Asumsi yang sering muncul dari penyebab kecelakaan lalu lintas pasti disebabkan oleh kelalaian dari para pengguna kendaraan bermotor. Namun sebenarnya terdapat beberapa faktor lain dari penyebab kecelakaan lalu lintas yang sering terjadi, salah satunya adalah tidak baiknya fisik kondisi jalan (jalan rusak) yang digunakan oleh para pengguna kendaraan bermotor.
Mengenai urusan lalu lintas atau jalan yang ada di Indonesia terdapat Peraturan Perundang-Undangan khusus yang memang mengatur tentang urusan ini. Peraturan Perundang-Undangan ini adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (selanjutnya disebut UU LLAJ). Dalam Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa Pemerintah Pusat, Daerah Provinsi, Kabupaten dan/atau Kota memiliki kewenangan sebagai penyelenggara jalan. Penyelenggara jalan adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan.
Dalam UU LLAJ mengenai keadaan jalan rusak yang kemudian dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas, maka penyelenggara jalan wajib memperbaiki, dan/ atau memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas. Aturan tersebut diatur dalam Pasal 24 UU LLAJ ayat (1) dan (2).
Namun nyatanya, pemerintah pusat dan/atau daerah sering lalai dalam menjalankan amanat UU LLAJ. Harusnya pemerintah lebih memperhatikan masalah ini tanpa menunggu keadaan jalan rusak. Pemerintah harus lebih tanggap dengan cara pembinaan dan pengawasan jalan tanpa menunggu adanya korban yang dirugikan akibat keadaan jalan rusak.
Segala aturan dalam Peraturan Perundang-Undangan telah memerintahkan semua orang wajib tunduk untuk melaksanakan perintah Peraturan Perundang-Undangan. Bila terjadi kecelakaan yang diakibatkan jalan rusak berarti pemerintah telah gagal dalam menjalakan amanat Peraturan Perundang-undangan dalam hal ini UU LLAJ dengan tujuannya pelayanan lalu lintas yang terpadu.
Selain aturan mengenai penyelenggara jalan dalam UU LLAJ juga mengatur tentang sanksi bagi pelaku pelanggaran lalu lintas, tak terkecuali penyelenggara jalan yang tidak bertanggung jawab dalam penyelenggaraan jalan. Aturan tersebut diatur dalam Pasal 273 UU LLAJ.
Pasal 273 Ayat (1) UU LLAJ
Setiap penyelenggara jalan yang tidak segera memperbaiki jalan rusak yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan kendaraan dan/atau barang dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Pasal 273 Ayat (2) UU LLAJ
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
Pasal 273 Ayat (3) UU LLAJ
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah).
Pasal 273 Ayat (4) UU LLAJ
Penyelenggara jalan yang tidak memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak dan belum diperbaiki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah).
Artinya, jika terjadi kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh jalan rusak maka masyarakat atau para pengguna kendaraan bermotor dapat melakukan laporan atau gugatan pidana kepada penyelenggara jalan dalam hal ini pemerintah yang terkait atas dasar UU LLAJ Pasal 24, dan Pasal 273. Selain itu bisa melakukan gugatan perdata jika terjadi kerugian materiil yang diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas karena jalan rusak.
Pemerhati Hukum Tata Negara dan alumni FH Universitas Islam Sumatera Utara