Opini
Teladan Arief Sulistyanto untuk Polri: Gagasan, Keberanian, Kepedulian

Pada 2004 silam, publik digegerkan kematian aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib dalam perjalanan dari Jakarta ke Amsterdam. Kematian Munir menyisakan duka. Penegakan keadilan di negeri ini seolah sedang berada di titik nadir. Betapa tidak, Pollycarpus Budihari Priyanto, tersangka pembunuhan Munir hanya dijatuhi vonis 3 tahun penjara.
Publik geram karena prinsip keadilan tidak ditegakkan. Akhirnya, Irjen Polisi Arief Sulistyanto turun tangan. Ia berhasil melipatgandakan masa hukuman Pollycarpus menjadi 16 tahun penjara. Peran Arief Sulistyanto sangat berarti. Setidaknya, ia berhasil menjawab keinginan publik. Namun, yang terpenting ialah merawat dan menjaga keadilan.
Di Korps Bhayangkara, nama Arief Sulistyanto tidak asing lagi. Ia pernah mengenyam jenjang karier yang lengkap: mulai dari Polsek hingga Polri. Dengan demikian, ia memiliki kecakapan lapangan yang tidak bisa kita ragukan lagi. Pengalaman seperti ini adalah modal penting bagi Arief Sulistyanto dalam melakukan terobosan, gebrakan, dan langkah- langkah positif di tubuh kepolisian Indonesia.
Komjen. Pol. Arief Sulistyanto mempunyai komitmen kuat dalam memerangi korupsi. Saat ia menjabat Kapolda Kalimantan Barat, Arief Sulistyanto berhasil menangkap Budiono Tan, pengusaha sawit yang menjadi buronan sejak 2010. Saat menjadi MPR, Budiona Tan pernah menggelapkan 1535 sertifikat petani sawit di Kabupaten Ketapan. Meski dikenal sebagai buronan licin, tetapi komitmen Arief Sulistyanto memerangi korupsi membuat sang buron ditangkap.
Bahkan, selama menjadi Kapolda Kalbar, sejumlah penjahat sampai rela patungan hingga Rp10 miliar agar Arief lengser. Namun, Arief menanggapinya dengan tenang dan menganggapnya sebagai hal biasa. Arief tidak pernah gentar dengan segala macam aral rintangan. Sebab, ia berada di jalan yang benar: menegakkan hukum demi kemaslahatan.
Arief sendiri lebih senang ketika dimusuhi penjahat, daripada disenangi penjahat. Inilah bentuk sikap yang menyiratkan kegigihan, ketulusan, dan ketegasan dalam memberantas extra ordinary crime, seperti korupsi. Bahkan, Arief setuju ketika koruptor dimiskinkan agar memberi efek jera.
Saat menjabat Asisten Sumber Daya Manusia (SDM), Arief Sulisyanto membuat gebrakan. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Korps Bhayangkara, para calon perwira dan polisi diminta mengucapkan ikrar agar tidak korupsi, kolusi, dan nepotisme. Ini artinya, Arief membawa perubahan, terutama pada pelaksanaan rekrutmen dan peningkatan kualitas SDM Polri.
Gebrakan Arief Sulistyanto ini berdampak baik terhadap pola rekrutmen di tubuh Polri. Semua kalangan dari semua latar belakang bisa diterima, bahkan bisa menunjukkan prestasinya. Langkah yang diambil Arief telah mempersempit celah bagi oknum untuk melakukan praktik KKN saat rekrutmen.
Menghadapi Hoaks
Di era disrupsi dan perkembangan teknologi digital yang tidak bisa dibendung, jagat media sosial dipenuhi ujaran kebencian (hate speech) dan berita bohong (hoaks). Hal itu kian masif terutama saat Pemilu 2009. Hoaks bukan saja berdampak politis, tetapi juga dapat memicu disintegrasi bangsa Indonesia. Kendati demikian, saat Arief Sulistyanto menjabat Kabareskrim Polri, sejumlah kasus hoaks dapat diungkap.
Beberapa kasus yang mencolok ialah penyebaran hoaks bahwa ‘Jokowi PKI’ dan audio rekaman tercoblosnya tujuh kontainer surat suara di Tanjung Priok. Jika kasus seperti ini tidak bisa diungkap secara profesional akan memicu disintegrasi. Tetapi, di bawah kendali Arief Sulistyanto, sejumlah kasus hoaks dapat diungkap dan penyebar diberi hukuman yang setimpal.
Perwira tinggi kelahiran 24 Maret 1965 ini juga berhasil mengatasi kasus pembakaran bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Garut Jawa Barat. Kasus ini terbilang krusial dan sensitif. Jika tidak ditangani secara profesional, maka perpecahan dan konflik antar golongan sulit dihindari karena menyangkut soal identitas.
Meskipun sempat terjadi gelombang aksi massa, untungnya Arief Sulistyanto dan jajaran kepolisian lain dapat meredam dan mendamaikan dua pihak yang berseteru. Mesti diakui, Arief Sulistyanto mampu membangun public trust dan citra positif polisi. Dan, tentu saja, modal ini menjadi begitu penting dalam rangka meningkatkan profesionalitas Polri masa depan.
- Koordinator Nasional Himpunan Aktivis Milenial Indonesia
- Alumnus Fakultas Hukum UBK Jakarta

-
Opini7 hari ago
Asa Millenial Police dan Beban Kapolri Baru
-
News6 hari ago
Media Perlu Perhatikan Aspek Etik dalam Pemberitaan Kecelakaan Sriwijaya Air
-
Sosial-Budaya6 hari ago
Berita dan Informasi Desa, KIM Sleman Harus Lebih Aktif dan Produktif
-
Lifestyle6 hari ago
Nikita Mirzani Beberkan Alasan Menolak Pernyataan dr Tirta Soal Masker