SERIKATNEWS.COM – Pemilihan Presiden Amerika Serikat (Pilpres AS) 2020, tengah berlangsung pada 3 November 2020 untuk menentukan “penghuni” Gedung Putih berikutnya. Akankah Donald Trump mempertahankan posisinya di sana, atau justru Joe Biden yang kembali masuk Gedung Putih untuk ketiga kalinya namun dengan status sebagai Presiden Amerika Serikat terpilih?
Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute, Dr. Gun Gun Heryanto M.Si., menjelaskan bahwa diskusi Pilpres Amerika 2020 penting untuk dibahas berdasar pada dua alasan. Pertama, untuk memahami sistem politik terutama mekanisme pemilu di negara lain seperti Amerika. Ini menjadi bagian dari perhatian The Policy pada literasi politik. Kedua, posisi Amerika dan Indonesia kerap terhubung dalam hal relasi kuasa antar kedua negara.
“Oleh karenanya, penting memahami geopolitik dari potensi keterpilihan Capres Amerika 2020 untuk menelaah konsekuensinya bagi Indonesia ke depan,” ujar Dr. Gun Gun Heryanto M.Si., Selasa (3/11/2020).
Dalam Pilpres Amerika 2020 ini, Donald Trump dari Partai Republik tetap menggandeng Mike Pence sebagai wakil pada kontestasi keduanya. Trump juga masih meneruskan kampanye besarnya dengan slogan Keep America Great. Sedangkan Joe Biden adalah kandidat dari Partai Demokrat yang memilih Kamala Harris sebagai wakilnya dengan slogan Build Back Better.
Jika melihat jajak pendapat nasional sementara, Joe Biden lebih unggul daripada Donald Trump. Per Senin (2/11/2020) pukul 16.00 WIB, BBC mencatat hasil bahwa Biden memperoleh 52 persen, sementara Trump 43 persen.
Data lain dari menunjukkan bahwa Biden tetap unggul, di antaranya: NBC/WSJ, Biden 52% Trump 42%; Fox News, Biden 52% Trump 44%; CNN/SSRS, Biden 54% Trump 42%; IPSOS/REUTERS, Biden 52% Trump 42%; dan dari Qunnipiac University menyuguhkan hasil Biden 51% Trum 41%.
Berdasarkan hasil poling nasional di atas dan bila dikonversi ke dalam Electoral College (Dewan Pemilih), maka simulasi CNN menunjukkan Biden meraup 203 suara, sedangkan Trump 125 suara. Sisanya adalah 210 suara sebagai arena pertarungan bebas (battleground) dari total 538 suara Electoral College.
Meskipun hasil polling dan simulasi Electoral College menunjukkan kemenangan Biden, tetapi sejumlah kasus justru menunjukkan sebaliknya, seperti yang terjadi pada periode 2000. Waktu itu Bush kalah dalam pemilu melawan Al Gore yang mendapat 51 persen suara. Namun, Bush keluar sebagai pemenang di Electoral College dengan 271 melawan 266 yang akhirnya mengukuhkan dirinya sebagai Presiden AS.
“Sejarah itu kembali terulang ketika Trump memenangkan Pilpres AS pada 2016 lalu. Trump memang kalah jumlah popular vote dari Hillary Clinton dengan selisih hampir tiga juta suara. Namun dia tetap memenangkan pilpres dan menjadi presiden AS setelah meraih 304 suara elektoral,” jelas Dr. Gun Gun Heryanto M.Si.
Selain dari Electoral College, ada mekanisme early voting di AS. Warga AS bisa memilih sebelum waktu resmi pemilihan. Sejauh ini, data pemberitaan CNN menunjukkan lebih dari 91,6 juta warga AS telah memberikan suaranya. Tingginya partisipasi jenis ini juga dipengaruhi oleh situasi Pandemi Korona yang melanda negeri Paman Sam.
“Hasil survei dari Edison Research di semua 50 negara bagian dan Washington DC, dan Catalist, suara ini mewakili sekitar 43 persen dari pemilih yang terdaftar secara nasional,” imbuh Dr. Gun Gun.
Menurutnya, terlepas dari semua dinamika dan prediksi tentang siapa yang akan berhasil memegang kunci The Oval Room nanti, isu penting lain yang tak kalah krusial untuk diperbincangkan adalah tentang substansi kampanye kedua kandidat tersebut bagi Amerika sendiri maupun dunia.
“Pada akhirnya, siapa pun yang terpilih, diharapkan dapat menciptakan kestabilan iklim politik juga kondisi ekonomi global yang sehat, dan dapat berdampak positif bagi Indonesia secara khusus,” pungkas Dr. Gun Gun.
SerikatNews.com adalah media kritis anak bangsa. Menyajikan informasi secara akurat. Serta setia menjadi platform ruang bertukar gagasan faktual.