Kalau Rendang yang dikenal karena rasanya akibat proses memasaknya, ada juga kuliner Minangkabau yang unik karena bahan bakunya yang ada di daerah tersebut. Ikan bilih yang ada di danau Singkarak dan ikan kulari yang ada di Batang Anai. Melalui kuliner yang berbahan ikan bilih dan ikan kulari ini ternyata juga bisa menjadi indikator mengenai ekologi tempat kedua habitat ikan ini berada. Ikan bilih banyak dijual di pinggiran jalan Danau Singkarak, sedangkan ikan kulari bisa di dapatkan di Pasar Kayutanam pada hari Pasar yaitu Sabtu dan Rabu.
Ikan Bilih yang hidup di habitat Danau Singkarak yang berbentuk seperti telur lonjong merupakan jenis danau tektonik. Sumber air danau singkarak antara lain adalah sungai Sumani, Panyinggahan, Malalo, Sumpur dan alur-alur air tak bernama yang keluar dari bukit barisan, dan mata air di bawah permukaan sekitar danau. Ikan Bilih ini, habitatnya genangan air danau, bukan air mengalir di alur sungai. Kalau di Danau Maninjau yang merupakan jenis Danau Vulkanik, watak alamiah kedua danau tersebut berbeda, hidup ikan Rinuak. Ikan Bilih ini badannya berukuran kecil dan tidak bisa besar dengan panjang sekitar 6-12 cm, mempunyai rasa yang gurih dan bisa dimakan seluruhnya karena tidak banyak duri. Bentuknya menyerupai ikan mas “baby”. Karena nilai ekonominya yang tinggi, ikan ini terancam punah karena penangkapan yang tidak berwawasan lingkungan.
Baca Juga: Filosofi Rendang
Di Danau Singkarak terdapat PLTA yang airnya bersumber dari terowongan yang panjangnya sekitar 18, 5 km yang menghubungkan Muara Ambius, 1 km di utara Malalo menembus Bukit Barisan ke Muara Sikayan Gadang, 2 km di utara asam pulau. Akibat terowongan ini maka terjadi koneksi yang terkontrol antara danau Singkarak dengan Batang Anai. Kalau berjalan kaki masuk ke dalam Rimba dari Asam Pulau yaitu desa di tepi Batang Anai menuju ke Malalo yang di tepian Danau Singkarak memerlukan waktu antara 8 sampai 10 jam.
Danau Singkarak membentang di kabupaten Solok dan kabupaten Tanah Datar.. Danau Singkarak berada di ketinggian 363 m, dengan panjang maksimal 20 km dan lebar 6,5 km. kedalaman rata-rata 268 m. Danau ini memiliki luas 107 km2 dan merupakan danau terluas ke-2 di Pulau Sumatera.
Aliran keluar utamanya adalah Batang Ombilin, tempat masa kecil Tan Malaka pernah tinggal dahulu. Tan Malaka menulis dalam memoarnya: “Beberapa tahun di belakang ketika nafas masih lemas, kaki dan tangan masih lemah, diajak oleh kanak-kanak teman olah raga berenang menyeberangi sungai Ombilin, maka tewaslah nafas, kaki dan tangan itu, dan hilanglah ingatan saya diombang-ambingkan ombak yang deras. Untunglah ada teman yang besar ada di samping dan segera memberi pertolongan.”
Satu kali lagi dilakukan di belakang hari, karena saya hampir hanyut pula disebabkan bermain menyelam-nyelam di bawah perahu yang sedang menyeberang sungai Ombilin itu pula, dan membawa-bawa lagi anak-anak para Engku. Lain kali karena main sembur-sembur, artinya bertanding menyemburi muka sampai salah satunya kalah.” (Penjara I)
Aliran Batang Ombilin membelah pulau Sumatera, memasuki propinsi Riau dan berubah namanya menjadi Batang Kuantan, dan aliran sungai ini akhirnya bermuara di pantai timur Sumatera
Sementara itu Batang Anai bersumber dari lereng tenggara Gunung Tandikat dan Lereng tenggara Gunung Singgalang, turun melewati Air Terjun Lembah Anai dan masuk ke dalam aliran sungai menuju Kayu Tanam dan berakhir di Pantai Barat Sumatera.
Habitat ikan kulari terbatas menurut kehadiran batu-batu besar, mulai hulu di lembah anai hingga koto buruak di lubuk alung. Ikan kulari ini hidup di aliran sungai yang deras, sehingga dagingnya banyak tulang halus. Paling enak dimasak pangek yaitu masakan dengan mengentalkan racikan bumbu terlebih dulu sebelum memasukkan bahan utamanya.
Batang Anai masih termasuk dalam kawasan Kerinci Seblat yaitu taman nasional terbesar di Sumatera yang membentang di empat propinsi yaitu Sumbar, Jambi, Bengkulu dan Sumatera Selatan. Pada tahun 2004 ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO karena Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatera. Taman nasional ini terdiri dari Pegunungan Bukit Barisan yang memiliki wilayah dataran tertinggi di Sumatera, Gunung Kerinci.
Apakah ikan bilih dan ikan kulari masih akan bisa dikomsumsi oleh masyarakat? Jawabannya akan bergantung pada kelestarian ekologi tempat kedua habitat ikan tersebut. Kuliner telah mengajarkan “Alam terkembang jadi guru.”