SERIKANEWS.COM – Perdebatan soal Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai proses alih status kepegawaian menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) hingga kini terus meruncing. Himpunan Aktivis Milenial Indonesia mendukung keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberhentikan 56 pegawai tak lolos Tes Wawasan kebangsaan (TWK).
Dukungan HAM Indonesia disampaikan melalui demonstrasi di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Kamis (16/9). Koordinator aksi, Rohmatullah, menyebut, TWK memang menjadi prosedur konstitusional lembaga sebagaimana telah diatur UU No 19 Tahun 2019 tentang KPK, UU No 5 Tahun 2014 tentang ASN, dan PP Nomor 41 tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN.
“Sebanyak 51 pegawai mendapatkan nilai buruk dari tiga aspek asesmen TWK: aspek pribadi, pengaruh, dan PUNP (Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Pemerintah yang Sah). Sementara 6 lainnya tidak mengikuti pendidikan wawasan kebangsaan sebagai bagian integral uji seleksi ASN KPK. Tentu saja, aspek terakhir TWK memiliki peran fundamental yang tak bisa ditawar, dan masalahnya, 56 pegawai tersebut buruk di aspek PUNP,” kata Rohmatullah dalam keterangan resminya.
Menurut Rohamtullah, TWK memang menjadi mekanisme lazim yang harus dilalui oleh pegawai pada instansi pemerintah. TWK KPK tentu saja sangat normal karena ada ribuan karyawan yang berhasil lolos dan hanya sebagian kecil yang tak memenuhi syarat.
“Klaim bahwa 75 pegawai tak lolos tes adalah paling integritas dan kritis, juga tak masuk akal dan terkesan mengada-ada. Kami menduga, polemik TWK makin meruncing, salah satunya, akibat dari ego sektoral kelompok tertentu yang ‘sakit hati’ karena namanya masuk di daftar 56 orang yang diberhentikan,” terang dia.
Kata Rohmatulloh, menyebut TWK KPK inkonstitusional tentu tak masuk akal. Apalagi, klaim bahwa TWK adalah proses seleksi yang diskriminatif justru menjadi sumbu untuk memecah belah dan polarisasi simpati publik dalam mendukung kerja KPK ke depan.
“KPK seperti terus diintervensi oleh barisan ‘sakit hati’ dengan terus menyulut amarah publik dengan menganggap TWK KPK sebagai instrumen politis. Padahal, klaim tersebut hanya klaim sepihak sebagai cara untuk mengadu-domba,” ujar dia.
Rohamtullah berharap, publik dan elemen masyarakat hati-hati dalam membaca kisruh soal pemecatan 56 pegawai KPK. Masyarakat tak perlu membuat hal ini sebagai masalah besar yang justru kontraproduktif karena percaya pada tudingan tak berdasar oknum dan kelompok tertentu.
“Publik wajib terus memberikan dukungan terhadap 94 persen pegawai yang lolos dalam rangka pendistribusian mereka dalam sub kewenangan KPK ke depan, baik pencegahan, penanganan, dan penegakan. Dengan begitu, kinerja KPK tidak akan terganggu dalam memberantas kejahatan rasuah di Indonesia,” ujarnya.
Rohmatullah menjelaskan, Himpunan Aktivis Milenial Indonesia sejak awal mendukung langkah KPK dalam memberhentikan pegawai yang tidak memiliki integritas dan kapabilitas, utamanya dalam menjunjung wawaan Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Dalam demonstrasi itu, HAM Indonesia membawa lima poin tuntutan, yakni bersihkan KPK dari pegawai gagal anti Pancasila; pegawai tak lolos TWK jangan jadi pecundang bermental preman; KPK jangan diintervensi, pecat 56 pegawai sekarang juga; Lawan segala tindakan adu-domba pemecah belah bangsa; dan Dukung KPK fokus berekrja berantas rasuah di Indonesia.