SUMENEP – H. Zainal Arifin (ZA), Ketua DPRD Sumenep, kini berada dalam pusaran skandal yang mengguncang dunia politik daerah. Dugaan pemerasan yang menyeret namanya kian memanas setelah ia mengabaikan panggilan pertama dari pihak kepolisian. Kini, Polres Sumenep melayangkan panggilan kedua, mengisyaratkan bahwa hukum sedang menekan pintu kekuasaannya.
Kasus ini bermula dari penggerebekan delapan pekerja seks komersial (PSK) di tiga lokasi pada 6 September 2024. Namun, di balik operasi yang diklaim sebagai tindakan penegakan moral, muncul dugaan penyalahgunaan wewenang. ZA diduga meminta uang Rp10 juta dari tiga mucikari dengan ancaman akan memenjarakan mereka jika tidak memenuhi permintaannya.
Salah satu mucikari, Addur, mengaku telah menyerahkan Rp6 juta secara langsung kepada ZA. “Saya sendiri yang menyerahkan kepada Ji Zainal, dan kepala desa Beluk Ares menjadi saksi,” ungkapnya dengan nada kecewa.
Tindakan ini memicu kemarahan aktivis Dear Jatim, M. Ferdi D.H. Ia menegaskan bahwa ZA tidak hanya terlibat dalam pemerasan, tetapi juga melanggar hak asasi manusia dengan mempublikasikan wajah para PSK yang digerebek.
“Ini bukan sekadar kepentingan politik, tapi eksploitasi yang tidak manusiawi. Bagaimana mungkin seorang pejabat publik melakukan hal seperti ini?” tegas Ferdi.
Ferdi kini mendesak PDI Perjuangan untuk segera mencopot ZA dari jabatannya guna menyelamatkan citra DPRD Sumenep yang semakin tercoreng. Selain itu, ia berencana membawa kasus ini ke Badan Kehormatan Dewan (BKD) serta lembaga penegak hukum lainnya agar keadilan bisa ditegakkan tanpa intervensi politik.
Namun, di tengah gelombang tekanan yang semakin besar, ZA memilih bungkam. Upaya wartawan untuk menemuinya di Kantor DPRD Sumenep sia-sia. Bahkan panggilan telepon pun tidak direspons. Publik mulai bertanya-tanya: apakah ZA sedang mencari perlindungan, atau hanya menunggu badai berlalu?
Kini, semua mata tertuju pada kepolisian. Akankah kasus ini benar-benar diproses secara adil, atau akan berakhir sebagai permainan hukum yang kerap terjadi di ranah politik? Ferdi memperingatkan agar kepolisian tidak tunduk pada tekanan politik dan memastikan kasus ini berjalan transparan.
“Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Jangan sampai kepolisian justru terlibat dalam permainan gelap yang melindungi mafia hukum di Sumenep,” tandasnya.
Satu hal yang pasti, badai politik ini belum mereda. ZA kini berada di persimpangan: menghadapi konsekuensi perbuatannya atau terseret dalam gelombang skandal yang bisa mengakhiri karier politiknya.
Jurnalis Serikat News Sumenep, Jawa Timur
Menyukai ini:
Suka Memuat...