Perilaku para veteran Amerika yang pernah menjadi tahanan pada perang Korea benar benar aneh. Meskipun sudah kembali ke Amerika, mereka masih saja mengaku bahwa dirinya komunis. Paham itu begitu melekat di benak mereka, dan sungguh dipercayainya. Kok bisa ?
Ceritera demi ceritera dirangkai. Ternyata ketika berstatus tahanan perang, mereka sering kali dibawa ke suatu pintu kematian, lalu tiba tiba “diselamatkan”. Si juru selamat tentu seorang komunis. Interkoneksi stimulus-respon ini diulang-ulang dalam jangka panjang, hingga melahirkan pengertian baru dalam pikirannya, bahwa komunis itu baik, komunis itu menyelamatkan, bahwa komunis itu selalu menghindarkan(ku) dari kematian. Bukankah pikiran yang diulang ulang akan menjadi keyakinan? Edward Hunter (1950) menamai fenomena itu sebagai brainwashing.
Hunter menarasikan brainwash sebagai “Mengubah pikiran secara radikal sehingga pemilik pikiran tersebut menjadi boneka hidup –robot manusia- dengan sebentuk kejahatan yang tidak terlihat dari luar. Tujuannya adalah menciptakan sebuah mekanisme dalam daging dan darah, menjadi dorongan keyakinan baru dan proses berpikir baru yang diselipkan dalam tubuh yang tertawan itu. “ (Taylor, 2004).
Dari pengertian itu kita menjadi tahu, bahwa para teroris, bomber, pengacau, selain dafacto mereka ini pelaku, tetapi mereka juga adalah korban.
Proses brainwash menurut berbagai sumber ada puluhan cara, tetapi bisa digolongkan menjadi tiga langkah besar. Pertama, uninstall old beliefe –mencopot kepercayaan lama. Kedua preparation to install– persiapan untuk instalasi paham baru. Ketiga Reborn-lahir kembali sebagai manusia baru.
Berita baiknya disampaikan Robert Jay Lifton dalam bukunya yang berjudul Thought Reform and the Psychology of Totalism: A Study of Brainwashing in China. Ia menuliskan, mereka yang memahami apa itu brainwash, resistensi akan meningkat. Dengan kata lain, mereka yang memahami mekanisme brainwash maka ia semakin sulit di brainwash. Point pentingnya adalah bahwa tulisan ini diharapkan akan menjadi bagian dari edukasi anti cuci otak agar resistensi masyarakat meningkat.
Mari kita kenali mekanismenya. Pertama, uninstall old beliefe bertujuan untuk merontokkan keyakinan-keyakinan yang sudah lama melekat dalam hidup si korban. Keyakinan ini bisa agama, ideologi, kepercayaan, bahkan nama yang sudah dibawa sejak bayi. Pada tahap ini akan terjadi serangan intensif pada identitas diri korban. Jika identitas diri berhasil digoyahkan maka proses berikutnya akan lebih mudah.
Setelah itu dimunculkannya rasa bersalah yang terusmenerus dieskalasi sampai memuncak. Contohnya: rasa bersalah telah memeluk agama tertentu, rasa bersalah telah aktif dikegiatan tertentu yang sengaja dibesar besarkan. Orang yang identitas dirinya sudah goyah, akan semakin gampang ditumbuhkan rasa bersalahnya. Pelan pelan korban dituntun untuk mulai mengkhianati diri, keluarga, institusi. Sampai pada titik tertentu korban akan mencapai kondisi breaking point. Sebuah kondisi blank, terpuruk, merasa bersalah, merasa sendiri, kesepian dan tanpa identitas.
Mekanisme berikutnya disebut preparation to install, yaitu menyiapkan korban untuk siap di-install dengan paham paham baru. Dimulai dengan menawarkan “kebaikan”: yang disebut “politik teh manis”, sok empaty menanyakan hobi, makanan yang disukai, menanyakan seberapa rindu dengan keluarga dan “kebaikan” sejenis.
Peristiwa berkali kali “diselamatkan” dari gerbang kematian adalah aplikasi politik teh manis bagi tahan Amerika. Langkah ini dimanfaatkan untuk mengintrodusir konsep juru selamat dan memunculkan sikap balas budi pada diri korban. Ketika perasaan korban berayun ayun dalam kebencian, ketidak percayaan, krisis identitas dan di saat yang sama munculnya pahlawan baru dalam hidupnya, ia berada pada kondisi blank state. Kondsi inilah yang dicari para brainwasher untuk menginstalasi paham baru kepada korban.
