Minangkabau terkenal melalui adatnya yang memiliki sistem kekerabatan matrilineal (garis keturunan menurut garis ibu), yang nyaris hanya satu-satunya ada di Nusantara. Sistem kekerabatan matrilineal ini diatur dengan adatnya yang khusus juga, yaitu lengkap dengan adanya perangkat suku, kaum, sako dan pusako, serta sebagai anggota suku kaum telah memiliki sistem yang terstruktur yang jelas dan lengkap.
Selain sistem matrilinealnya yang menjamur hingga pelosok Nusantara, Minangkabau juga dikenal dengan adat dan alamnya yang indah—panorama yang mempunyai kekhasan tersendiri. Alamnya yang mempunyai dataran rendah dan dataran tinggi tidak sedikit orang terpukau akan keindahannya. Selanjutnya, Minangkabau juga tidak terlepas dari ulama-ulama Islam yang telah mengalirkan ilmu-ilmunya melalui karya-karya yang ia ciptakan, seperti salah satu ulama terkemuka yaitu Mahmud Yunus.
Mahmud Yunus lahir di sebuah desa yang bernama Sungayang, tepatnya 7 kilo meter dari kota Batu Sangkar Ibu Kota Kabupaten Tanah Datar, dan 12 km dari pusat Kerajaan Minangkabau Nagari Pagaruyuang. Beliau lahir dari seorang perempuan bernama Hafsah pada hari Sabtu, 10 Februari 1899 bertepatan dengan 30 Ramadhan 1316 H. Mahmud Yunus merupakan anak dari seorang ibu yang buta huruf karena Hafsah tidak pernah mengenyam ilmu pengetahuan melalui bangku pendidikan di desanya. Tetapi kakek Hafsah merupakan seorang ulama terkenal yang bernama Syekh Muhammad Ali yang bergelar Engku Kolok, sedangkan bapaknya bernama Doyan Muhammad Ali.
Meskipun Mahmud Yunus adalah anak dari seorang perempuan yang buta huruf, tapi pada dasarnya beliau merupakan keturunan keluarga ulama yang terkenal. Selain itu, pengetahuannya kemudian terbentuk atas dukungan lingkungan yang ia tempati, yaitu tumbuh dan berkembang di antara keturunan orang-orang yang paham dalam bidang agama, khususnya agama Islam. Oleh karena itu, ia tidak pernah merasakan bangku sekolah pendidikan umum seperti yang didirikan oleh para Belanda pada saat itu. Ia hanya mengikuti asuhan ibunya yang memiliki garis keturunan ulama. Tidak heran bahwa kepintaran itu mengalir pada dirinya sehingga Mahmud Yunus menjadi sosok ulama yang terkenal juga dengan beberapa karyanya.
Sebagai putra kelahiran Minangkabau, Mahmud Yunus pada usia 7 tahun telah melakukan kegiatan yang lazim dikerjakan oleh anak laki-laki Minang pada saat itu, sepeti pergi ke surau-surau untuk melakukan kegiatan belajar dan mengaji. Di sana Muhammad Yunus memperdalam ilmu dasar-dasar Islam di waktu malam hari dari surau satu ke surau yang lain. Pelajaran ini diawali dengan belajar pada kakeknya yang bernama Muhammad Thaher bin Muhammad Ali yang bergelar Engku Gadang yang memiliki Surau Talang. Setelah Mahmud Yunus khatam Alquran, ia diminta oleh kakeknya menjadi guru—membantu mengajari anak-anak di surau, sembari ia mempelajari ilmu-ilmu dasar bahasa Arab (ilmu saraf) kepada kakeknya.
Selain itu, Mahmud Yunus juga mencoba belajar di beberapa tempat seperti sekolah desa, madrasah yang didirikan oleh Muhamamd Thalib Umar tanpa melupakan tugasnya mengajar di surau kakeknya. Dari H. Muhammad Thalib Umar tersebut, Mahmud Yunus menekuni secara mendalam ilmu-ilmu yang diberikan padanya. Sehingga tak heran dalam waktu singkat ia telah mampu mengajarkan kitab-kitab seperti Mahalli, Alfiyah, Jam`ul jawami. Tidak hanya sampai di sini, Mahmud Yunus juga melanjutkan kuliah di Mesir. Dengan ketekunan dan kegigihannya dalam menuntut ilmu, akhirnya beliau memiliki banyak karya tulis dari berbagai bidang keilmuan. Hingga sekarang karya-karya beliau telah diwariskan kepada para intelektual yang haus akan keilmuan Islam.
Karya yang sangat berpengaruh adalah kamus Arab-Indonesia yang telah menjamur di kalangan pondok pesantren. Kamus tersebut menjadi bahan rujukan utama bagi para santri dan santriwati dalam membaca kitab gundul dan kitab tafsir. Selanjutnya kitab tafsir al-Qur`an al-Karim yang menjadi karya populer di kalangan sarjana muslin maupun non-muslim.
Menyukai ini:
Suka Memuat...