Banyak orang bicara tentang zaman milenial, tapi jarang yang menyampaikan bahwa sejatinya semua itu merujuk kepada gaya berpikir (state of mind). Gaya berpikir adalah kunci.
Sering terdengar ucapan tentang generasi Y dan generasi X, ditandai dengan makin akrabnya generasi terkini terhadap dunia digital dan gawai-gawai super canggih. Namun seharusnya tidak boleh berhenti di situ, sebab dasar dari semua itu adalah cara berpikir yang sama sekali berbeda. Generasi mendatang tidak akan beranjak ke mana-mana jika cara berpikirnya tidak berubah.
Barangkali ada orang yang saat ini lahir tahun 80-an, dia terbilang “gagap” terhadap berbagai gawai terbaru, tapi cara berpikirnya jauh lebih kompatibel terhadap situasi kekinian. Sebaliknya, meski lahir tahun 90-an, namun jika cara berpikirnya masih seperti zaman kolonial, maka jangan harap akan lahir ide-ide kreatif dari mereka.
Literasi media
Zaman milenial ditandai dengan teknologi komunikasi yang sangat canggih. Informasi menjadi sangat mudah, melebihi yang bisa dibayangkan oleh siapapun sebelumnya. Namun, sekali lagi, kemajuan teknologi itu dilandasi oleh state of mind yang mengendalikan cara kita menyikapi informasi.
Tantangan kemajuan yang sedang dihadapi oleh generasi terbaru ini adalah air bah informasi. Dengan demikian, keterampilan dasar untuk memilah informasi harus mereka kuasai.
Anda boleh lahir di tahun 90-an, tapi jika Anda masih mudah percaya pada “informasi dari grup tetangga” berarti sama saja Anda hidup di zaman batu. Anda lebih cocok hidup di gua-gua atau lereng gunung, yang pola makannya adalah berburu babi hutan.
Memilah informasi berarti menerima informasi yang sumbernya jelas dan bisa dipercaya. Memilah informasi berarti pula kesanggupan untuk membedakan antara informasi dengan opini, propaganda, dugaan, gosip, apalagi fitnah dan pergunjingan.
Baca Juga: Mesra ala Pasutri Milenial
Menyebarnya hoax akhir-akhir ini serupa dengan menyebarnya hadis-hadis palsu di abad ke-3 hijriyah. Persebaran itu begitu tidak terkendali sehingga kebanyakan orang sulit memilah mana hadis asli dan mana hadis lancung.
Kemunculan orang-orang semacam Imam Malik ibn Anas, Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan imam-imam penyusun kitab hadis sahih merupakan para pelopor. Hal ini karena mulai disusun cara baru bagaimana memilah hadis palsu dari yang bukan. Merekalah orang-orang yang literate terhadap hadis. Cara berpikir mereka sangat maju melebihi zamannya.
Demikian pula di zaman ini, zaman di mana informasi palsu dan asli berseliweran di hadapan kita tanpas bisa kita bendung. Kebutuhan untuk memiliki kemampuan memilahnya menjadi mendesak. Cara untuk memilahnya sudah gampang dicari, tinggal kesediaan untuk melakukannya yang membedakan kita dari generasi primitif.
Kita boleh sama-sama memegang gawai canggih, tapi sikap terhadap informasilah yang membedakan kita satu sama lain.
Kreatifitas
Generasi terkini ditandai dengan cara-cara baru berkegiatan, sebab didukung oleh teknologi yang super canggih. Memakai cara lama hanya akan membuat ketinggalan di belakang. Oleh karena itu, generasi mendatang adalah orang-orang yang lebih kreatif.
Tapi dasar dari kreativitas adalah cara berpikir yang lebih mengedepankan produksi ketimbang konsumsi. Generasi mendatang lebih kreatif sebab menghasilkan karya-karya yang berguna sesuai dengan perkembangan teknologi terkini.
Baca Juga: Tantangan dan Peran Pemuda di Era Milenial
Anda yang lahir tahun 2000-an, tapi pola hidupnya adalah serba konsumsi apa saja, tidak cocok hidup di zaman milenial. Masa depan ada di tangan orang-orang yang berkarya, yang hidupnya didedikasikan untuk penemuan-penemuan baru.
Kreativitas juga didasari oleh cara berpikir yang terbuka, tidak takut pada hal-hal baru. Ide-ide baru, cara-cara baru mengelola sumber daya, solusi-solusi baru menyelesaikan masalah, strategi-strategi baru membangun jaringan, semuanya disambut dengan riang gembira dan dirayakan, bukan malah dijauhi dan dianggap sebagai ancaman.
Pendidikan baru
Yang tidak kalah penting, zaman milenial juga ditandai dengan gaya pendidikan yang sama sekali baru. Karakter yang ditanamkan kepada anak didik sama sekali berbeda dengan zaman dahulu.
Pendidikan gaya lama berusaha mencetak anak didik menjadi pegawai. Jadi yang ditanamkan adalah kepatuhan dan hafalan diktat. Cara ini adalah cara pendidikan zaman kolonial, sama sekali tidak cocok untuk generasi mendatang.
Generasi mendatang diisi oleh orang-orang yang enggan dikekang. Dia tidak tahan menjalani hidup yang dihabiskan di meja kerja selama 9 jam. Mereka gemar mengeksplorasi hal-hal baru, berpetualang.
Berwirausaha menjadi pekerjaan yang lebih cocok buat mereka ketimbang menjadi pegawai negeri. Berwirausaha memang tidak punya jaminan kepastian penghasilan, namun ia lebih menjamin kebebasan. Gedung perkantoran dengan segenap peraturan kakunya, meskipun menjamin penghasilan tetap, adalah neraka bagi mereka.
Ketidakpastian bukanlah ancaman bagi generasi mendatang. Ia tidak menakutkan. Justru denan adanya ketidakpastian, ada kesempatan bagi mereka untuk mencoba cara-cara baru yang belum pernah mereka pikirkan sebelumnya. Adapun syarat untuk melakukannya adalah kemerdekaan.
Oleh karena itu, pendidikan gaya baru harus menanamkan rasa ingin tahu pada anak didik agar mencoba hal-hal baru. Ketangguhan dan integritas memang harus dipertahankan dari pendidikan gaya lama, namun rasa ingin tahu tidak akan diajarkan pada pendidikan yang berorientasi pada pekerjaan pegawai.
Singkat cerita, pendidikan gaya baru harus mengajarkan cara berpikir yang cocok untuk zaman milenial. Sekali lagi, cara berpikir adalah kunci.
Penutup
Sebagai penutup dari tulisan ini, perlu ditekankan bahwa pada dasarnya zaman melenial adalah suatu proyeksi masa depan. Ia adalah gambaran ideal tentang siapa seharusnya penghuni masa depan.
Zaman milenial dengan segenap sebutan generasi di dalamnya sejatinya adalah suatu gambaran ideal yang dicita-citakan, sekaligus ditakuti. Ia menjadi gambaran ideal sebab kita ingin masa depan ini ditangani oleh orang-orang yang tepat. Sebaliknya, ia menjadi mimpi buruk sebab ada ketakutan bahwa generasi mendatang terperosok dalam kesia-siaan sehingga menjadi beban bagi orang lain.
Oleh karena itu, zaman milenial adalah zaman yang harus direbut dan diupayakan. Ia tidak datang begitu saja, taken for granted, lalu semuanya menjadi baik-baik saja. Generasi mendatang adalah pekerjaan rumah generasi sekarang.
Menyukai ini:
Suka Memuat...