Di Palembang Jumat lalu, Cak Imin mendeklarasikan PKB resmi mendukung Jokowi. Artinya 60% lebih anggota parlemen dari partai yang mendukung Jokowi. Sisa partai yang masih mungkin digalang mau tidak tinggal satu pasangan.
Dari penelitian Kompas, 16 Juli 2018 disebutkan pendapat publik yang berpotensi menjadi lawan berat Jokowi adalah Prabowo 70,6%, Gatot 10,4, Anies 6,8%, AHY 6,7% dan JK 5,5%. Survey sebenarnya untuk mengetahui potensi kebuntuan politik yang mungkin saja terjadi. 70,6% lebih menyukai paslon ada 3 agar menghindari ketegangan dua kubu. Sementara itu bila Jokowi berpasangan dengan Prabowo tidak disetujui oleh 56,6%. Namun 62,6% yakin calon ideal pasangan akan hadir. Dan bilamana hanya ada calon tunggal maka 64,8% akan tetap memilih. Yang menarik kebuntuan politik karena partai saling menunggu disetujui oleh 49,4%.
Kemungkinan Calon Tunggal
Kecil kemungkinannya karena Gerindra sudah bertekad Prabowo tetap maju. Pasangan alternatif yang akan digalang oleh PKS, PAN dan Demokrat sulit terbentuk karena PKS memaksakan Anies-Aher. Demokrat akan merapat ke Gerindra hingga terjadi pasangan Prabowo – AHY. Perkiraan Gerindra bahwa Anies tidak akan tega meninggalkan Prabowo tak bisa jadi pegangan. Diperpolitikan “sindrome Brutus” adalah keniscayaan. Jadi idealnya sebagai paslon kedua, Prabowo fleksibel berpasangan dengan siapa saja-bisa kader PKS, PAN atau Demokrat. Gabungan 4 partai inilah yang berpotensi mengalahkan Jokowi. Pada saatnya pasangan lawan Jokowi pasti ada hingga kebuntuan tak akan terjadi.
Baca Juga: Teman Jokowi: Siap Mendukung Presiden Jokowi Dua Periode
Mengapa PKS ngotot mengajukan Anies-Aher yang kecil kemungkinannya menang? Pasangan ini nir-prestasi. Rakyat tidak bodoh jadi susah mengangkat paslon ini. PKS sendiri ingin perolehan kursi DPR nya naik di pileg 2019 dengan mengusung paslon Anies-Aher. Selama ini PKS sukses menggerus suara PAN. Jadi pileg mendatang dicoba menggerus Gerindra dan atau Demokrat. Sementara itu bila Demokrat merasa begitu kuatnya gerusan PKS diakar rumput maka bukan tak mungkin mereka menyeberang ke pihak Jokowi. Atau tetap seperti semula menjadi penyeimbang yang aktif. Demokrat harus bekerja keras menjaga suaranya. Sesuatu yang sulit bagi partai yang tidak terbiasa berada diluar pemerintahan. Apalagi bila ia bergaya menak.
Dengan kata lain ke-empat partai tersebut sebenarnya mempunyai kelemahan internal dalam menjaga keberadaan kursi-kursinya di parlemen. Ini terlihat sampai saat ini baru beberapa partai yang mendaftarkan ke KPU dan KPUD. Padahal penutupan sudah dekat. Jadi ke-empatnya bersatu untuk menghadapi lawan yang sama adalah strategi yang masuk akal.
Mengapa Jokowi Harus 2 Periode?
Terlalu banyak alasannya – namun utamanya partai-partai yang berada di pemerintahan amat merasa enjoy. Bahkan kalau bisa Jokowi beberapa kali lagi menjadi presiden dan persentase kursi di parlemen mereka meningkat pesat atau minimal tetap. Mengapa ? Partai bukan sebagai alat perjuangan saja namun harus bisa mensejahterakan elitnya terlebih dahulu. Pembagian kursi menteri, jabatan setingkat menteri, badan-badan, perusahaan negara harus terbagi serata mungkin atau minimal proporsional dengan hasil kursi di parlemen. Belum lagi bisnis-bisnis yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Bisnis minyak mentah misalnya. Siapa pengganti Petral ? Siapa yang menguasai atau mengatur Pertamina dan PLN – dua konglomerasi plat merah yang rahasia umum selalu menjadi sapi perah. Nah untuk itulah mereka masing-masing disamping mendukung Jokowi juga bersaing untuk memperbesar perolehan kursi partainya. Sebagai contoh Partai Nasdem mentargetkan perolehan kursi diatas 100. Karena jumlah kursi pileg kali ini hanya naik 15 buah (dari 560 ke 575) maka pertarungan internal sesama partai pendukung pemerintah akan terjadi. Kalau Partai Nasdem sukses diperkirakan yang akan tergerus PDIP dan Golkar. Disamping tentunya mereka mengharap pengikut pihak seberang dapat ditarik. Intinya mereka akan berjuang sekuat tenaga mendulang suara menjadikan Jokowi presiden di 2019 namun menaikan perolehan suara partainya mutlak perlu. Partai yang kadernya siap secara militan dengan logistik cukup-lah yang akan sukses.
