KETUPAT diperkenalkan kepada masyarakat umum oleh Sunan Kalijaga. Dia memperkenalkan saat menyebarkan agama Islam di Indonesia.
Mayoritas penduduk di Jawa saat itu masih memeluk agama kepercayaan atau dikenal juga dengan nama Kejawen. Kemudian, Sunan Kalijaga menggunakan ketupat untuk melakukan pendekatan dakwah dalam sisi budaya.
Sunan Kalijaga percaya ketupat bisa menjadi alat yang lebih familiar untuk pendekatan dakwah, dengan kebudayaan masyarakat Jawa yang kental pada saat itu. Sunan Kalijaga membudayakan 2 kali bakda, yaitu bakda Lebaran dan bakda Kupat yang dimulai seminggu sesudah Lebaran.
Filosofi Ketupat
Dalam filosofi Jawa, ketupat memiliki makna khusus. Ketupat atau kupat merupakan kependekan dari Ngaku Lepat dan Laku Papat. Ngaku lepat artinya mengakui kesalahan. Laku papat artinya empat tindakan.
Dalam tradisi sungkeman menjadi implementasi ngaku lepat (mengakui kesalahan) bagi orang Jawa. Sungkeman mengajarkan pentingnya menghormati orang tua, bersikap rendah hati, memohon keikhlasan dan ampunan dari orang lain.
Sementara Laku Papat meliputi;
1. Lebaran, berarti sudah usai, menandakan berakhirnya waktu puasa.
2. Luberan, berarti melimpah, ajakan bersedekah untuk kaum miskin (membayar zakat fitrah).
3. Leburan, sudah habis dan lebur. Maksudnya dosa dan kesalahan akan melebur habis karena setiap umat islam dituntut untuk saling memaafkan satu sama lain.
4. Laburan, berasal dari kata labur, dengan kapur yang biasa digunakan untuk penjernih air maupun pemutih dinding. Maksudnya supaya manusia selalu menjaga kesucian lahir dan batinnya.
Filosofi Kupat-Lepet
Mengapa kupat mesti dibungkus janur? Janur diambil dari bahasa Arab “Ja’a nur” (telah datang cahaya). Bentuk fisik kupat yang segi empat ibarat hati manusia.
Saat orang sudah mengakui kesalahannya, maka hatinya seperti kupat yang dibelah, pasti isinya putih bersih, hati yang tanpa iri dan dengki. Kenapa? karena hatinya sudah dibungkus cahaya (ja’a nur).
Sementara Lepet adalah silep kang rapet. Mangga dipun silep ingkang rapet, mari kita kubur/tutup yang rapat. Jadi, setelah ngaku lepat, meminta maaf, menutup kesalahan yang sudah dimaafkan, jangan diulang lagi, agar persaudaraan semakin erat seperti lengketnya ketan dalam lepet.
Dengan melihat sejarah singkat dan filosofi di atas, maka tampak betapa besar peran para wali dalam memperkenalkan agama Islam. Umat muslim sudah semestinya memuliakan budaya atau ajaran yang telah disampaikan para wali di Indonesia ini.
Wartawan Serikat News Kabupaten Cirebon