PANDEMI Covid-19 berdampak signifikan terhadap berbagai sektor kehidupan, salah satunya di sektor pangan. Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) mengingatkan bahwa Covid-19 telah melumpuhkan sektor-sektor ekonomi yang dapat memicu krisis pangan karena terkendalanya suplai dan produksi.
Diterapkannya social distancing dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) juga berimplikasi pada sektor pertanian. Pembatasan interaksi sosial termasuk pembatasan transportasi sangat mempengaruhi ketersediaan pangan di pasar. Selain itu dengan banyaknya masyrakat yang kehilangan pekerjaan karena terkena PHK, juga menyebabkan daya beli masyarakat menurun. Namun problem utamanya ialah dampak ekonomi akibat Covid-19 telah memberi efek simultan terhadap berbagai sektor, salah satunya pertanian.
Terkait dengan ketahanan pangan, Indonesia mempunyai problem tersendiri yang salah satunya adalah menurunnya produksi beras dari tahun ke tahun. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produksi beras Indnesia mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2018 prouksi beras Indonesia mencapai 33,94 juta ton dan pada 2019 menurun hingga 7,75% menjadi 31,31 ton. Penurunan ini menghawatirkan karena dapat mengancam ketahanan pangan nasional.
Berdasarkan data The Economist Intelligence, ketahanan pangan Indonesia sebesar 62,6 poin, di bawah Singapura 87,4 poin, Malaysia 73, 8 poin, Thailand 65,1 poin dan Vietnam 62,6 poin. Kendati demikian, berdasarkan indeks ketahanan pangan global atau Global Food Security Index (GFSI), indeks ketahanan pangan Indonesia terus mengalami perbaikan pada 2015-2019. Pada 2015, indeks ketahanan pangan Indonesia sebesar 46,7, kemudian meningkat menjadi 50,6 pada 2016 dan 51,3 pada 2017. Lalu, meningkat menjadi 54,8 pada 2018 dan 62,6 pada 2019.
Tingginya indeks ketahanan pangan Indonesia berdasarkan data GFSI karena didukung oleh volume impor bahan pangan yang terus meningkat. Dalam situasi pandemi global saat ini, sejumlah negara pengekspor bahan pangan telah menghentikan kegiatan ekspornya karena kebutuhan di dalam negerinya. Hal ini secara tidak langsung akan mempengaruhi ketahanan pangan Indonesia yang selama ini masih didukung oleh kegiatan impor bahan pangan. Sehingga meski data GFSI menunjukkan trend naik, namun di masa pandemi Covid-19 ini krisis pangan bagi Indonesia masih menjadi ancaman nyata.
Kampung Tangguh Nusantara
Salah satu problem krusial di tengah pandemi Covid-19 ialah ketahanan pangan. Oleh sebab itu, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menginstruksikan kepada pimpinan Polri dan TNI untuk bersinergi membantu ekonomi masyarakat di masa pandemi Covid-19, terutama di sektor ketahanan pangan. Menyikapi instruksi presiden tersebut, Polri mengambil peran dalam Program Kampung Tangguh Nusantara (KTN) untuk mendukung ketahanan pangan. KTN adalah program kolaboratif antara Polri dengan stakeholder untuk melakukan tindakan nyata di desa atau kelurahan dalam mencegah penyebaran dan mengantisipasi dampak pandemi Covid-19, salah satunya untuk mendukung ketahanan pangan. Masyarakat di dalam KTN diberdayakan untuk melakukan kegiatan pertanian dalam rangka memenuhi kebutuhan pangannya di tengah kesulitan akibat wabah pandemi Covid-19.
Program KTN ini diresmikan pertama kali oleh pimpinan Polri pada 9 Juli 2020. Saat ini ada 11.643 KTN di 34 provinsi di Indonesia. Secara implementatif, pemberdayaan masyarakat di sektor pertanian dalam program KTN dilaksanakan langsung oleh Bhabinkamtibmas sebagai Binmas Pioner. Sementara itu, secara berjenjang dikoordinir oleh fungsi Binmas mulai dari Unit Binmas di Polsek, Sat Binmas Polres, Dit Binmas di Polda hingga Kor Binmas di Mabes Polri.
