SERIKATNEWS.COM – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta pemerintah dan DPR RI menunda pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Komisioner Komnas HAM bidang pengkajian dan penelitian, Choirul Anam, dalam konferensi pers di kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (19/9/2019), mengatakan bahwa lebih bijak apabila RKUHP terlebih dahulu diperbaiki sebelum disahkan.
“Permintaan kita konkret saja, kami dari Komnas HAM menilai lebih bijak RKUHP ditunda saja dan diperbaiki, tidak segera disahkan. Kalau dijadwalkan di DPR ya kami berharap Presiden Jokowi tidak segera tandatangan,” ujar Choirul Anam.
“Kami dari Komnas HAM percaya kalau masih punya niat baik meletakkan pemidanaan ini, tunda saja dua atau tiga bulan lagi. Kan enggak semuanya yang harus diperbaiki, ada catatan yang belum bagus,” imbuhnya.
Choirul mencontohkan, salah satu pasal yang bermasalah yakni ketentuan penerapan hukuman mati yang masih diatur RKUHP. Menurut Anam, hukuman mati yang digunakan dalam sanksi pidana tidak akan membuat kejahatan berhenti.
“Nah ini, kalau Komnas HAM tidak kompromi soal ketentuan penerapan hukuman mati. Kenapa kami berseberangan, karena pada praktiknya hukuman mati tidak menimbulkan efek jera,” ujar Anam.
Pasal 98 draf terbaru RKUHP menyatakan, pidana mati dijatuhkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dan mengayomi masyarakat. Kemudian Pasal 100 ayat (1) mengatur hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun.
Masa percobaan dapat diputuskan hakim jika terdakwa menunjukkan rasa menyesal dan ada harapan untuk diperbaiki, peran terdakwa dalam tindak pidana tidak terlalu penting atau adanya alasan yang meringankan. Menurut Anam, ketentuan penerapan hukuman mati dalam RKUHP tidak juga menimbulkan pengurangan kejahatan.
“Ini juga bertentangan dengan paradigma melawan kejahatan ya bukan dengan cara melakukan pelanggaran. Itu paradigma yang dibangun dalam konteks hukuman mati,” imbuhnya.
Ketentuan pidana mati dalam RKUHP, seperti diungkapkan Anam, dinilai bertentangan dengan sejumlah ketentuan HAM internasional. Apalagi, Indonesia sudah meratifikasi konvenan internasional tentang hak sipil dan politik. Ia menyebutkan, dalam konvenan tersebut dinyatakan bahwa hak hidup merupakan hak asasi manusia yang tidak bisa dikurangi.
“Kemudian Indonesia juga meratifikasinya melalui Undang-Undang No. 12 tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights,” pungkas Anam.
SerikatNews.com adalah media kritis anak bangsa. Menyajikan informasi secara akurat. Serta setia menjadi platform ruang bertukar gagasan faktual.