Mungkin inilah wujud cinta yang besar dan tulus sebuah komunitas yang terus menerus merasa tidak diuntungkan oleh keputusan orang yang dicintainya namun tetap memberikan cintanya tanpa syarat. Mungkin inilah wujud cinta yang tinggi dan sangat beresiko namun tetap dijalaninya, meski orang yang sangat dicintainya nampak dimatanya tidak memberikan pertolongan apa-apa manakala mereka kerap menjadi korban dari intimidasi dan persekusi musuh-musuh politiknya.
Akan tetapi balasan cinta yang tinggi tidaklah harus diberitakan melalui ucapan, tidak harus diwujudkan melalui tindakan yang dapat dilihat secara kasat mata. Seperti seorang lelaki yang menyintai kekasihnya yang sangat jarang mengatakan cinta dan sangat jarang menunjukkan perhatian di depan mata kekasihnya, namun diam-diam sang lelaki selalu memperhatikan bukan apa yang diinginkan tetapi apa yang dibutuhkan oleh kekasihnya, dan ia berbuat untuk hal itu secara diam-diam tanpa sepengetahuannya. Itulah gambaran antara Ahoker dan Jokowi, Jokowi dan Ahoker.
Ahoker merupakan sekumpulan orang-orang yang sangat mengagumi sosok Ahok yang dianggapnya sangat jujur, cakap bekerja, tegas dan anti kompromi dengan para begundal negara. Mereka terdiri dari orang-orang keturunan warga Tionghoa, non muslim, plus warga negara Indonesia lainnya baik non muslim maupun yang muslim dan moderat. Mungkin penulis termasuk salah satu dari yang penulis sebut terakhir itu, muslim moderat Indonesia pendukung Ahok dan pendukung Jokowi tentunya.
Kecintaan Ahoker pada Ahok telah membuatnya mencintai pula sosok Jokowi yang merupakan sahabat Ahok. Jokowi dikenal oleh para Ahoker bukan hanya sebagai sosok sahabat Ahok, melainkan pula dikenal sebagai sosok pemimpin yang sangat jujur, sederhana, tolerans, rendah hati, penyabar dan pekerja keras sebagaimana Ahok. Akan tetapi karena para Ahoker yang sudah terbiasa melihat Ahok yang selalu tampil berani, tegas dan garang menghadapi para para begundal negara, tidak melihat karakter itu ada pada diri sosok Jokowi yang jika dilihat dari karakter Jokowi lainnya nyaris sama dengan Ahok. Padahal sejatinya menurut hemat penulis dan tentu saja menurut sebagian besar Ahoker lainnya, semua karakter positif Ahok itu nyaris seratus persen sama dengan karakter Jokowi meski dengan kemasannya yang berbeda. Hal itu bisa dilihat bagaimana Jokowi telah beberapa kali menjungkalkan para begundal negara di dalam sel penjara karena kasus korupsi.
Cinta kedua belah pihak (Ahoker dan Jokowi) ini memang sangat dramatis dan mengesankan, seperti sepasang kekasih yang saling menyintai namun kerap terjadi percekcokan. Hari ini memuji Jokowi namun esoknya marah-marah. Esok marah-marah namun esoknya lagi saling rindu dan berpelukan mesra. Percis seperti kemarin sebagian Ahoker marah-marah pada Jokowi dan menyatakan Golput tidak mau lagi mendukung Jokowi gara-gara Jokowi memilih menggandeng KH. Ma’ruf Amin yang dianggapnya sebagai sosok tokoh masyarakat yang pernah “menikam” Ahok kekasih utamanya dengan belati penistaan agama.
Waktu akan terus bergulir, cepat atau lambat sebagian Ahoker yang kecewa, putus asa dan menyatakan golput akan menyadari kesalahannya. Mereka akan mampu memahami jalan cinta Jokowi yang telah menggandeng KH. Ma’ruf Amin sebagai cawapresnya. Mereka akan memahami bahwa Jokowi akan bernasib sama, tragis seperti Ahok manakala Jokowi tidak bersedia menuruti aspirasi Ketua-Ketua Umum Partai Politik yang berkoalisi dengannya. Jokowi sesungguhnya ingin menuruti kemauan Ahoker yang menyintainya, namun apa daya presidential threshold memaksanya untuk menjaga kekompakan partai-partai koalisi pendukungnya, agar Jokowi dapat memenuhi syarat untuk maju kembali sebagai calon presiden yang didukung oleh banyak partai politik peserta Pemilu.
Cinta tak harus dikatakan, perhatian tak harus ditunjukkan, karena cinta tidak di mata melainkan di dalam hati. Pun demikian penulis haqul yakin Ahoker akan tetap mencintai dan memilih Jokowi, dan Jokowipun pasti akan tetap mencintai Ahoker dan mendengar suara batinnya, meski Jokowi akan melakukannya secara diam-diam. Kekesalan sebagian Ahoker pada Jokowi adalah kekesalan sesaat sebagai bentuk perhatiannya pada Jokowi dan Ahok, tetapi saat bening mata mereka menatap indahnya rembulan di kegelapan malam yang akan dilaluinya di hari-hari mendatang, cinta akan menjelaskannya melalui pancaran Cahaya Purnama. Di saat kesadaran muncul seperti itulah Ahoker akan kembali siap memasuki medan pertarungan politik yang sangat menentukan, dan memberikan suaranya untuk kembali memilih Jokowi
Profesi: Advokat KAI (Kongres Advokat Indonesia). dan Penulis, Serta Pemerhati Politik
Menyukai ini:
Suka Memuat...