Pesantren merupakan tempat pendidikan tradisional yang sejak dahulu sampai sekarang keberadaannya sangat dirasakan oleh semua element baik masyarakat maupun pemerintah, seyogyanya pesantren merupakan tempat dimana para santri untuk mengais ilmu keagamaan namun seiring dengan perkembangan zaman serta kemajuan sosial kemasyarakatan sehingga pesantren tidak hanya tempat mengenyam sebuah ilmu keagamaan, tetapi lebih dari itu pesantren mampu menyamakan diri dengan sekolah sekolah milik pemerintah pada umumnya, mulai dari tingkat pendidikan anak usia dini hingga perguruan tinggi.
Perkembangan pondok pesantren di Indonesia semakin pesat, karena daya tarik masyarakat semakin tinggi terhadap pondok pesantren terutama pesantren modern. Di balik perkembangan pondok pesantren berabad abad lamanya, dari perut pesantrenlah lahir tokoh – tokoh penting yang memainkan peranan penting dalam khazanah intlektual islam bahkan kontribusi tokoh pesantren telah membawa kemerdekaan bangsa Indonesia. Saat ini, tercatat jumlah santri di seluruh Indonesia mencapai sembilan juta orang. Jumlah yang sangat signifikan tersebut menandakan pesatnya perkembangan pondok pesantren sehingga muncul pertimbangan akan dibentuknya menteri khusus pondok pesantren. Nantinya, akan mengurusi pesantren dalam kabinet kerja serta juga memperketat pendirian pesantren karena ada indikasi bahwa pesantren adalah bibit bibit tumbuhnya paham radikalisme.
Wacana menteri khusus ponpes menjadi pertimbangan Bapak Joko Widodo kemudian ditanggapi oleh Kementerian Agama (KEMENAG), Lukman Hakim Saifuddin, menyatakan perlunya perhatian lebih terhadap pendidikan generasi bangsa. Sebelumnya, usulan perlunya menteri ponpes tersebut datang dari salah satu pimpinan dan pengasuh Pondok Pesantren Al karimiyah sekaligus Bupati di Bumi Sumekar Madura, KH. Busyro Karim, pada acara silaturrahmi bapak presiden di ponpes.
Seiring berjalannya waktu walaupun pesantren selalu diidentikkan dengan lembaga pendidikan islam saja yang didalamnya hanya mengajarkan mengaji dan sarungan, tapi hakikatnya banyak kalangan kaum santri sebaigaimana sering kita saksikan di berbagai tempat dan kesempatan, justru tampil menjadi lokomotif pertautan kislaman serta keindonesiaan. Sebutlah misalnya, Nurcholis Madjid, Fachry Ali, Azyumardi Azra, Komaruddin Hidayat, Bahtiar Effendy, M. Din Syamsudin, Mukti Ali, Djohan Effendi, Simuh, Musa Asyarie, M. Amin Abdullah, Abdul Munir Mulkhan. Nama nama yang sempat menjadi fenomenal di dunia pemikiran Islam kontemporer, telah mengalami transformasi gagasan secara amat mencengangkan di Tanah Air (Hasbi Indra,2003). Dalam perkembanagannya, lulusan pesantren mampu bersaing diranah Internasional, kini saatnya perhatian pemerintah terhadap pesantren lebih besar untuk tetap menjaga stabilitas pendidikan berkarakter bangsa yang sudah tertanam berabad abad lamanya.
Akhir akhir ini pondok pesantren sering dikunjungi oleh pejabat pejabat negara termasuk elite politik Tanah Air, dengan tujuan silaturrahim untuk memperkuat ukhuwah islamiyah, melalui bermacam macam konsep dan strategis dilapangan diharapkan mampu merebut perhatian ulama, santri dan masyarakat sekitar, apalagi di momentum pemilukada dan pilpres yang akan dihadapi oleh bangsa Indonesia ditahun 2018 dan 2019 nanti, tentu hal ini menjadi agenda penting para elite politik untuk bisa belusukan ke pesantren pesantren sehingga mendapat restu serta dukungan dari para kyai, pengasuh, santri, alumni dan simpatisan, sebab diyakini bahwa pesantrenlah salah satu lembaga yang mampu menjadi penopang dalam bursa pencalonan politik di Indonesia.
Dari beberapa tulisan selama ini hanya bicara tentang kiprahnya seorang kyai dalam dunia politik tidak dengan keberadaan pesantrennya sebagai institusi atau lembaga. Tulisan ini bermaksud melihat dari perspektif kelembagaannya yang terkadang dimanfaatkan oleh pengasuhnya untuk mendukung kepentingan politiknya.
Kalau kita merujuk kepada isyarat Al Quran surat at taubah;122; maka pondok pesantren mempunyai peran sebagai lembaga pendidikan keagamaan(tafaqquh fi addien) dan sebagai lembaga layanan sosial kemasyarakatan (dakwah). Peran pesantren sebagai lembaga pendidikan yang mengajarkan tentang ilmu keagamaan dan nilai nilai kesantunan ini tidak begitu disoroti oleh para politisi, kecuali oleh para pemerhati pendidikan. Namun peran pesantren sebagai lembaga dakwah yang berhubungan dengan kemasyarakatan, sangat menarik perhatian para politisi sebagai bidikan pengangkat suara politiknya.
