“Hoax” Semua orang pasti tau tentang itu. Dan tidak asing bagi kalian semua penikmat sosial media, yang mendapat tanggapan serius di media sosial manapun hingga siaran Televisi. Hoax berasal dari bahasa inggris yang artinya tipuan, menipu, berita bohong, dan berita palsu. Menurut Wikipedia, Hoax merupakan sebuah pemberitahuan palsu yakni sebuah usaha untuk menipu atau mengakali pembaca dan pendengarnya agar memepercayai sesuatu yang disampaikan. Hoax menjelma virus informasi yang menyediakan rekayasa untuk dinikmati objek, bisa berhubungan dengan lelucon hingga ketempat yang amat serius (politis/kekuasaan/pamor dll). Sudah ratusan hoax tersebar diberbagai website online dari twitter, facebook, youtube dan banyak website lainnya.
Menurut Lynda Wals dari buku yang berjudul Sains Against Science, hoax atau kabar palsu, merupakan istilah dalam bahasa inggris yang masuk sejak era industri, diperkirakan pertama kali pada tahun 1808. Menurut Alexander Boese dalam bukunya Museum of xoaxes mencatat, “hoax yang pertama kali dipublikasikan adalah almanak atau penanggalan palsu yang dibuat Isaac Bickestaff (jonathan swifft) pada tahun 1709”.
Perkembangan “hoax” semakin tinggi dengan keseimbangan pesatnya teknologi modern saat ini. Banyak rekayasa yang bisa dibuat – buat dengan teknologi canggih yang tersedia, hingga aplikasi yang serba guna bermunculan dan mempermudah pembuatan konten berita rekayasa terhadap sesuatu. Kita hanya perlu menganalisis dan menghindari konten berita hoax.
Seakan Hoax menjelma menjadi bumbu – bumbu dalam kehidupan, benih perasa untuk menghasilkan kehebohan berbagai aspek kepentingan, humor, kepuasaan dan kebutuhan demi menghasilkan money (sebuah tujuan yang paling lumrah bagi seorang manusia). Hal tersebut mungkin saja menjadi landasan dasar para oknum – oknum pembawa kabar Hoax. Informasi menjadi kebutuhan bagi kebanyakan orang untuk keseimbangan pengetahuan terkini.
Tidak segan – segan berita palsu yang tersaji saat ini. Belakangan ini informasi/berita saling bentrok satu sama lain, menyingkirkan informasi satu sama lainnya, membuat informasi terkini dan melenyapkan informasi yang viral. Entahlah? Semua ini dengan latar belakang apa dan baground apa?
Laporan Detik.com, Agustus lalu semakin menegaskan bahwa orang yang suka menyebarkan hoax, SARA dan kebencian, diduga kuat memiliki gangguan Neurotik. Gangguan Neurotik adalah kondisi jiwa dan otak seseorang memiliki masalah mental yang akut. Psikolog Elizabeth santosa mengatakan orang – orang yang gemar menyebarkan hoax, kebencian dan berbau SARA rata – rata memiliki sifat impulsif, tidak memiliki manajemen emosi yang baik dan kurang percaya diri.
Sosiologi Universitas Padjajaran (Unpad), Yusar muljadi mengatakan ada ratusan berita hoax atau palsu selama bulan maret 2017 hingga saat ini. Setidaknya dari bulan Maret 2017 hingga sekarang, saya mencatat setidaknya 653 hoax dengan kebencian. tercetak di berita INILAH.COM, Jakarta, Selasa (30/5/2017). Konten kebencian yang dimaksud Yusar adalah dari berbagai kelompok agama, etnis, tokoh ulama, tokoh politis hingga aparat Negara.
Hoax menjadi senjata seni perang popularis kepentingan kelompok/individu. Memancing keadaan saat ini sebagai lahan permainan perebutan unsur – unsur menguntungkan dan menjatuhkan sebelah pihak. Indonesia adalah negara yang memberi kebebasan pers dan industri media terbanyak, sekitar 47.000 media di indonesia; 44.000 dari media online dan sisanya adalah media cetak Indonesia menjadi salah satu Negara Nomer satu dalam sektor ini dari negara – negara lain, khususnya di Asia menjadi penghuni puncak tertinggi. Berikut Undang – Undang Dasar 1945 yang menetapkan dan kebebasan pers di Indonesia:
Pasal 28F UUD 1945
“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”
Dinyatakan pula dalam konsideran Undang – Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam pasal 28F Undang – Undang Dasar 1945 harus dijamin. Maka lahirlah Undang – Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers).
Untuk mencegah dampak dan asupan berita hoax, ada beberapa unsur yang harus diperhatikan; dari Konten berita (baca seluruh berita), cari media pembanding sebanyak yang dibutuhkan, perhatikan sumber berita (data – data yang disampaikan), dan jangan mudah percaya isi berita tapi indikasi berita tersebut dengan memperbanyak asupan berita dari website yang lain.
“Berikan sejuta kejujuran dalam hidup maka kebenaran akan tiba dimana kita ada.”
*Penulis Adalah Penikmat tidur dan suka begadang. Mahasiswa Jurusan Filsafat UIN SUKA yogyakarta
Penikmat tidur dan suka begadang,Ketua Bidikmisi Angkatan 2016 UIN SUKA yogyakarta Mahasiswa Jurusan Filsafat UIN SUKA yogyakarta
Menyukai ini:
Suka Memuat...