SERIKATNEWS – Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Demokrasi (GMPD) Kabupaten Sumenep kepung kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat, Kamis (20/2/2020).
Pantauan Serikatnews, massa aksi merapat ke lokasi sekitar pukul 10.30 WIB dan dijaga oleh puluhan aparat keamanan, antara lain kepolisian, Satpol PP, Linmas. Mereka berbaris di pintu masuk kantor KPU dan tidak memperkenankan massa aksi masuk ke lokasi.
Kedatangan mereka mempertanyakan tes tulis PPK yang seharus sesuai dengan PKPU No 03 Thn 2013 Pasal 17 bagian ke 4 terkait materi seleksi tes tertulis, meliputi: a. Kemampuan Kepemiluan b. Kemampuan Kewilayahan tidak ada kebangsaan, sementara salah satu Komisioner KPU Sumenep menyatakan, peserta tes tulih memiliki kemampuan kepemiluan, kemampuan kewilayahan dan kebangsaan.
“Lantas dasar PKPU yang mana dipakai kemisioner kok bisa ada kebangsaan?” ungkap Koorlap Aksi GMPD Sumenep, Imam Hanafi.
“KPU adalah tonggak demokrasi, KPU adalah pintu keadilan. Malah melakukan kejanggalan-kejanggalan yang disengaja. Seperti lolosnya Caleg 2019 dikecamatan Guluk-Guluk dan Kecamatan Manding. Makanya, maskot yang di pakai KPU Sumenep ‘si Jambul’ telah mati. Ini berarti juga matinya keadilan, kejujuran, dan meresotnya Integritas, Profesionalitas, serta moralitas Komisinor KPU Sumenep,” imbuhnya lantang.
Sejumlah aktivis Gerakan Masyarakat Peduli Demokrasi (GMPD) Sumenep itu menyatakan mosi bahwa KPU telah gagal memimpin demokrasi. Dengan alasan, pertama, karena proses rekrutmen PPK 2020 diduga sarat dengan kepentingan banyak oknum.
Kedua, Komisioner KPU dinilai tidak transparan dalam proses pelolosan 10 besar anggota PPK 2020. “Indikasi mereka meloloskan orang ini apa saja? Kenapa nilai tes tulis tidak muncul,” tanya dia.
Dirinya mengutarakan, sebagai pendaftar, dirinya berhak mengetahui nilai dari keseluruhan tes yang dilakukan KPU dalam perekrutan PPK 2020.
“Karena kami sebagai pendaftar, kami punya legal standing dan berhal mengetahui nilai kami. Nilai kami itu berapa? Walaupun benar rendah tidak jadi persoalan, yang penting ditunjukkan oleh KPU,” pintanya.
Rekrutmen Ludruk
Bahkan, lanjut Imam, keputusan KPU menurutnya sangat lucu ketika ‘seorang’ yang telah terlibat dalam pemilihan Legislatif tahun 2019 silam masih dinyatakan bisa mendaftar. Tapi ketika yang bersangkutan mendaftardan lolos di 10 besar, lalu dicoret oleh KPU karena banyak yang menyoroti.
Mereka menilai proses perekrutan PPK Pilbup 2020 ini hanya ludruk (sandiwara, red) belaka. Karena sebelum munculnya 5 besar PPK, kata Imam, pihaknya mengaku sudah punya data PPK yang diduga pasti akan lolos di hampir semua kecamatan, bahwa Si A dan Si B sudah dipastikan menjadi PPK untuk Pilbup, 2020.
Imam lalu menyebutkan, ternyata orang yang diduga telah dipesan menjadi PPK 2020 tersebut betul-betul lolos sebagai PPK. “Berarti proses perekrutan termasuk tes tulis itu kan nyata ludruk belaka, walaupun tidak punya kemampuan apa-apa,” bebernya.
Sesuai dengan UU No 10 Tahun 2016 dan demi integritas dan moralitas politik Sumenep, menurutnya, KPU perlu melakukan rekrutmen PPK ulang.
Lolosnya sejumlah oknum tersebut ditengarai karena kedekatan mereka secara emosional dengan beberapa oknum di KPU, dan juga karena sama-sama aktif di salah satu organisasi. “Artinya, mereka sudah nepotisme, kongkalikong,” katanya.
KPU: Rangkap Jabatan PPK Tak Masalah
Setelah melakukan audiensi di KPU, massa aksi lanjut melakukan unjuk rasa ke Kantor Kemenag Sumenep.
“Kami akan menuntut Kemenag agar segera mengeluarkan surat edaran terkait double job itu. Karena 2016 kemarin, dalam masalah yang sama, Kemenag itu sudah mengeluarkan surat edaran bahwa tidak boleh guru sertifikasi itu double job,” paparnya.
Hal tersebut katanya agar proses demokrasi di Kota Keris ini berjalan profesional. “Kan ndak mungkin mereka (yang double job, red) itu punya waktu lebih dari kita. Waktu kita dalam sehari sama 24 jam, tidak mungkin bertambah,” tandasnya.
Massa aksi ditemui oleh Komisioner KPU Divisi Teknis dan Penyelenggaraan Pemilu, Dr Rahbini dan Divisi Hukum KPU, Deki Prasetia Utama.
Menanggapi pernyataan tersebut, Dr Rahbini menyatakan bahwa pihaknya telah bekerja secara profesional dan netral sesuai regulasi dan perundang-undangan yang ada.
“Apa pun aspirasi dari masyarakat, kami akan selalu terbuka, kami akan tampung semuanya, dan sudah kami respon itu tadi bahwa tudingan-tudingan itu hanya asumsi, bukan fakta yang sebenarnya,” ujar Rahbini kepada Serikatnews di ruangannya usai menemui massa aksi.
Terkait permasalahan double job PPK yang lolos 10 besar menurutnya itu bukan tanggungjawabnya sebagai komisioner penjaringan PKK 2020. “Itu tidak masalah, cuma di situ diatur, PPK itu harus siap bekerja sepenuh waktu, dibuktikan dengan surat pernyataan pakta integritas,” katanya.
Jadi, sambung Rahbini, ketika nanti mereka pada tahap pelaksanaan tidak dapat bekerja sepenuh waktu, maka pihaknya akan melakukan PAW terhadap yang bersangkutan. Dengan alasan, tidak sesuai dengan pernyataan dalam pakta integritas.
Sementara terkait dugaan ketidaksesuaian isi materi dalam tes tulis, Rahbini menyatakan, bahwa seluruh isi materi tes yang diujikan telah sesuai dengan amanat UU No 10 Tahun 2016.
Saat ditanya kenapa nilai tes tulis tidak diinformasikan kepada publik, pihaknya mejawab bahwa hasil tes 10 besar katanya tidak untuk dikonsumsi khalayak umum. Hanya boleh diketahui oleh yang bersangkutan.
“Kenapa tadi kami tidak melayani langsung saat audiensi (?), karena suasananya sangat tidak kondusif. Saat ini itu berkasnya ada di sekretaris penanggungjawab dokumen negara itu,” tukasnya.