Diakui atau tidak, ustadz Abdul Shomad dalam beberapa bulan terakhir telah berhasil mencuri perhatian banyak orang baik yang pro maupun kontra dengan pemikiran-pemikiran serta sepak terjangnya di pentas dakwah Islam selama ini. Ini menurut saya sangat baik sekali sebagai bahan wacana diskusi moderatisme Islam vs radikalisme Islam. Berbeda jauh jika kita membandingkannya dengan ustadz kacangan seperti Dus Nur yang terakhir terkuak kasus pornonya di medsos dengan TKW Indonesia di Hongkong, dan yang tidak pernah menyuguhkan pemikiran apa-apa selain ungkapan-ungkapan jorok dan vulgarnya di setiap ceramah-ceramahnya yang sangat tidak berbobot sama sekali.
Suatu hal yang teramat saya sayangkan adalah reaksi berlebihan baik dari yang kontra maupun yang pro dengan Ustadz Abdul Shomad. Yang pro terhadap Ustadz Abdul Shomad terkesan tidak pernah mau diberi penjelasan soal apa yang salah dari Ustadz Abdul Shomad hingga mereka tetap tak beranjak dari kesalahannya, sedangkan yang kontra terhadap Ustadz Abdul Shomad terkesan terlalu berlebihan dalam “menghabisi” karakter Sang Ustadz. Ini sangat tidak bagus, tidak mendidik, tidak sehat untuk konteks perang pemikiran. Karena bagaimanapun pemikiran Ustadz Abdul Shomad itu cerminan pemikiran dari sekian banyak ustadz konservatif radikalis yang ada tidak hanya di negeri ini, melainkan juga di dunia luar. Sekali kita tidak elegan mengkritisi pemikiran Ustadz Abdul Shomad, maka akan semakin banyak terjadi radikalisme Islam dari para pengikut pemikirannya yang anti pati terhadap kita.
Maka menurut saya sebaiknya kita lebih fokus untuk mengkritisi pemikiran orang-orang seperti Ustadz Abdul Shomad dengan lebih mengedepankan ilmu dan etika, jangan terlalu banyak mengumbar emosi. Celaan-celaan terhadap kedaan fisiknya haruslah dijauhi, karena jika itu yang kita lakukan maka apa bedanya kita dengan Ustadz Abdul Shomad yang menghina fisik seorang artis perempuan yang melepas jilbabnya? Seperti yang pernah saya tulis beberapa minggu yang lalu, sebenarnya masih ada banyak hal dari pemikiran dan sepak terjang beliau yang dapat kita kritisi, dan itu menurut saya sudah lebih dari cukup untuk bahan menghabisi pemikiran radikalisme Islam di negeri ini.
Selain keterlibatannya Ustadz Abdul Shomad dalam kepengurusan HTI yang sudah pernah saya terangkan panjang lebar di tulisan saya terdahulu, dalam telaah saya Ustadz Abdul Shomad ini telah keliru dalam memilih corak pemikiran Islam. Ia lebih memilih radikalisme daripada moderatisme beragama, karena itu beliau lebih sering mengedapankan pemikiran-pemikiran Islam yang keras daripada yang moderat. Lebih sering memprovokasi umat daripada mendamaikan umat. Lebih sering mendengungkan ayat-ayat perang daripada ayat-ayat bernuansa perdamaian. Lebih sering menghadirkan Allah Yang Maha Melaknat daripada Allah Yang Maha Pengampun. Olehnya Islam dalam pemikiran Ustadz Abdul Shomad lebih nampak bagai sosok yang angker, mengerikan daripada Islam yang damai, tenang dan meneduhkan.
Al Qur’an yang menjadi Kitab Suci pegangan kaum muslimin itu bertebaran ayat-ayat yang tidak hanya dapat membuat orang tiba-tiba mengucurkan air mata dan kemudian menginspirasi para penghayatnya untuk gigih berbuat kebaikan bagi umat manusia dimanapun yang ia temui, namun Al Qur’an di dalamnya juga bertebaran ayat-ayat yang membuat orang tiba-tiba penuh semangat untuk mengumandangkan perang. Semua ayat-ayat itu diturunkan sesuai dengan konteksnya, sesuai dengan asbabun nuzul atau sebab musababnya, karena itu bagi yang tidak menempatkan dengan benar ayat-ayat Al Qur’an sesuai dengan konteksnya, maka yang terjadi adalah keguncangan karena kesalah fahaman.
Ustadz Abdul Shomad bagi saya itu terlalu muda untuk bisa menjadi mubaligh yang arif dan bijaksana. Jam terbang pengembaraan batin dan pemikirannya masih terlalu singkat. Perdebatannya di ruang-ruang keilmuan masih seumur jagung, meskipun beliau alumnus Universitas di Mesir dan Maroko. Dan karena dominasi darah mudanya itu, serta sebab pengembaraan batin dan pemikirannya yang terlalu singkat itu beliau cepat “panasan”, dan mudah tersulut oleh keadaan yang menyudutkannya. Haqul yakin (jika Allah memberinya usia yang panjang) saya menduga di usianya yang akan beranjak makin dewasa, akan semakin dewasa atau matang pula pemikirannya. Di saat seperti itu akan kita lihat Ustadz Abdul Shomad yang arif dan bijaksana, hingga beliau dapat menjadi yang sebenar-benarnya ulama atau cendekiawan muslim yang sejati.
Semoga peristiwa ” pencekalan” ceramah Islam Ustadz Abdul Shomad di Hongkong beberapa hari yang lalu, serta reaksi kurang menyenangkan Masyarakat Bali atas kedatangannya di Bali beberapa minggu yang lalu dapat menjadi pelajaran berharga bagi Ustadz Abdul Shomad untuk memperbaiki materi ceramahnya dengan yang lebih elok dan dapat diterimah oleh berbagai kalangan. Bukankah Islam itu Rahmatan Lil Alamin, ya Ustadz? Akhirul kalam, mari bersama kita sama-sama berbenah diri. Salam takzim.
*Penulis Adalah Advokat dan penulis.
Profesi: Advokat KAI (Kongres Advokat Indonesia). dan Penulis, Serta Pemerhati Politik
Menyukai ini:
Suka Memuat...