Kemudian kepada para korban mulai diinduksikan perasaan bersalah atas kondisi saat ini. Bahwa semua perasaan terpuruk saat ini diakibatkan oleh paham lama, lingkungan lama, ajaran lama, guru-guru lama, yang sungguh berbeda dengan paham yang akan segera ia terima nanti. Diciptakanlah permusuhan dengan lingkungan lamanya, seperti keluarga, agama dan teman sebaya. Meluasnya rasa benci itu ditanamkan kepada semua pihak yang tidak sepaham dengan mereka. Kelompok lain itu lalu disebut jahat, kafir, musuh Allah dan sebagainya.
Langkah ketiga adalah ReBorn, yaitu mengisikan paham paham baru, dan kemudian diakhiri dengan pembaiatan, inisiasi, pembabtisan. Lalu korban dimasukkan dalam komunitas baru untuk merawat paham yang telah ditananamkannya. Mereka menjaga eksklusufitas kelompoknya, karena di dalamnya, paham paham baru ini terus di maintenance sedemikian rupa hingga menjadi karakter mereka.
Nyalakan Alarm
Berikut beberapa hal penting yang diharapkan mampu menyalakan tombol kewaspadaan terhadap praktik brainwash yang terus mengancam masyarakat kita.
Pertama, situasi isolatif. Brainwashing sering kali dilakukan dalam kondisi isolasi. Orientasi korban terhadap tempat dikaburkan. Mereka dibawa ke suatu tempat yang asing, kadang kadang dengan mata ditutup. Dalam kondisi semacam itu, korban akan merasa bingung dan disorientasi.
Jika Anda diundang untuk menghadiri forum forum yang isolatif, segera nyalakan alert Anda. Tinggalkan jejak sebanyak mungkin melalui atat komunikasi yang Anda miliki, shareloc dan berilah keterangan keterangan secukupnya sebagai jejak Anda.
Kedua, mindclouding. Teknik ini adalah cara cara tidak etis yang dilakukan oleh brainwasher untuk mereduksi fungsi fungsi kognitif korban. Ada banyak cara Mindclouding, yang kerap kali dipakai adalah mengurangi asupan makan dan mengurangi jam tidur. Pada tahapan ini ada beberapa penyerangan terhadap pikiran pikiran korban sementara fungsi kognitif direduksi sehingga tidak sanggup berpikir kritis lagi. Kekurangan asupan makanan dan kehilangan jam tidur dalam waktu 48 jam biasanya cukup untuk membuat pikiran seseorang melemah. Dalam episode ini brainwasher meng-uninstal identitas korban untuk nanti ditukar dengan identitas baru
Jika Anda masuk dalam kondisi semacam ini, yang perlu dilakukan adalah mempertahankan kewarasan fisik dan psikologis Anda. Teruslah bertanya dan mendebat, setidaknya hal itu akan mengganggu konsentrasi brainwasher dan membuat mereka mempertimbangkan untuk melepaskan Anda.
Ketiga, penyerangan terhadap identitas. Ciri tahap ini korban distimulir untuk tidak lagi mempercayai siapa dirinya, siapa namanya, siapa orang tuanya. Tatanan belief yang sudah lama berakar dalam diri korban dipeloroti satu persatu, sehingga nanti korban siap untuk diberi identitas baru.
Celakanya, penyerangan terhadap identitas ini dilakukan bersamaan dengan teknik mindclouding. Cara bertahan dari dua serangan ini adalah dengan tetap teguh pada identitas dirinya.
Keempat, rasa bersalah. Jika dalam sebuah forum, pemimpin begitu bernafsu untuk memunculkan perasaan bersalah Anda, maka alertness Anda musti dinyalakan. Rasa bersalah yang dibangkitkan kadang terhadap hal hal yang sepele yang pada mulanya bukan masalah. Misalanya merasa bersalah sudah begitu lama memakai nama Budi, rasa bersalah sebagai pemeluk agama yang (dianggap) tidak benar, dan rasa bersalah yang lain.
Dalam kondisi ini pikiran Anda harus tetap tegar, yakinilah bahwa yang benar adalah benar yang salah adalah salah. Pikiran rasional akan menjadi tumpuan bagi anda terhindar dari upaya segrerasi yang diupayakan begitu kuat oleh brainwasher.
Kelima, kekerasan fisik dan psikologis. Teknik ini tidak selalu dipakai. Brainwasher akan memakai cara ini kalau korban masih saja terasa “keras” setelah diterapkan teknik teknik sebelumnya. Cerita tentang kekerasan fisik dan psikologis bisa kita temukan dalam sejarah perang di berbagai belahan dunia. Penuturan para mantan tawanan perang akan membawa kita pada pemahaman ini.
Saya akhiri tulisan ini dengan sekali lagi mengutip pendapat Robert Jay Lifton bahwa mereka yang memahami brainwash, resistensinya akan meningkat. Dengan kata lain, mereka yang memahami mekanisme brainwash maka ia semakin sulit di brainwash. Point pentingnya adalah, mari kita edukasi masyarakat untuk lebih mamahami apa itu brainwashing.
Dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Menyukai ini:
Suka Memuat...