Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang telah menetapkan 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir (Harlah) Pancasila sesuai Keppres Nomor 24 tahun 2016 memiliki dasar pijakan historis dan yuridis yang jelas. Untuk itu, seluruh rakyat Indonesia diminta untuk merayakan peringatan Harlah Pancasila, yang kini menjadi hari libur nasional, dengan penuh khidmat.
Dasar historis dan yuridis Harlah Pancasila, antara lain sidang BPUPK pada 29 Mei hingga 1 Juni 1945 dengan agenda tunggal khusus membahas tentang apa dasar negara Indonesia jika merdeka kelak. Bung Karno sebagai anggota resmi BPUPK untuk pertama kali di depan sidang pada 1 Juni 1945 menyampaikan pandangan dan gagasannya tentang lima prinsip atau dasar bagi Indonesia merdeka.
Namun, hingga kini Indonesia belum sepenuhnya merdeka, sebagaimana yang dapat kita saksikan bahwa kondisi bangsa kita saat ini seperti ini adanya yang masih jauh dari esensi kata merdeka. Bangsa Indonesia sedang galau karena sejak era reformasi, pemerintah belum mampu dan masih mencari arah untuk menerapkan strategi penghayatan dan pengamalan nilai-nilai pancasila kepada rakyat sebagai ideologi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan baik. Kondisi itu ditambah lagi dengan berkembangnya zaman yang semua informasi dapat diakses dengan mudah, sedangkan teknologi informasi tersebut banyak digunakan oleh oknum-oknum yang mempropaganda paham-paham anti pancasila dan sebagai alat penyebaran hoax.
Telah sekian lama pancasila “terasingkan” dalam kehidupan bangsa Indonesia, kini pancasila masih menjadi dokumen sejarah dan menjadi “teks mati”, pancasila hanya tulisan yang tertempel di dinding-dinding ruangan dan hanya menjadi bacaan formalitas pada upacara pengibaran bendera. Tidak dapat dipungkiri jika generasi bangsa mulai tergerus oleh pengaruh ideologi barat (liberal) dan ideologi radikal yang cenderung pada tindakan terorisme, ironisnya sebagian masyarakat tidak mempercayai pancasila dan menginginkan NKRI bersyariah. Itulah sebab jika nilai-nilai pancasila tidak diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini diperkuat dengan survei yang dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia yang menyurvei masyarakat dalam rentan waktu 13 tahun mengenai persepsi masyarakat terhadap Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia. Alhasil, masyarakat yang pro terhadap Pancasila dalam kurun waktu 13 tahun terakhir justru menurun. Sebaliknya yang pro NKRI bersyariah meningkat.
Hasilnya survei diketahui bahwa publik yang pro terhadap Pancasila telah menurun sebesar 10% sejak 2005. LSI Denny JA pernah melakukan serupa pada 2005, hasilnya kala itu bahwa 85,2% masyarakat masih mendukung Pancasila sebagai ideologi bangsa. Sementara di tahun 2018 lalu berada pada angka 75,3%.
Terlebih lagi, berdasarkan hasil survei Alvara Research yang dilakukan di enam kota yakni Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar, sekitar 19,4 persen terindikasi anti-Pancasila.
Survei yang dilakukan sejak 10 September sampai 5 Oktober 2017 ini mengambil 1.200 responden dari kalangan PNS, swasta/profesional dan di BUMN, dengan rentang usia 25 tahun-40 tahun, sungguh ironis bukan.
Pancasila diidentikkan dengan politik kekuasaan orde baru, sebuah pemahaman yang keliru bahkan salah kaprah karena pancasila merupakan ideologi dan falsafah negara yang digali dari warisan budaya bangsa oleh para pendiri NKRI. Sila-sila pancasila tercantum dalam alinea IV pembukaan UUD 1945 dan disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Maka, untuk menghidupkan kembali nilai-nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, diperlukan gerakan-gerakan yang menyentuh semua lapisan masyarakat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui upaya gerakan literasi pancasila, serta mewajibkan ASN ikut andil dalam upacara bendera Hari Lahir Pancasila 1 juni 2019. Sebagaimana Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mengimbau seluruh lembaga negara dan pemerintah daerah (Pemda) seluruh Indonesia untuk melaksanakan upacara bendera dalam rangka memperingati Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni mendatang.
Imbauan termaktub dalam surat edaran perihal pedoman peringatan Hari Lahir Pancasila, 1 Juni. Surat bernomor B.116/Ka.BPIP/05/2019 itu ditandatangani Pelaksana tugas Kepala BPIP Hariyono.