Baca Juga: Pemilihan Umum: Waktunya Masyarakat Menentukan Masa Depan Indonesia
Apakah keuntungan bila Jokowi dua periode? Pembangunan akan berlanjut sehingga infrastruktur semakin lengkap hingga kita bisa memulai industri manufaktur maupun industri advance yang bernilai tambah tinggi.
Keuntungan alur pelayaran kita yang strategis, tempat 60% produksi dunia didistribusikan sebenarnya keuntungan besar. Bagaimana memanfaatkannya secara maksimal harus dipikirkan dalam rangka meningkatkan kemakmuran dan membayar cicilan hutang.
Jokowi dengan segala kekurangannya dan kelebihannya disegani dan disenangi oleh para pemimpin dunia. Mengapa? Ia jujur dan bersih. Ia juga membebaskan dan mendukung KPK melakukan tugasnya. Ia selalu membela ketika KPK akan dicopot giginya oleh DPR dengan berbagai akal-akalannya. Namun Jokowi juga harus jeli, jangan sampai orang disekelilingnya yang mengambil keuntungan. Harap ia sudah mengantisipasinya.
Ada sesuatu yang dapat dijadikan teladan dari Jokowi adalah cara ia menangani keluarganya. Mungkin ia belajar banyak dari kasus keluarga Pak Harto. Sebagai orang yang cerdas dan cepat belajar, ia mencoba mengatasi keraguan SBY dalam mengambil keputusan yaitu dengan segera mengerjakan proyek-proyek yang diselesaikannya secara tuntas. Hanya saja untuk kelanjutannya ia harus mempunyai tim pengontrol atas pekerjaan tersebut.
Yang sudah memperlihatkan keberhasilannya adalah menurunnya orang miskin. Kalau ia terus menjadi presiden pasti akan terus menurun. Mengapa? Ia tidak ragu-ragu menggelontorkan dana bantuan pedesaan yang saat ini kurang lebih Rp. 180 T per tahun. Dan akan terus ditingkatkan. Rerata pendidikan juga diharapkan naik karena penyiapan dana 20% dari APBN dipenuhi yaitu sebesar Rp. 440 T. Juga rakyat lebih sehat karena BPJS dan kartu sehat nya. Secara garis besar kita harus jujur menyatakan pemerintahan Jokowi banyak berhasilnya. Karena dana yang dibelanjakan besar, cukup terarah, tingkat korupsi menurun dan pembangunan dilakukan merata seluruh Indonesia. Bahkan daerah tertinggal pembangunan lebih dipacu. Sampai disini maka Jokowi dua periode seolah suatu keniscayaan.
Kekurangan
Nah di mana letak kekurangannya? Utamanya pemerintahannya harus terbuka atas hutang yang ada serta penjelasan rinci rencana pengembaliannya. Pemerintah harus mencari hutang yang menarik- yaitu berbunga rendah dengan jangka waktu pengembalian yang lama. Disamping itu mempercepat pembangunan industri pada daerah-daerah yang telah terbangun infrastruktur nya – agar tidak mubazir. Memang perlu waktu – namun simultan dikerjakan itu mutlak. Produksi dan memperluas pasar. Prioritas produksi unggulan bernilai tambah besar. Kalau tidak terlalu besar cost of money dari hutang yang dibuat. Pemikiran bahwa yang penting cari uang dan mulai membangun – soal bayar hutang “kumaha engke” – harus ditinggalkan. Selalu menjaga dan menurunkan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS itu kewajiban. Bila tidak maka harga-harga sulit dikendalikan.
Jokowi juga kadang lupa bahwa memperkecil import dan memproduksi bahan pengganti import itu mutlak. Keuntungan kita kecil kalau import besar. Jadi memproduksi barang untuk dipakai sendiri itu harus diperbanyak. Tenaga kerja yang terserap juga jadi besar.
Sementara itu dibidang sosial, dinamika pandangan di masyarakat yang terbelah yang berpotensi konflik harus segera diredam sejak awal. Jangan didiamkan dan berkembang hingga menjadi tidak terkontrol. Buatlah lembaga khusus yang menangani masalah ini dan masalah yang mungkin akan timbul.
Posibiliti Jokowi Menang
Sangat besar namun tidak berarti pasti menang. Karena semua kemungkinan bisa terjadi. Pasangannya harus saling melengkapi dan memperkuat. Diterima dan didukung oleh semua kalangan. Visi dan misi 5 tahun ke depan harus lebih terarah, berprioritas dan tak perlu terlalu muluk seperti di tahun 2014. Dipertimbangkan dan dihitung secara seksama dengan akal sehat mana yang mungkin dan berapa besar keberhasilannya. Pembagian tugas dengan pasangan harus ditetapkan, pertemuan berkala dengan pasangan serta dijaga agar sang pasangan tidak “main sendiri” yang berpeluang merugikan negara.
Memang menjadi presiden itu sulit dan menjadi presiden untuk periode kedua tetap sulit. Tapi masih menantang dan tetap asyiik. Hehehe