Oleh: Hilful Fudhul
Kata Khittah ini sangat terkenal dikalangan kaum nahdliyyin pasca terjadi gejolak internal dikalangan ulama-ulama. Sebelum hadirnya khittah 26, NU memiliki partai sebagai bentuk kendaraan politik kaum nahdiyyin dalam merebut kekuasaan di pemerintahan Indonesia. melalui partai NU ini banyak dari kalangan ulama menempati posisi penting kenegaraan, sampai akhirnya diinternal melalui Gus Dus dan Gus Mus menggalang kekuatan untuk menyuarakan gagasan kembali ke khittah 26.
Gerakan yang dipelopori Gus Dur ini mendapatkan jalannya pada muktamar ke 27 di Situbondo tahun 1984. Sebut saja gerakan ini, mengembalikan NU pada garis perjuangan, nilai-nilai dan jalan yang sudah ditempuh jauh sebelum muktamar ke 27. Anggapan bahwa gerakan ini menutup ruang secara organisasi terlibat pada politik praktis. Sekitar tahun 1952 NU mendirikan partai sendiri setelah keluar dari Masyumi. Kembali ke khittah menjadi babak baru perjuangan orang-orang nahdliyyin dalam memaknai Islam dan politik pada taraf yang paling prinsipil sebagaimana yang sempat dikemukakan oleh KH. Sahal Mahfud bahwa politik ulama adalah politik kenegaraan dan bukan politik praktis.
Hal yang mendasar gerakan khittah adalah titik balik kritik internal NU yang menjadi “elit-elit politik” sehingga tidak menyentuh urusan-urusan umat seperti pendidikan masyarakat melalui gerakan akar rumput dengan instrumen pondok pesantren. Sejak hadirnya khittah NU atau juga dikenal dengan khittah 26 ini mendapat banyak sambutan baik dari seluruh kalangan NU, ini titik balik pemaknaan NU sebagai organisasi kemasyarakatan, keagamaan, kebangsaan dan bukan sebagai organisasi politik. Politik menjadi panglima ketika politik dimaknai sebagai sebuah pandangan kebangsaan, keumatan, kerakyatan dan bukan berorientasi kekuasaan semata dengan diraih dengan segala cara.
Secara politik NU tidak berafiliasi dengan partai politik mana pun, akan tetapi kader-kadernya yang ingin terlibat dalam politik seperti menjadi kader salah satu partai dan menginginkan kursi kekuasaan juga tidak dilarang. Sebab pandangan ini hanya berlaku bagi NU secara organisasi dan bukan sampai mengatur personal kader NU untuk tidak terlibat dalam partai politik.
Akan tetapi seiring dengan perubahan jaman serta pergantian generasi, NU sebagai salah satu dengan pengikut terbanyak di Indonesia dan menjadi salah satu organisasi keagamaan terbesar didunia selalu dilirik sebagai basis massa untuk mendulang suara dalam perebutan kekuasaan.
Setidaknya ada dua partai dengan keterlibatan orang-orang NU paling banyak dibanding dengan partai-partai lain yaitu partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan partai yang didirikan oleh Gus Dur sendiri ialah partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Setidaknya dua partai ini secara struktur maupun kultur berkaitan erat dengan NU.
Pada pemberitaan media massa saat pertarungan politik ditingkat nasional maupun daerah selalu disebut-sebut, dibawa-bawa, ditarik demi mendapat suara dari massa NU. Dengan kekuatan basis massa yang besar dan ketaatan terhadap tokoh-tokoh ulama NU, maka muncul gerakan “sowan” yang dilakukan oleh beberapa tokoh politik dalam rangka meminta restu. Pada tataran tokoh politik yang meminta restu, ulama NU sudah selayaknya merestui siapapun yang mendatanginya dan bukan berarti restu yang diberikan adalah sikap dukungan ulama terhadap tokoh politik tertentu. Pemaknaan ini yang jelas perlu kita luruskan kembali dalam menafsirkan sikap ulama merestui siapapun yang meminta restunya dan bukan lah sikap dukungan.
Dalam beberapa pertarungan politik daerah maupun nasional NU selalu disebut-sebut, bisa kita lihat dari pemberitaan media massa dalam melihat pertarungan pilkada Jawa Timur. Dua tokoh NU yaitu Gus Ipul dan Khofifah Indar Parawangsa sebagai bagian dari NU dan sempat memimpin NU secara strukturan bertarung di pilkada Jawa Timur untuk memperebutkan kursi orang nomer satu di Jawa Timur itu. Pada dasarnya secara organisasi tidak bisa juga ikut membawa struktur ke dalam arah dukungan terhadap salah satu calon walaupun sama-sama lahir dari rahim yang sama dan dibesarkan dari lingkungan yang sama pula. Dan jika pun orang-orang NU ingin terlibat baik menjadi relawan ataupun tim dari salah satu kader yaitu Gus Ipul dan Khofifah bukan menjadi persoalan karena itu adalah sikap individu, selama NU tidak dibawa-bawa secara struktur maka tidak lah mencederai khittah 26 yang perlu sama-sama dijaga.
Jika ada gerakan yang membawa arus politik praktis pada tubuh internal NU adalah gerakan yang tidak menghormati khittah 26 yang telah digagas oleh ulama-ulama terdahulu. Maka, sudah sewajarnya kita sebagai kader sama-sama menjaga marwah perjuangan NU sejak pertama kali didirikan. Selain mencederai khittah, gerakkan membangun gerbong politik pratis di internal adalah gerakan mengkerdilkan NU sebagai ormas yang mengusung politik kebangsaan yaitu politik yang menjaga persatuan dan kesatuan umat dalam berbangsa dan bernegara.
Ada hal yang lebih penting yang dilakukan oleh NU dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta arus perkembangan globalisasi yaitu menangkal paham-paham Islam dengan menampakkan wajah yang marah melalui Islam yang ramah dan toleran. Dan dalam setiap pertarungan politik kekuasaan hal yang lebih mulia untuk dilakukan oleh orang NU adalah menjaga persatuan dan kesatuan umat agar tidak terpecah bela, apalagi jika mengacu pilkada DKI isu agama menguat pada salah satu calon gubernur yang dianggap menistakan agama. Sehingga menuju pilkada DKI, umat Islam secara massa berdemonstran menolak salah satu tokoh politik yang juga mencalonkan diri di pilkada DKI.
Pada setiap konstelasi politik daerah maupun nasional, NU lebih menunjukkan sikap memihak persatuan dan keutuhan umat dari pada memaksa diri merebut kekuasaan sehingga dapat memantik perpecahan. Jangan ada kepentingan merebut kekuasaan dengan membawa-bawa arah bahwa tokoh-tokoh NU distruktur mendukung salah satu calon, apalagi menjual nama NU untuk kepentingan sesat.
*Penulis Anggota LAKPESDAM PCNU Kota Yogyakarta
SerikatNews.com adalah media kritis anak bangsa. Menyajikan informasi secara akurat. Serta setia menjadi platform ruang bertukar gagasan faktual.
Menyukai ini:
Suka Memuat...