SERIKATNEWS.COM – Hari Tani Nasional kembali diperingati, tepatnya tanggal 24 September 2020. Hari Tani Nasional sendiri merupakan bentuk peringatan dalam mengenang sejarah kaum petani serta membebaskannya dari penderitaan dan penindasan. Pemahaman terhadap momentum peringatan Hari Tani harus ditempatkan pada prospek sejarah sebagai sebuah upaya untuk mengembalikan esensi perjuangan para petani.
Melihat kondisi yang terjadi hari ini, perjuangan petani masih terus digalakkan, baik akan nasib akan kesejahteraannya, ruang hidup serta akses lahan yang kini sudah mulai menggerus akibat adanya komersialisasi lahan dan cita cita pembangunan yang mengorbankan lahan pertanian oleh negara maupun korporasi.
GMNI Pekanbaru dalam momentum Hari Tani kali ini memandang bahwa nasib petani masih jauh dari apa yang diharapkan. Masih dalam kondisi tertindas apalagi di tengah pandemi Covid-19. Petani sudah mengusahakan ketersediaan pangan untuk membantu pemerintah dalam menjamin pangan di tengah pandemi. Namun, kelakuan pemerintah dan korporasi masih melakukan tindakan-tindakan yang memicu konflik dengan para petani.
Ketua DPC GMNI Pekanbaru, Fadli Intizam, mengungkapkan bahwa program reforma agraria di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo menargetkan terdistribusinya tanah seluas 9 juta hektar melalui skema Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA). Langkah-langkah untuk mempercepat implementasi reforma agraria telah diambil, seperti Peraturan Presiden (Perpres) nomor 88/2017 tentang penyelesaian penguasaan tanah di dalam kawasan hutan dan Perpres nomor 86/2018 tentang reforma agraria.
“Hanya saja, realisasi dari kedua peraturan ini belum sesuai dengan harapan. Program reforma agraria di Indonesia sendiri belum menunjukkan keberhasilan dalam konteks merombak ketimpangan penguasaan dan kepemilikan tanah di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari implementasi reforma agraria, di mana Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional RI (ATR/BPN) sebagai kementerian pelaksana program, yang mayoritasnya berupa sertifikasi tanah dan legalisasi itu, upaya penyelesaian konflik-konflik agraria maupun redistribusi tanah bagi petani dan orang-orang yang membutuhkan tanah, yang menjadi esensi pelaksanaan reforma agraria, masih belum menjadi prioritas,” ungkap Fadli kepada Serikat News, Kamis (24/9/2020).
Wakabid Politik, Hukum dan Ham DPC GMNI Pekanbaru, Ganda Sihite sangat menyayangkan konflik agraria yang masih terus terjadi, dan kriminalisasi terhadap petani semakin meningkat. Petani yang berusaha mengusahakan ruang kebebasan untuk hak hidup dan menjamin ketersediaan pangan itu harus di kriminalisasi sedemikian mungkin, sedangkan korporasi yang merusak bahkan membakar lahan serta menyerobot lahan-lahan petani adem-adem saja tanpa tindakan.
Sejak 60 tahun diberlakukannya UUPA sebagai pedoman atas hak-hak tanah dan untuk melaksanakan Reforma Agraria masih dalam bayang-bayang imajinasi. Bahkan pemerintah menghadirkan Omnibus Law yang justru mencederai dan menghianati UUPA tersebut. Dengan dalih pembangunan dan percepatan ekonomi melalui investasi, tetapi malah sebaliknya menjadi pembajakan terhadap UUPA karena akan menimbulkan ketimpangan dan monopoli tanah.
“UUPA yang selama ini tidak dijalankan saja sudah menimbulkan berbagai macam ketimpangan dan konflik agraria, apalagi jika Omnibus Law Ini disahkan akan semakin memperparah Konflik agraria dan kriminalisasi terhadap petani akan semakin meluas,” ujar Ganda Sihite.
“Seperti halnya belakangan ini di Riau sendiri, konflik agraria antara petani dan korporasi semakin merajalela hanya demi kepentingan Bisnis, selain itu terjadi kriminalisasi terhadap petani sebagaimana di alami oleh Pak Bongku, seorang petani yang dikriminalisasi akibat mengolah lahan sendiri untuk membutuhi kehidupan sehari hari dengan membakar sisa-sisa dari bekas pertaniannya. Tidak hanya Pak Bongku, masih ada petani-petani lain yang juga dikriminalisasi seperti yang terjadi di Kinipan, Efendi Buhing yang juga mempertahankan tanah adatnya juga di kriminalisasi. Tidak hanya itu, Petani Simalingkar, Medan yang juga sampai hari ini masih berkonflik dengan Korporasi,” ujar Ganda.
Kemudian Fadli menambahkan, lambatnya implementasi reforma agraria dan belum dijalankannya reforma agraria sejati di Indonesia berdampak pada konflik-konflik agraria di Indonesia, baik itu konflik lama maupun konflik yang baru muncul. Praktik-praktik penggusuran, diskriminasi hukum, kriminalisasi dan bentuk-bentuk pelanggaran terhadap hak asasi petani lainnya masih menimpa para petani sampai dengan masyarakat adat.
Jika melihat persoalan ini, sangat disayangkan kebijakan pemerintah yang terkesan lambat dan seakan tidak acuh atas persoalan agraria dan nasib petani. Banyak ketimpangan-ketimpangan yang terjadi, baik dari segi regulasi dan kebijakan yang selama ini hanya bualan manis akan pelaksanaan reforma agraria sejati sesuai amanat UUPA.
“Sekiranya momentum Hari Tani Kali ini pemerintah betul-betul melaksanakan kebijakan yang berpihak kepada petani, dan segera melaksanakan Reforma Agraria sebagaimana cita cita UUPA itu. Jangan ngebut sekali pada Omnibus Law yang nyatanya nanti akan memberi dampak yang lebih besar apalagi di tengah pandemi seperti ini,” pungkas Ganda. (*)
SERIKATNEWS.COM – Dewan Pimpinan Wilayah Persatuan Alumni Darul Ulum Banyuanyar (DPW Peradaban) Waru mengadakan peringatan tahun baru Hijriah sekaligus mengadakan santunan
SERIKATNEWS.COM – Dewan Pimpinan Luar Negeri (DPLN) Persatuan Alumni Darul Ulum Banyuanyar (Peradaban) Malaysia masa bakti 2022-2027 resmi dilantik pada
SERIKATNEWS.COM – Antisipasi penyakit demam berdarah dengue (DBD) dapat dilakukan sejak dini. Ada langkah-langkah yang dapat dilakukan guna mengurangi kasus
SERIKATNEWS.COM – Konservasi lingkungan hidup tidak sekedar perbincangan semata. Yang paling penting adalah soal praktik atau teladan. Menurut Kepala Balai
SERIKATNEWS.COM – Wakil Presiden (Wapres) RI, Ma’ruf Amin mengatakan pluralitas agama di Indonesia merupakan suatu keniscayaan yang harus disyukuri. Bahkan
SERIKATNEWS.COM – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar terus berupaya menjadikan desa sebagai ujung tombak upaya