SERIKATNEWS – Koordinator Nasional (Koornas) Himpunan Aktivis Milenial (HAM) Indonesia, Asep Irama mengapresiasi keputusan Kapolri Jenderal Idham Azis yang mengangkat Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB), Irjen Nana Sudjana sebagai Kapolda Metro Jaya menggantikan Irjen Gatot Eddy Pranomo. Irjen Gatot dipromosikan menjadi Wakapolri mengisi posisi Komjen Ari Dono Sukmanto yang memasuki masa pensiun.
Nana merupakan mantan Kapolresta Solo semasa Jokowi menjabat sebagai wali kota di sana. Selain itu, Wakapolda Jateng Brigjen Ahmad Lutfi dan Kabareskrim Polri Irjen Listyo Sigit Prabowo juga mantan Kapolresta Solo.
Menurut Asep, penempatan jabatan di Polri tentu atas pertimbangan rekam jejak, profesionalitas, prestasi dan kompetensi dan pengalaman. Asep lalu menyayangkan tudingan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane bahwa Presiden Joko Widodo sedang berusaha untuk menonjolkan ‘geng Solo’ di kepolisian.
“Ini tuduhan serius bagi Polri. IPW dalam catatan HAM Indonesia sering melemparkan wacana liar yang tidak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya,” kata Asep melalui keterangan resminya, Rabu, (25/12/2019).
Asep mencontohkan, Nana pernah mendapat penganugerahan gelar adat Pemban Wire Jagad Aji Bathare oleh Ketua Adat Sembalun. Pasalnya, ia dinilai berperan besar menjaga lingkungan dan budaya di daerah setempat. Kapolda Nana di sana sangat memasyarakat.
Kapolda Nana juga memberikan perhatian yang besar terhadap warga Papua di daerahnya. Terakhir Kapolda menggagas acara Live for Papua From West Nusa Tenggara di Lombok beberapa bulan lalu.
“Sebelumnya kata Asep, IPW menuding pencalonan Idham Azis sebagai Kapolri cacat administrasi. Padahal pernyataan itu dinilai Asep jelas-jelas fitnah dan menyesatkan publik. Sebab rujukan yang dijadikan dasar menyerang Idham Azis kemudian dibantah oleh Komisi Polisi Nasional (Kompolnas).
“Kalau saya cermati, makin kesini IPW semakin keluar dari spirit perjuangannya dan terkesan menjadi lembaga partisan yang gemar menyebarkan firnah dan kebencian,” sesal Asep.
Soal Nana pernah dekat Jokowi sewaktu menjadi Kapolresta Solo, Asep menganggap jika hal itu sesuatu yang wajar. Artinya kata dia, komunikasi dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di Solo berjalan dengan baik.
“Serangan IPW justru sedang menghancurkan dirinya sendiri. Sebab jika yang dipersoalkan adalah kedekatan Nana saat Jokowi menjadi Wali Kota Solo itu menunjukkan bahwa komunikasi di tingkat daerah berjalan positif. Karena Nana juga bagian dari Forkopimda yang bertanggung jawab memberikan jaminan keamanan dan mewujudkan ketertiban di Solo. Bagi saya ini prestasi luar biasa yang ditunjukkan Nana dan cenderung diabaikan publik,” jelas Asep.
“Begitu juga Listyo Sigit Prabowo ketika dipercaya untuk mengemban amanah sebagai Kapolres, juga mampu menunaikan kewajibannya untuk menjaga hubungan komunikasi dengan jajaran pemerintah daerah. Kalau dasar tuduhan IPW kepada Polri dan Presiden Jokowi hanya karena ini, maka argumentasi IPW sangat dangkal dan memalukan,” sambung Asep.
Polisi Modern
Asep mengatakan jika polisi modern bukan hanya mereka yang pandai mengungkap kasus, tetapi juga dituntut memiliki ketrampilan dan kemampuan berkomunikasi dan merawat hubungan baik dengan mitranya.
“Di Amerika Serikat (AS) misalnya, perspektif polisi modern semacam ini sudah sejak lama dilaksanakan. Hubungan baik dengan mitra kerja sangat penting, agar polisi bisa menampung berbagai harapan, keluhan dan kekhawatiran masyarakat dan kemudian ditindaklanjuti melalui pendekatan sistematis-komprehensif,” terang alumnus Fakultas Hukum Universitas Bung Karno (UBK) Jakarta tersebut.
“Wajar jika sekarang Nana mendapatkan promosi sebagai Kapolda Metro Jaya, karena pada satu sisi ia sudah melaksanakan tugasnya sebagai polisi modern. Demikian juga Sigit juga pantas mendapatkan amanah sebagai Kabareskrim Polri,” Asep menambahkan.