahan-permasalahan perempuan dilakukan dalam lembaga eksekutif dan legislatif yang karier tersebut diraih melalui proses-proses politik.
Baru saja kita melewati pemilihan umum (Pemilu) 2019, yang tahapannya telah dimulai sejak Agustus 2017, dan kini telah melewati tahapan akhir, yaitu penghitungan suara. Dalam hal ini, perempuan memiliki peran penting dalam mewujudkan kehidupan politik yang mencerminkan kesetaraan dan keadilan gender.
Di tahun politik saat ini, banyak politisi perempuan bergelut dalam dunia politik praktis hingga maju menjadi calon anggota dewan perwakilan rakyat (DPR) baik pada tingkat daerah, provinsi, dan pusat. Setiap partai politik (Parpol) memperjuangkan aspirasinya dengan sebagian mewakilkan pada perempuan yang punya hak berpolitik.
Tak lepas dari persoalan hak asasi perempuan, juga konstitusi sebagai sumber hukum tertinggi yang ada di dalam bangunan struktur kehidupan berbangsa dan bernegara memberi sebuah peluang, tantangan, dan harapan bagi perempuan, yang punya kapasitas untuk membangun bangsa dan mengabdi pada masyarakat. Meski peranan perempuan dalam politik kerap menimbulkan polemik dan menjadi trending topic. Namun, sebaliknya perempuan tidak hanya dipandang dari aspek politik, melainkan bagaimana dia sebagai pelaksana demokrasi mampu menjalankan roda-roda kekuasaan semakin maju. Bahkan, kiprah perempuan dalam politik banyak yang menduduki kursi jabatan di kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Dengan adanya pemenuhan kuota 30% keterwakilan perempuan di dalam partai politik dan lembaga legislatif membuat Laki-laki dan perempuan adalah setara. Setara baik sebagai subjek maupun objek, setara untuk sama-sama dipertimbangkan kebutuhan spesifiknya, juga setara untuk masuk dan terlibat dalam proses, merasakan hasil output dan outcomes, maupun menerima distribusi resources. Laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki potensi untuk berkontribusi dalam pembangunan seperti pengambilan keputusan politik, pengentasan kemiskinan dan ketenagakerjaan. Kekuatan kaum perempuan merupakan salah satu kekuatan sosial. Kaum perempuan menjalankan politiknya dalam keseharian. Inilah yang membuat politik perempuan agak berbeda dengan politik kaum pria. Politik kaum pria mengutamakan uang dan kekuasaan, sedangkan politik kaum perempuan adalah politik yang sederhana dan terjadi setiap hari. Politik perempuan dalam kehidupan sehari–hari memikirkan “akan makan apa keluarga hari ini?” Apakah esok hari harga beras akan naik lagi? Bagaimana dengan biaya sekolah anak-anak? Bagaimana jika suatu saat suami saya menikah kembali?
Ribuan pertanyaan inilah yang selalu dipikirkan kaum perempuan setiap hari. Pertanyaan-pertanyaan yang sering tidak terpikirkan oleh kaum pria. Pertanyaan-pertanyaan itulah yang kemudian menjadi agenda para politisi perempuan. Inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa kaum perempuan perlu dan harus berperan aktif di dalam politik dan perlu adanya keterwakilan perempuan di dalam sebuah lembaga negara yang berwenang untuk mengeluarkan kebijakan secara memadai.
Menyadari kondisi tersebut, maka politik adalah sesuatu yang harus diperjuangkan dan direbut untuk mengubah pola dan proses pengambilan keputusan yang tidak berpihak pada kepentingan perempuan. Lalu muncullah strategi affirmative action, yang menganjurkan partai politik memenuhi keterwakilan kaum perempuan minimal 30% di dalam kepengurusan partai politik maupun keterwakilan di lembaga legislatif. Perempuan penting ikut dalam aktivitas politik, jika tidak, artinya perempuan sepenuhnya menyerahkan kebijakan pengambilan keputusan kepada laki-laki yang tidak berperspektif terhadap kepentingan perempuan, maka dikhawatirkan perjuangan perempuan untuk mencapai keadilan dan kesetaraan tidak dapat tercapai, inilah yang harus diperjuangkan oleh pihak perempuan.
Keterlibatan perempuan dipastikan memiliki andil besar dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Seperti mengatasi masalah ketimpangan gender dalam keanggotaan dan kepengurusan partai politik di dalamnya. Kedua, mendorong partai politik membuka ruang yang lebih besar bagi perempuan dalam proses nominasi sebagai pimpinan partai politik maupun pengisian jabatan public legislative dan eksekutif. Ketiga, mengubah agenda kebijakan dan prioritas isu ke arah kepentingan sosial kemasyarakatan, salah satunya kepentingan menyeratakan gender dalam setiap kebijakan pemerintah dan yang pastinya memperluas dukungan politik dari perempuan kepada partai.
Perempuan pada hakikatnya merupakan seseorang yang mahir untuk berkiprah dalam urusan rumah tangga, tapi kini profesi tersebut seakan terlupakan eksistensi mereka dalam berperan di level negara. Keterlibatan perempuan dalam urusan politik pada masa kini sangat berbeda dengan kondisi perempuan di masa lalu. Partisipasi perempuan di bidang politik pada masa reformasi kini mengalami perluasan peran menjadi anggota parlemen. Partisipasi perempuan dalam pemilu legislatif menunjukkan adanya kemajuan bagi proses demokrasi yang berbudaya partisipatoris dan tentu saja hal ini membuat kaum perempuan lebih kaya akan pemenuhan haknya.
Keterwakilan perempuan menjadi wakil rakyat adalah sebuah ikhtiar untuk memperjuangkan kepentingan kaum perempuan dalam arena legislasi. Dengan kedudukan mereka di parlemen diharapkan kepentingan para kaum hawa dapat terwakili. Akan tetapi, partisipasi kaum wanita yang terlibat di parlemen tidak sebatas pemenuhan kuota belaka dan harus memiliki kualitas yang menunjukkan kemampuan dirinya sebagai penyalur aspirasi rakyat. Kaum perempuan juga harus mempersiapkan diri dengan terus-menerus meningkatkan kualitas individu dalam ilmu pengetahuan, kemampuan berorganisasi dan memimpin, sehingga memberi keyakinan kepada orang banyak bahwa yang bersangkutan memiliki kapasitas, dan kapabilitas untuk menjadi pemimpin. Dengan melihat perjuangan kaum perempuan di bidang politik patut kita hargai dan hormati selama itu berada pada batas yang wajar dan tidak menyalahi aturan agama dan norma sosial.
Caleg PKB Dapil 6 Jakarta Timur,
Kirab Pemuda Indonesia, Purna Paskibraka Indonesia, Duta Anti Narkoba.
Menyukai ini:
Suka Memuat...