Sebagai salah seorang yang pernah turut andil dalam menyuarakan reformasi lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif sebelum dan sesudah Reformasi 1998 bergulir, saya merasa kesal sekali dengan ulah sebagian anggota DPR yang melakukan revisi undang-undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3). Bagi saya revisi yang sangat cepat itu sangat mengesankan sekali ada sesuatu agenda tersembunyi dari sebagian anggota DPR yang sepertinya sangat merugikan masyarakat. Terlebih setelah saya membaca adanya beberapa pasal dalam revisi UU MD3 yang sangat kontroversial.
Dalam revisi UU No.17/2014 yang terkait dengan hak imunitas anggota DPR dan yang tertuang dalam Pasal 122 misalnya, seseorang dapat dikenai pidana apabila ia melakukan kritik pada anggota DPR. Pun demikian dengan Pasal 245 yang mengatur kewenangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang memberikan pertimbangan ketika anggota dewan terjerat kasus hukum. Ini semua bagi saya, sebagaimana pendapat dari sebagian pimpinan KPK sangatlah bertentangan dengan konstitusi dan melanggar keputusan Mahkamah Konstitusi.
Hak untuk menyatakan pendapat atau kritik baik secara lisan maupun melalui tulisan itu dijamin oleh konstitusi, lantas kenapa para anggota DPR itu melarangnya dan mengancamnya dengan memasukkannya sebagai tindak pidana? Apa alasannya? Apakah KUH Pidana masih mereka rasa belum cukup hingga harus merevisi UU MD3 dan memasukkan Pasal 122 itu?. Dalam prinsip hukumpun sudah dinyatakan, bahwa semua orang yang tersangkut persoalan hukum berkewajiban untuk memenuhi panggilan institusi penegak hukum tanpa perlu meminta izin dari siapapun, lalu mengapa anggota-anggota DPR itu masih berusaha merintanginya dengan terlebih dahulu meminta izin pada MKD apabila ada anggota DPR dipanggil oleh institusi penegak hukum untuk dimintai keterangan atau dimintai pertanggung jawaban atas kasus hukum yang menjeratnya? Ada apa dengan semua ini?.
Jika revisi UU MD3 ini tidak kita lawan dengan mengajukan judicial review pada Mahkamah Konstitusi tentunya, dan MK tidak menolak revisi UU MD3 ini, maka saya khawatir yang terjadi ke depan adalah semakin kokohnya kekuasaan anggota-anggota DPR. Sedangkan kita semua telah tau, sampai saat ini anggota-anggota DPR itu belum melaksanakan fungsi dan tugas-tugasnya secara maksimal, bahkan yang terkesan selama ini mereka hanya suka membuat gaduh suasana politik kebangsaan dan kenegaraan saja.
Dengan revisi UU MD3 yang disahkan secara kilat ini juga, memberi kesan yang sangat kuat bahwa DPR itu sangat berkuasa penuh yang bisa-bisa dapat menggelincirkannya menjadi lembaga otoriter. Anggota DPR misalnya, dapat memanggil seseorang untuk menghadapnya, dan apabila ia tidak datang maka DPR dapat meminta polisi untuk memanggilnya dengan paksa. Jadi misalnya pimpinan KPK dipanggil oleh DPR untuk dimintai keterangan, terus kemudian pimpinan KPK tidak bersedia datang, maka DPR dapat meminta pada kepolisian untuk memanggilnya dengan paksa. Hal yang seperti demikian ini apakah tidak merupakan suatu bentuk intervensi dari DPR terhadap proses pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK? Lalu bagaimana jika ada anggota DPR sendiri yang tersangkut kasus korupsi? Mungkinkah yang terjadi adalah koruptor mengintrogasi para penangkapnya (KPK)?.
Hal tsb. diperparah lagi –seperti yang saya tulis di atas sebelumnya, kalau ada anggota DPR terjerat suatu kasus dan mereka hendak diperiksa, harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Majelis Kehormatan Dewan (MKD), sedangkan kita semua telah tau, anggota-anggota MKD itu ya anggota-anggota DPR itu juga. Bukankah ini bagai sebuah drama yang sangat tidak lucu, yang seperti mantan ketuanya yang pernah perankan dan mendapat hujatan dari jutaan rakyat, yakni Papa Minta Cium Tiang Listrik?.
Akhirul kalam, kembalilah wahai kalian para wakil rakyat dalam habitat kalian yang semestinya. Perankan fungsi legislasi, anggaran dan pengawasanmu dengan baik. Lakukan tugas-tugasmu dalam membentuk UU yang dibutuhkan oleh rakyat, bahaslah setiap RUU bersama Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama, dlsb. Sebab kalian itu orang-orang yang dipilih rakyat dengan hormat agar kalian bisa menjadi wakil-wakil rakyat yang terhormat. Jangan ciderai amanah rakyat itu dengan kebodohan dan ketamakan kalian sendiri sebelum rakyat dan Tuhan meminta pertanggung jawabannya pada kalian nanti.
*Penulis Adalah Advokat dan Penulis.
Profesi: Advokat KAI (Kongres Advokat Indonesia). dan Penulis, Serta Pemerhati Politik
Menyukai ini:
Suka Memuat...