Coba deh bayangin: pacar kamu mau nraktir ke restoran, bahkan kamu boleh milih restoran mana yang kamu suka. Eh kamu malah bilang “ah terserah mana aja yang kamu suka, sayang”, berarti kamu pasrah kan mau dibawa ke mana aja? Eh tapi terus kamu complain ketika dia bawa ke pizzeria: “yah saya ga suka pizza, sukanya yang pakai nasi”. Terus dibawa ke restoran Cina, kamu ngeluh lagi “yah saya sukanya nasi putih, bukan nasi hainam apa nasi tim”, dan seterusnya, dan seterusnya.
Nah, menjadi Golput itu seperti kamu pasrah mau diajak ke mana aja.
Ini tulisan saya bikin setelah pagi ini saya membaca sebuah blog keren tentang golput, yang berjudul Yakin Pasrah? Dengan perumpamaan yang berbeda tapi intinya sama, coba deh baca!
Menggunakan hak pilih merupakan tanggung jawab kita untuk kehidupan bangsa Indonesia lima tahun mendatang, dan hanya terjadi setiap lima tahun. Kalau kita golput berarti kita tidak mau ikut bertanggung jawab atas siapa yang akan menjadi pemimpin kita mendatang, yang menentukan nasib kita. Jika hak pilih tidak digunakan, terbuka kemungkinan pemimpin yang terpilih, baik di eksekutif dan legislatif, adalah orang-orang yang tidak kredibel, tidak berkualitas, dan tidak mumpuni memimpin bangsa Indonesia. Kita yang bertanggung jawab untuk menempatkan orang-orang terbaik menjadi pemimpin kita. Liburan, jalan-jalan dan berwisata bisa dilakukan pada kesempatan lain yang masih banyak sesudah 17 April 2019. Kamu masih berpikir “ah, saya kan hanya satu suara, yang lain udah banyak lah!”, gitu? Nah kalau ada jutaan orang yang berpikir sama, gimana?
Banyak orang masih mengira bahwa golput itu keren, karena “golput itu pilihan”. Lohhh, bukan! Golput zaman sekarang itu justru karena tidak bisa menentukan pilihan.
Golput itu kerennya di orde baru. Kalau sekarang, apa yang mau digolputin, setiap orang punya kesempatan yang sama untuk menggunakan hak pilihnya, tidak ada intimidasi. Potensi manipulasi seperti masa lalu kecil dan setiap suara sangat menentukan. Mau nasibnya ditentukan dengan orang yang kita tidak tahu? Kita serahkan gitu aja?
Jadi, golput itu selain enggak keren sama sekali, juga bikin rugi, karena kalau kita tidak memilih, siapa pun orangnya pasti tetap akan terpilih. Karena kita tidak terlibat di dalam keterpilihan mereka, ya kita enggak boleh ngomel kalau mereka tidak sesuai dengan keinginan kita!
“Tapi… tapi… kalau dua-duanya saya enggak suka gimana?” Yaelaaa, kamu masih ngeles ya? Gini…. gak ada pilihan yang sempurna di dunia ini. Kita itu seringkali memilih untuk menghindari yang terburuk, kalau memang menurut kita tidak ada yang baik di antara pilihan kita. That’s life, bros n sis!
Eh tapi saya mau ngaku satu hal ya. Dulu, sebelum 2014, saya juga seperti kalian sih. Golput, buta politik bahkan apatis dan CUEK dengan pemilihan umum. Buat saya, semua sama! Apalagi saat itu saya masih tinggal di Spanyol, walaupun masih berkewarganegaraan Indonesia. Bahkan kalau kalian Google nama saya, berita-berita sebelum 2014 itu masih ada yang salah menuliskan “Ananda Sukarlan, Spanish composer”. Gara-gara Pak Jokowi akhirnya saya bergairah terlibat urusan politik, karena Jokowi berhasil membuktikan bahwa politik itu bisa mengubah keadaaan ke arah yang lebih baik. Politikus itu ternyata bisa jujur, dan memang mendedikasikan hidupnya untuk rakyat. Bukan hanya pemimpin, tapi pelayan rakyat, Jokowi sudah berpengalaman dan terbukti mendatangkan banyak kebaikan lewat berbagai program pembangunan, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain.
Saya bukannya nyuruh-nyuruh memilih Jokowi. Itu hanya contoh dari pengalaman pribadi. Banyak kok pemimpin lain yang sekarang saya idolakan: Emmanuel Macron di Perancis, Justin Trudeau di Canada, Jacinda Ardern di New Zealand, dll. Buat saya, mereka itu bukan hanya politikus, tapi juga negarawan, yaitu orang yang memang bekerja untuk negara dan bangsa, bukan karena haus kekuasaan. Yang penting, saya ulang lagi ya: Jangan ngomel kalau yang terpilih nanti membawa negara ini ke arah yang tidak sesuai dengan keinginan kamu karena kamu kan TIDAK IKUT MEMILIH. Nah loh, nah loh …. masih yakin mau golput?
Pianis, komponis yang menurut The Sydney Morning Herald “one of the world’s leading pianists … at the forefront of championing new piano music”. Penerima Dharma Cipta Karsa RI 2014 Dan Anugerah Kebudayaan RI 2015. Aktivis kebudayaan dan sebagai pengidap Asperger’s Syndrome juga berkampanye dalam membantu sesama penyandang sindrom ini.
Menyukai ini:
Suka Memuat...