Minimnya Budaya Literasi
Sebuah penelitian melaporkan bahwa Indonesia dalam budaya literasi ditempatkan pada posisi 60 dari 61 negara. Itu artinya Indonesia setingkat lebih tinggi dari Botswana, sebuah negara miskin di Afrika. Penelitian di bidang literasi yang dilakukan oleh Central Connecticut State University di New Britain, Conn, Amerika Serikat, menempatkan lima negara pada posisi terbaik yaitu Finlandia, Norwegia, Islandia, Denmark, dan Swedia.
Melihat data di atas tampaknya kita sebagai bangsa Indonesia khususnya generasi muda bangsa harus bekerja ekstra keras dalam membangun budaya literasi. Dalam konteks kekinian, budaya literasi menjadi hal yang urgen untuk kemajuan suatu bangsa. Makna literasi sendiri kini harus dikembangkan lagi, bukan hanya sekedar tulis-menulis tapi juga melek teknologi, bersikap kritis logis, peka terhadap situasi bangsa serta pandai memilah dan memilih informasi. Dengan berbekal kemampuan tersebut, maka negara Indonesia akan menjadi lebih baik dalam pengembangan di berbagai sektor.
Penulis sangat mengapresiasi strategi dalam menumbuhkan kembali semangat budaya literasi yang mulai digalakkan oleh beberapa kalangan pegiat literasi. Bertepatan hari lahirnya pancasila 1 Juni 2019 mendatang dengan penuh semangat perjuangan para perumus Pancasila merupakan yang dilakukan pemerintah adalah sebuah inovasi cemerlang dan strategi jitu teruntuk generasi muda dalam pembangunan budaya literasi sangat diharapkan bagi bangsa.
Membumikan Pancasila
Kondisi saat ini memang sangat mengkhawatirkan karena masyarakat yang jangankan memahami, menghayati, apalagi mengamalkan nilai-nilai pancasila, bunyi sila-sila dan lambang pancasila saja tidak banyak sekali hafal. Memang menghafal tidak terlalu penting khususnya para lansia yang ingatannya tak lagi sempurna. Tapi logikanya, jika teks pancasila saja tidak hafal lalu bagaimana dapat bersikap dan berlaku sesuai nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila?
Ironis memang, seorang tokoh masyarakat di negeri tercinta ini “ngawur” dalam bersikap memaknai pancasila dan mengartikan pancasila semaunya sendiri. Belum lama dan mungkin masih terngiang di telinga kita bahwa ada kasus orang yang “iseng” menghina pancasila, ada juga foto-foto pemuda yang sempat viral di media sosial yang menduduki patung pahlawan dan ada juga seorang tokoh publik yang berkata “Pancasila Sukarno, Ketuhanan ada di pantat; Pancasila Piagam Jakarta di kepala Saudara,” bahkan foto anak sekolah dasar (SD) sedang upacara bendera dan menuliskan keterangan, Pancasila Sila ke Lima kebohongan bagi seluruh masyarakat Baubau.
Kasus seperti ini terlihat sepele, tapi sangat membahayakan bagi bangsa karena generasi muda saat ini mengalami kemerosotan moral, bahkan mencapai titik terendah dengan kata lain kehilangan identitasnya.
Maka dari itu, semangat membangun kembali budaya literasi, melalui gerakan-gerakan literasi pancasila dapat memberikan dampak baik bagi masyarakat Indonesia dalam pengetahuan dan pemahaman tentang nilai-nilai pancasila, sehingga masyarakat dapat memahami, menghayati, mengamalkan, serta melestarikan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Upaya ini akan terealisasi dengan melibatkan semua pihak untuk selalu menyadari akan pentingnya ideologi pancasila bagi kemajuan bangsa Indonesia.
Rendahnya pemahaman masyarakat khususnya generasi muda harus menjadi perhatian bersama terutama pemerintah dalam menentukan dan memutuskan suatu kebijakan baiknya didasari dengan kemaslahatan rakyat, melalui sistem pendidikan yang mengembalikan semangat kewarganegaraan seperti bela negara dan juga penanaman nilai-nilai pancasila dalam jiwa generasi muda bangsa adalah tugas kita bersama bukan hanya pemerintah. Momen hari lahir pancasila 1 Juni ini mari kita bangun kembali semangat budaya literasi untuk mewujudkan masyarakat yang “kembali” pada ideologi pancasila sehingga dapat bersikap pancasilais.
Pegiat Literasi dan Asisten Ahli Bidang Kelembagaan KPI Pusat