SERIKATNEWS.COM – Pakar Penyakit Dalam Spesialis Paru-Paru (Internis Pulmonologist) Universitas Gadjah Mada (FKKMK UGM) dr Sumardi, Sp PD,KP, FINASIM, mengatakan terapi plasma darah atau terapi konvalesen (convalescent) saat ini menjadi salah satu terapi alternatif dalam mengobati pasien positif virus korona (COVID-19) di sejumlah negara. Menurutnya, terapi ini telah lama digunakan sebagai metode pengobatan penyakit akibat infeksi.
Sumardi mengatakan bahwa terapi ini digunakan misalnya saat pandemi Flu Spanyol pada tahun 1900-an. Selain itu juga pengobatan difteri, flu burung, flu babi, ebola, SARS, dan MERS. Dalam pengobatan pasien virus korona, terapi dilakukan dengan menggunakan plasma darah pasien positif korona yang sudah sembuh. Plasma darah yang terdapat antibodi tersebut ditransfusikan ke pasien Korona yang masih sakit.
“Jadi plasma darah yang mengandung antibodi dari pasien yang sembuh diberikan pada orang-orang yang masih sakit,” jelasnya dalam keterangan tertulis yang dikirim Humas UGM, Rabu (1/7/2020).
Meski begitu, Sumardi menyebut bahwa terapi plasma konvaselen ini masih terbatas untuk uji klinik. Demikian halnya dengan pengobatan virus korona yang digunakan di beberapa negara masih sebatas uji klinis, termasuk di Indonesia. Keberhasilan terapi ini juga masih terbatas pada jumlah pasien yang sedikit.
“Contohnya di rumah sakit Shenzhen, China. Dalam terapi plasma konvaselen yang dilakukan pada 5 pasien Korona dengan alat bantu pernapasan/ventilator, dilaporkan dapat mempercepat penyembuhan 1 orang pasien. Sementara tiga orang lainnya menunjukkan proses penyembuhan yang tergolong lambat dan 1 orang meninggal dunia,” jelas Sumardi.
Lebih lanjut, Sumardi menjelaskan terdapat sejumlah syarat khusus yang harus dipenuhi untuk melakukan transfusi konvaselen, di samping syarat umum untuk transfusi darah. Syarat khusus tersebut salah satunya pendonor merupakan pasien positif Korona yang telah dinyatakan sembuh. Berikutnya, pendonor harus terbukti memiliki antibodi terhadap Korona dalam kadar yang cukup.
“Plasma yang diambil sekitar 400 milimeter dengan memakai metode plasmapheresis yakni hanya mengambil plasma dari sel darah merah saja. Pemberian plasma darah ini sebanyak 2 kali sehari pada pasien COVID-19,” terangnya.
Dalam pengambilan plasma, lanjut Sumardi, lebih baik dilakukan pada pendonor yang merupakan pasien Korona yang sudah sehat dan berjenis kelamin laki-laki karena tidak memiliki antigen HLA. Sebab antigen HLA dapat menimbulkan reaksi atau masalah bagi penerima donor.
“Terapi plasma konvaselen tidak diberikan kepada semua pasien positif korona. Terapi ini hanya diberikan untuk pasien dengan gejala berat atau kondisi kritis. Diberikan pada pasien dengan gejala berat untuk membantu mempercepat penyembuhan, bukan untuk pencegahan. Namun terapi plasma konvaselen ini menjadi alternatif pengobatan hingga ditemukan vaksin,” pungkasnya.
SerikatNews.com adalah media kritis anak bangsa. Menyajikan informasi secara akurat. Serta setia menjadi platform ruang bertukar gagasan faktual.