Politik itu bukan hanya ilmu dan seni untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun non konstitusional. Politik juga bukan hanya ilmu untuk mengatur negara dengan menggunakan kekuasaan, serta bagaimana kekuasaan itu dijalankan, atau jika menggunakan teori klasik Aristoteles, bahwa politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. Tetapi bagi saya politik dalam maknanya yang praktis, juga merupakan kontestansi dari berbagai macam orang (politisi) yang berlomba-lomba untuk meraih atau merebut kekuasaan itu sendiri, dengan cara apa semua usaha ke arah itu dilakukan, dan bagaimana setelah kekuasaan itu didapatkan mereka kemudian jalankan, pertahankan atau hentikan.
Jika seseorang meraih kekuasaan melalui cara-cara yang diatur dalam konstitusi atau perundang-undangan, maka apa yang dilakukannya itu dinamakan konstitusional, namun jika kekuasaan diraih dengan cara-cara yang melanggar dari konstitusi atau peraturan perundang-undangan, maka apa yang dilakukannya adalah inkonstitusional. Untuk soal ini saya pikir kita semua sepakat bukan? Karenanya untuk hal ini tidak ada masalah yang harus kita bahas.
Baca Juga: Sang Mujahid Bernama Joko Widodo
Menjadi hal yang bermasalah manakala kita dituntut untuk netral dalam berpolitik, atau dengan bahasa lain bersikap proporsional dalam berpolitik, apa ini bisa dibenarkan? Eiiits….nanti dulu. Hukum mengajarkan pada kita, bahwa warga negara harus taat pada hukum, dan hukum tertinggi dari suatu negara namanya konstitusi, dan konstitusi mewajibkan pada warga bangsa untuk patuh pada pemerintah yang sah. Kalau sudah begini masihkah kita harus berdebat untuk soal netralitas kita pada pemerintah dan oposisinya?.
Dalam konteks negara yang menganut sistem demokrasi, kritik pada pemerintah dimanapun diperbolehkan, karena kritik (konstruktif) berfungsi untuk menjadi pengingat atau pengawas pemerintah. Kritik yang formil dilakukan melalui wadah atau lembaga-lembaga resmi pemerintah seperti Legislatif, dan kritik yang non formil juga bisa dilakukan melalui gerakan ekstra parlemen seperti demo mahasiswa, ormas atau pernyataan petisi para tokoh masyarakat dlsb. Ini juga sah dalam pandangan hukum, politik atau demokrasi.
Baca Juga:Â Kepada Ustadz Bachtiar Natsir yang Terhormat
Yang menjadi masalah adalah ketika kelompok-kelompok pengkritik tsb. melaksanakannya dengan tidak mau mengikuti aturan dan cenderung memaksakan kehendaknya, juga apabila kritik tersebut tidak disertai data atau fakta hingga menjurus pada fitnah. Kritik juga diperbolehkan manakala tidak dimaksudkan untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah, karena jika itu yang dilakukan, maka hukum memberinya nama makar yang para pelakunya bisa dipidana penjara.
Indonesia adalah negara yang sedang berusaha bergerak maju dengan cara memerangi kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangannya, yang dalam agenda pemerintahan Jokowi kesemuanya itu disederhanakannya dengan melakukan Revolusi Mental, karena ketiga hal di ataslah yang mengakibatkan rusaknya mentalitas warga negara.
Pada situasi dan kondisi yang demikian, politik partisipatoris sangatlah dibutuhkan, karena tanpa partisipasi dari rakyat amanah pemerintahan sangat sulit direalisasikan. Bahkan biarpun beribu-ribu undang-undang diciptakan, jika rakyat terbelah antara yang pro dan kontra pemerintah, maka usaha pembangunan apapun akan menjadi sia-sia.
Olehnya menjadi sebuah keniscayaan, bahwa mendukung Pemerintahan Jokowi yang sah adalah cara terbaik untuk memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Netralitas atau dengan bahasa lainnya bersikap proporsional pada politik dalam artiannya yang praktis adalah kesia-siaan. Jadi pastikanlah keberpihakan kalian pada Pemerintahan Jokowi, dan jikapun ada hal yang perlu diperbaiki, sampaikanlah melalui mekanisme demokrasi yang dijamin oleh konstitusi. Kedepan masih ada PEMILU bukan? Silahkan memilih dan menentukan pilihannya sendiri.
Profesi: Advokat KAI (Kongres Advokat Indonesia). dan Penulis, Serta Pemerhati Politik
Menyukai ini:
Suka Memuat...