Kebangkitan politik pasca post trust menjadi perbincangan yang membakitkan naruri kehidupan bagi setiap ormas dan setiap oknom, dari kalangan intelektual, hingga ke kalanagan cendikiawan, hingga saat ini menjadi gemelut bangsa Indonesia, pasca mendekati pilpres 2019.
Perbincangan tentang politik identitas yang kerap sekali dibicarakan oleh setiap kalangan masyarakat, penafsiran mulai menjadi –jadi dikalangan pro dan kontra, disetiap capres dan cawapres, hingga terciptanya polling suara sementara yang sering di olok olok oleh banyak candikiawan atau kaum intelektual.
Twiter dan ILC, sebagai penyuara bangsa menjadi komunikasi paling akurat di setiap pesta demokrasi pada saat ini, rasa penasaran terus menjadi gemelut publik, siapa pasangan yang akan menjadi pemenang pada pesta kali ini, pasangan joko widodo Ma’ruf amin atau prabowo subiato dan sandiaga uno, Kontruksi social dan media menjadi sebuah asumsi yang paling relevan pada era post trust atau lebih dikenal dengan era kebenaran, determinisme politik manjadi Parameter yang sangat akurat, politik oposisi terus menerus menghantui setiap calon capres dan cawapres.
Legenda tentang politik identitas, mulai menimbulkan perpecahan dalam setiap kalangan, oleh karena itu oposisi timbul dengan sifat yang paradoks, dari setiap kalangan pro dan kontra sebab itu politik identitas menjadi problem yang harus di selesaikan terlebih dahulu, agar tidak menciptakan sebuah kegagalan berpikir yang ingin membela bangsa ini.
Dalam era kebenaran saat ini kita harus menjaga sikap karena dalam era pasca kebenaran ini setiap tindakan salah ataupun bener tetap dianggap kebenaran yang relevan bagi setiap masyarakat awam, kerena itu politik identitas menjadi sebuah polemic di Rana masyarakat awam, oleh sebab itu komunikasi sosial yang di dapat dari media maupun dari rana realitas menjadi sebuah promlem yang harus di selesaikan sebelum menjelang timbulnya ketidak rukunan bangsa ini.
Sekarang ini kita bisa lihat di era pos modern atau lebih di kenal dengan era post trust, menjadi sebuah polemik politik dalam pesta demokrasi yang akan di selenggarakan pada tahun 2019 nantinya, kerap kali kita lihat perbincangan dan huru hara identitas agama yang terus menurus menjadi membicarakan yang tak ada usainya. tentang mayoritas dan minoritas, kaum kaum pendukung, hingga kini Indonesia di sibukkan dengan polemik sensitifitas antar parpol pendukung dan partai oposisi.
di era post trust, demokrasi memiliki sebuah kebabasan berpendapat di ruang public, sebab demokrasi dijadikan sebuah aspirasi masyarakat, pasca menjelang pertarungan politik saat ini, oleh karena itu politik domestik menjadi kendala yang tak bisa di bendung lagi oleh bangsa ini, sebab kontestasi dalam setiap oknom menjadi sebuah persaingan politik untuk kepentingan parpol yang tak henti henti mengejar kekuasaan yang massif, dan pencitran untuk sebuah jalan menuju kenangan parpol tersebut.
bagaimana tidak setiap penguasah mempuyai system pasar tersendiri untuk kepentingan politik elektoralnya, dan juga memiliki ketetapan untuk berargumentasi walaupun masih banyak permasalahan yang tidak bisa terselesaikan, aku tidak habis fikir kebebasan demokrasi macam apa itu, yang hingga kini menjadi permasalahan yang sangat rumit, akan tetapi permasalahan seperti itu dijadikan sebuah patokan kebenaran yang sangat releven, tampa melihat permasalahan rakyat yang hingga kini menjadi sebuah problem yang tak bisa di selesaikan oleh kalangan penguasah, permasalahan publik seperti itukah yang terus menerus menjadi sebuah promlem di era post trust.
era post trust yang menjadi momok yang menakutkan yang bentar lagi akan merasuk pada bangsa ini, sebab kebenaran akan tercipta dengan ego dan rasa ingin menguasai orang lain, Keberagaman tidak dijadikan sebussah patokan untuk menselaraskan bangsa ini, akan tetapi bangsa ini lambat laun telah terkikis oleh zaman kebenaran itu , bangsa yang progresif yang di cita citakan oleh pejuang telah sirna di telan oleh modernitas yang telah ada, Kita harus kembali ke masyarakat yang aktif berjuang untuk kemajuan nusantara telah sirna termakan zaman dan peradaban yang menentu.
Dalam penghadapi era kebenaran itu kita harus membagun masyarakat tentang kesejajaran, keberagaman bangsa, sebab dengan adanya kesejajaran maka bangsa ini akan memiliki sebuah rasa Indonesia yang beranekaragam, berbeda beda tapi tetap satu yaitu NKRI, bangsa yang beradab dan bersama sama membagun rasa untuk kemajuan Negara pancasila ini, para tokoh bangsa ini mengatakan bahwa keberhasilan tercipta kerena rasa kebersaman yang tidak dimiliki oleh bangsa manapun, membagun kesejatraan rakyat, dan juga rasa keberagaman yang tak dimiliki oleh bangsa manapun siapa kita yaitu nusantara yang berkilauan pulau dan adat istiadatnya, maka janganlah rusak masalah keragaman ini dengan pro dan kontra politik identitas bangsa ini, yang menghancurkan cita cita bangsa dengan membenarkan diri sendiri dan menyalahkan setiap pihak, dalam era post truts semua menjadi benar asalkan tidak dibenar benarkan.
Tulisan ini Tanggungjawab Penulis, bukan Redaksi SerikatNews
PERTARUNGAN sengit di Kabupaten Probolinggo menjelang pemilihan bupati menandai intensitas persaingan di arena politik. Calon-calon baru seperti Gus Haris, pengasuh
DEBAT keempat Pemilihan Presiden 2024, Minggu (21/1/2024) malam, tidak terlihat seperti debat kenegaraan. Debat kemarin terlihat jadi ambyar dan kurang