Mengapa ? Karena kyai, sebagai pengasuh pondok pesantren, mempunyai kharisma yang luar biasa di mata santri, alumni, maupun masyarakat sekitarnya. Dalam pengamatan Hermawan Sulistyo, kyai memegang monopoli interpretasi atas dunia di luar pesantren dan monopoli suara kolektif pesantren ke dunia luar. Dengan berbasis keagamaan santri dan masyarakat akan mendengar titah dan patuh (saman wa thaatan) kepada kyai. Para politisi pun tidak akan menganggap remeh kepada pesantren besar yang berumur puluhan tahun, yang telah banyak menelorkan ratusan ribu, bahkan jutaan santri yang sudah menjadi tokoh masyarakat dan memiliki lembaga pendidikan sendiri. Terlebih lagi, sebagaimana penelitian Zamaksyari Dhofier, ternyata pesantren – pesantren besar di pulau jawa masih mempunyai hubungan kekerabatan.
Di lain pihak, kalangan pesantren dalam menjalankan perannya sebagai lembaga dakwah juga terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama, pesantren yang lebih menitikberatkan pendekatan sosio kultural. Pesantren ini cenderung tertutup dan tidak bersedia pesantrennya dikunjungi elite politik dan pejabat pemerintahan. Umpamanya, Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan. Tradisi dibangun para kyai pesantren ini menutup diri dari kancah politik, terutama politik praktis. Kelompok kedua, pesantren yang terbuka kepada politik, bahkan ada pula yang terlibat langsung dengan politik praktis. Kelompok ini membuka pintu (lebar -lebar) kepada para elite politik atau pejabat pemerintahan.
Dengan demikian perspektif yang berbedapun wajar terhadap pesantren, karena kadang kebanyakan orang menganggap pesantren tidak pantas untuk ikut andil dalam dunia perpolitikan, menurut mereka, pesantren cukup berkiprah di dunia pendidikan agama dan menjadi penopang seutuhnya dalam mencerdaskan kehidupan anak – anak bangsa. Akan tetapi bagi sebagian para kyai tidak, karena berfikir luas dan tidak monoton sehingga melahirkan pemikiran pemikiran bahwa pesantren selain tugas untuk mencerdaskan kehidupan bangsa juga untuk kepentingan dakwah. Mengingat salah satu cara untuk merebut kekuasaan lewat sebuah partai politik, maka perlu kiranya meraih kekuasaan tersebut demi terciptanya kehidupan berbangsa dan bernegara yang adil, demokratis, aman, dan sejahtera. Jika tujuan tersebut tidak bisa dicapai tanpa melalui partai politik maka mendukung partai politik menjadi penting. Dalam salah satu term fiqh dikatakan lilwasail hukmu al maqashid ( suatu proses status hukum, sangat tergantung kepada sasaran yang hendak dicapai).
Tidak heran jika ada salah satu pesantren ikut andil dalam dunia perpolitikan dengan alasan strategis pragmatis, yaitu agar pesantren mempunyai kekuatan dan jaringan dengan kekuasaan. Sebab pesantren mempunyai basis massa jelas serta kuat, kalau kekuatannya tidak dimanfaatkan, akan terbuang percuma begitu saja. Oleh Karena itu kadang ada tawar menawar politik dan membangun kontrak politik dalam pengertian yang sangat pragmatis.
Pesantren sebagai lembaga layanan masyarakat, sudah selayaknya bila pesantren tidak hanya puas mendengar keluh kesah rakyat jelata, tetapi pesantren juga dituntut menyampaikan aspirasi umat tersebut kehadapan umara. Sudah selayaknya pengasuh pondok pesantren menjadi jembatan khusus bagi kepentingan rakyat dan para pejabat pejabat negara, sehingga kehadiran pesantren membawa manfaat untuk semua pihak, dan dengan sikap demikianlah pesantren tidak dianggap sebagai pemberontak oleh kalangan pemerintah.
Kendati demikian, bukan berarti semua pengasuh pondok pesantren harus terjun ke dunia politik praktis; harus dilihat dulu kyai dan pesantrennya. Jikalau kyainya sangat lugu dan tipe sufistik, alangkah baiknya tetap saja di dunia pesantren. Sehingga kelak tidak ada keluhan lagi, kyai sering dibujuki. Namun jika hal tersebut dinilai akan bermanfaaat untuk kepentingan umat maka perlu kiranya terjun dalam dunia perpolitikan, sebab ada hadizt nabi mengatakan khoirunnasi anfauhum linnas sebaik baiknya manusia mereka yang berguna bagi manusia lainnya.
* Opini Tanggungjawab Penulis, bukan Redaksi SerikatNews
Penulis Adalah Gerakan Pemuda Sampang, Purna Prakarya Muda Indonesia
Menyukai ini:
Suka Memuat...