Pengorganisasian tersebut mengindikasikan keseriusan Polri dalam membantu masyarakat mengatasi salah satu persoalan krusial di tengah pandemi Covid-19, yakni ketahanan pangan. Beberapa langkah strategis perlu dilakukan dalam mengimplementasikan program KTN mendukung ketahanan pangan agar berjalan optimal.
Pertama, manajemen program. Manajemen program sangat penting agar pelaksanaan program dapat lebih sistematis. Hal ini perlu dilakukan agar upaya Polri mendukung ketahanan pangan mempunyai formulasi ideal yang dapat ditransformasikan secara aplikatif di tengah masyarakat. Sehingga ketahanan pangan tidak sekadar menjadi mimpi utopis, melainkan dapat terealisasikan dan membantu masyarakat di tengah kelesuan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Kedua, implementasi. Dalam mengimplementasikan program KTN, Bhabinkamtibmas selaku Binmas Pioner melakukan pemberdayaan bagi masyarakat di sektor pertanian, yaitu dimulai dengan sosialisasi, pemetaan lahan dan jenis produk pertanian yang bisa dikembangkan, serta melakukan pendampingan bagi masyarakat di sektor pertanian.
Pemetaan lahan dimaksudkan untuk dapat menentukan teknis pertanian apa yang dapat dikembangkan, antara lain intensifikasi pertanian, diversifikasi, ekstensifikasi dan rehabilitasi pertanian. Dari sinilah inovasi-inovasi pertanian akan diaplikasikan sesuai dengan jenis lahan pertanian yang ada. Tujuannya untuk memacu produktifitas hasil pertanian, baik dari ragam, kualitas dan kuantitasnya. Salah satu contohnya ialah lahan perkotaan yang sangat terbatas. Agar tetap produktif maka secara teknis diterapkan urban farming dan rekayasa pertanian, seperti hidroponik, penanaman dalam pot dan polybag serta pembuatan bioflok untuk perikanan. Dengan cara seperti ini, lingkungan perkotaan yang tidak memiliki lahan pertanian dapat memproduksi berbagai jenis produk pertanian.
Ketiga, kompetensi Binmas Pioner. Dalam pelaksanaan program KTN mendukung ketahanan pangan, peran Binmas Pioner sangat urgen. Bahkan mereka menjadi penentu berhasil tidaknya program KTN. Dengan demikian, mereka harus memiliki kompetensi dalam memberdayakan masyarakat sehingga bisa menyelesaikan berbagai problem sosio-agrikultural. Namun yang tidak kalah penting adalah kemampuan mereka dalam melakukaan koordinasi dengan stakeholder, agar program KTN mendapat support dari berbagai pihak sehingga bisa mencapai tujuan yang diinginkan yakni mendukung ketahanan pangan.
Keempat, pelaporan. Dalam konteks ini, pelaporan dilakukan secara berkala yang dilaksanakan berjenjang mulai dari Polsek, Polres, Polda hingga tingkat pusat. Tujuan pelaporan ini adalah untuk mengetahui sejauh mana implementasi kegiatan dan keberhasilan program KTN dalam mendukung ketahanan pangan secara periodik. Dengan melakukan pelaporan, produksi pertanian yang dihasilkan dapat diukur dan problem yang menghambat implementasi program KTN akan mudah dideteksi dan dapat dicarikan langkah-langkah solutifnya.
Kelima, pelatihan Binmas Pioner. Program KTN akan berjalan optimal jika kompetensi yang dimiliki Bhabinkamtibmas selaku Binmas Pioner mumpuni. Untuk meningkatkan kompetensi mereka, perlu dilakukan berbagai pelatihan antara lain agar memiliki kemampuan berkomunikasi, kemampuan menjalin kerjasama dengan stakeholder, memiliki pengetahuan dan teknis pertanian, serta dapat memberikan konsultasi bagi masyarakat mengenai persoalan pertanian.
Kelima langkah di atas merupakan penentu agar program Kampung Tangguh Nusantara (KTN) berjalan secara optimal, sehingga peran Polri memiliki kontribusi dalam mendukung ketahanan pangan di tengah pandemi Covid-19. Jika seluruh KTN yang ada di Indonesia sejumlah 11.643 dapat memenuhi kebutuhan pangannya sendiri dan bahkan dapat memberikan kontribusi bagi daerah lain, maka tujuannya untuk mendukung ketahanan pangan akan tercapai.
Peserta PKN II Angkatan 17 Kementerian Pertanian