Perhelatan politk nasional yang digelar pada Pilpres 2019 mendatang mulai terasa, meski satu tahun ke depan pesta demokrasi itu diselenggarakan. Tentunya banyak pihak yang berharap, siapapun yang akan memimpin Indonesia, diharapkan dapat membuat perubahan yang signifikan dari berbagai sektor.
Berbicara Pilpres mendatang, tentunya tak lepas dari sosok Joko Widodo yang saat ini menjadi pertahana presiden RI. Dimana mantan gubernur DKI ini harus dapat mempertahankan jabatannya guna meneruskan sejumlah kerja dan program-program yang saat ini sedang dijalankan.
Ada yang menjadi perhatian khusus bagi saya, dimana pada tahun politik ini, banyak pihak melirik kinerja Jokowi, ada yang miring tentunya dan ada yang masih menaruh harapan bahwa Jokowi merupakan salah satu dari sejumlah pemimpin yang pernah ada yang dapat membuat perubahan ke arah yang lebih baik bagi bangsa dan negara.
Serangan demi seranganpun berdatangan dari berbagai arah, baik dari kinerja, sejumlah program yang dianggap gagal tentunya, membuat Jokowi harus berputar otak 360 derajat untuk kembali menaruh kepercayaan rakyat untuk kembali memimpin negara yang kaya raya akan sumber alamnya ini.
Namun yang menjadi fokus saya adalah, dimana saat ini Jokowi mendapatkan serangan dari lawan politik, dan arus bawah pendukung lawan (Dua sisi) secara bersamaan, dan dapat menciptakan stigma yang sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Hal ini bisa dilihat dari segi unsur agama, isu-isu perekenomian, bahkan kepada taraf yang sangat memprihatinkan, yaitu adanya upaya untuk membuat kondisi tidak aman, sehingga terciptanya sebuah pemikiran dimana pemerintah dianggap gagal menciptakan rasa aman dengan adanya berbagai peristiwa yang terjadi saat ini.
Jika menelisik ‘dua sisi’ seperti yang saya sampaikan di atas, tampaknya timbul sebuah pertanyaan besar bagi saya, yakni dimana Relawan Jokowi yang begitu hingar bingar pada saat pipres 2014 lalu?
Hal ini tentunya tak bisa dielakkan lagi, ketika benar adanya bahwa sejumlah relawan kini telah menduduki posisi strategis di perusahaan-perusahaan di bawah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan jabatan komisaris.
Lalu, kemana para relawan yang sudah menduduki posisi tersebut, seakan meninggalkan Jokowi dari berbagai kepungan seperti yang saat ini terjadi. Sejak 2015, 2016 hingga 2017, pihak lawan politik Jokowi sudah menanam benih propaganda untuk menjatuhkan bahkan menggerus elektabilitas Jokowi, sementara pasukan relawan Jokowi seperti tak tampak melindunginya.
Jokowi dalam hal ini harus mencermati sikap para relawan yang ada, dimana saya mengatakannya ‘lupa’ akan tanggung jawab sebagai orang yang dititipan oleh pemerintah untuk memantau hasil kerja perusahaan milik BUMN tersebut.
Bahkan dari sejumlah media mainstream sampai media kecil, tak ada gerakan dari para relawan Jokowi yang signifikan atas adanya situasi yang terjadi saat ini, meski ada satu atau dua kelompok relawan yang berupaya membuat sebuah pemahaman kepada masyarakat dengan cara yang berbeda. Padahal disinilah peran penting relawan untuk bergerak dan melindungi Jokowi dari upaya-upaya penggerusan elektabilitas Jokowi yang mulai banyak mendapat pertanyaan dari sejumlah polemik yang ada.
Saya cukup menyayangkan dengan apa yang ada saat ini, dimana keputusan sejumlah kementerian yang menurut saya tidak peka dengan apa yang dicita-citakan Jokowi, baik dari segi budaya, ekonomi serta politik dimana tiga poin tersebut merupakan landasan fundamental seperti yang ciptakan oleh sang Proklamator Bung Karno.
Mungkin kita bisa mengambil contoh, adanya kebijakan impor beras pada saat panen raya yang dilakukan oleh salah satu kementerian Jokowi, hal ini tentunya mendapat tanggapan negatif dari banyak pihak. Seharusnya jika kementerian tidak memiliki kekuatan untuk meyakinkan masyarakat bahwa apa yang dilakukan pemerintah semata untuk memperbaiki sektor pangan, setidaknya relawan sebagai perpanjangan tangan Jokowi di area akar rumput dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat.
Ini sama sekali saya tidak melihatnya, dan bahkan seolah relawan acuh, dan tidak memiliki cara yang jitu untuk menghalau berbagai isu yang jelas melemahkan Jokowi. Bulan April 2018, sejumlah Perusahaan di Kementerian BUMN akan segera melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), disini Jokowi harus dapat melakukan verifikasi terhadap orang-orang yang telah dititipkan dan dipercayakan untuk melakukan pemantauan terhadap perkembangan perusahaan tersebut.
Terlebih adanya rencana pembentukan relawan yang diinisiasi oleh politisi Partai Golkar, Yorris Raweyai dengan Kantor Staf Presiden (KSP) dimana direncanakannya deklarasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) untuk mendukung Jokowi di Pilpres 2019 mendatang cukup membuat saya ingin bertanya.
Apakah, KSP Sudah terlebih dahulu berkonsultasi kepada Jokowi, lalu bagaimana dengan relawan yang telah ada, dan apa makna dibalik rencana deklarasi tersebut bagi Deputi IV KSP Eko Sulistiyo yang bertemu dengan Yorris di kantornya perihal deklarasi tersebut?
Menurur saya hal tersebut keliru, dan terjadi sedikit kesalahan karena akan membuat relawan yang ada tidak disertakan. Jokowi harus peka dan jeli terhadap hal ini, jangan sampai salah langkah membuat arus bawah yang telah dibangun menjadi resah.
Menyukai ini:
Suka Memuat...