Yogyakarta, Serikatnews.com – Maritim Research institute (MARIN Nusantara) melalui wakil direkturnya, Efraim Rompon mengapresiasi langkah Presiden Jokowidodo melalui Kementerian Kordinator Bidang Kemaritiman mengenai Peta Baru Indonesia. Menurutnya, khususnya tentang perubahan laut cina selatan menjadi laut natuna utara ini tidak serta merta merubah nama kawasan Laut Cina Selatan secara menyeluruh, namun berlaku hanya pada kawasan perairan yang memang menjadi wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia yang berada 200 mil dari garis pantai terluar berdasarkan UNCLOS (konvensi PBB tentang hukum laut) dan hukum internasional, hal ini juga diperkuat dengan putusan Permanent Court Arbitration (PCA) bahwa konsep sembilan garis putus-putus yang dibuat oleh RRT tidak diakui.
Dengan peta baru ini, “Indonesia Menjadi Patronisasi di tengah gejolak pertarungan global yang sangat sengit, Indonesia mengirimkan pesan kepada dunia Internasional tentang bagaimana komitmen kuat pemerintah Indonesia dalam menciptakan kepastian hukum Internasional dan mengajak negara-negara lainnya menseragamkan prespektif dalam meredam konflik akibat batas teritori sehingga nantinya tidak terjadi lagi gesekan akibat saling klaim wilayah sehingga terciptanya kestabilan di kawasan tersebut. Hal ini juga harus seiring sejalan dengan sikap antar negara yang saling menghormati kemerdekaannya, kedaulatannya dan hak berdaulat masing-masing negara”. Ujar Efraim Rompon kepada media, Jum’at (28/07/2017).
Dengan Perubahan Peta Indonesia ini lanjut Efaim, “sesungguhnya Indonesia tengah membangun salah satu pondasi kuat dalam rangka memperkokoh visi besar Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia.
Efraim memprediksi dengan perubahan peta Indonesia kedepan akan mendapatkan beberapa dampak yang bersifat positif yaitu yang pertama tentang Kejelasan wilayah dapat memberikan arah dan batasan wialayah, sejauh mana kita harus memaksimalkan potensi Sumber Daya Alam (SDA) kita untuk di manfaatkan . Data yang kami himpun memberikan gambaran besarnya potensi SDA di laut Natuna saat ini, misalnya dari sektor perikanan laut yang mencapai lebih dari 1 juta ton per tahun dengan total pemanfaatan hanya 36%, ditambah dengan potensi keberadaan Ladang gas dan minyak bumi D-Alpha yang terletak 225 km di sebelah utara Pulau Natuna (di ZEEI) dengan total cadangan 222 trillion cubic feet (TCT) dan gas hidrokarbon yang bisa didapat sebesar 46 TCT yang merupakan salah satu sumber terbesar di Asia”.
Yang kedua Dampak kemudahan Pelayaran dan Navigasi. “Dengan peta baru ini saya kira kapal-kapal yang akan melewati daerah perairan tersebut mengetahui pasti dimana posisi dan keberadaan mereka. Hal ini terasa penting mengingat perairan di wilayah Laut Natuna Utara adalah jalur utama perdagangan yang sangat padat dan juga merupakan wilayah terdepan Indonesia serta fungsinya sebagai jalur ALKI . Tercatat hampir 50.000 kapal lebih yang melewati perairan ini dengan nilai ekonomi sebesar 5,3 Triliun Dollar atau setara 30% dari total perdagangan dunia. Untuk itu kepastian wilayah ini tentu akan menjadi acuan dalam mengamankan kawasan perairan Laut Natuna Utara yang menjadi hak berdaulat Indonesia agar terciptanya stabilisasi dalam semua sektor di regional maupun kawasan”, Tutup Efraim.
*Peneliti / Wakil Direktur Maritim Research Institute (MARIN Nusantara)
SerikatNews.com adalah media kritis anak bangsa. Menyajikan informasi secara akurat. Serta setia menjadi platform ruang bertukar gagasan faktual.
Menyukai ini:
Suka Memuat...