Pemerintahan baru di Malaysia telah lahir. Koalisi partai oposisi memenangi pemilu raya 9 Mei 2018 dan politisi kawakan Dr. Mahathir Mohammad (92) kembali menduduki kursi Perdana Menteri Malaysia.
Menurut Chong Ton Sin (70), pegiat buku dari Malaysia, perubahan politik yang diharapkan rakyat Malaysia tidak hanya pergantian penguasa dari Barisan Nasional pimpinan Najib Razak ke Pekatan Rakyat pimpinan Mahathir Mohammad, tetapi perubahan sistem di berbagai bidang seperti ekonomi, hukum, dan politik.
Lebih dari itu, Pak Chong, penerima Civil Society Award 2017, mengharapkan civil society lebih kuat dan lahirnya partai baru yang progresif di Malaysia. Hal itu disampaikan pada diskusi Perkembangan Politik di Malaysia Paska Pemilu, di Toko Buku Gerak Budaya, di Jogja (25/5). Diskusi dihadiri puluhan pecinta buku, akademisi, dosen, mahasiswa dan aktivis.Di antaranya Max Lane, dosen tamu dari Australia dan Hew Wai Weng, penulis buku “Chinese Ways of Being Muslim: Negotiating Ethnicity and religoisity in Indonesia”.
Masyarakat Indonesia melalui berbagai media mengamati perkembangan politik negeri jiran. Bahkan ada kalangan di Indonesia yang mengambil untung dengan mengkapitalisasi kemenangan partai oposisi dan kembalinya tokoh senior Dr. M itu sebagai tambahan semangat. Ya mereka menyandingkan kemenangan oposisi Malaysia dengan kemungkinan hal tersebut terjadi pada Pemilu 2019.
Pak Chong, aktivis yang pernah ditahan 1968-1976, menjejaskan mengapa Dr. M dengan partai barunya bergabung bersama Partai Keadilan Rakyat pimpinan Anwar Ibrahim mantan PM yang pernah menjadi musuhnya. Tak lain mereka bersatu untuk mengalahkan Najib Razak dengan Barisan Nasionalnya. Bagi Dr. M, Najib harus dikalahkan karena dirinya melakukan korupsi dari sebuah proyek yang dulu diinisiasinya 1MDR. Sementara bagi PKR dan partai koalisi lainnya dalam Pekatan Rakyat, kekuasaan Barisan Nasional harus diakhiri agar reformasi yang dicanangkan sejak 1998 lalu harus segera terwujud.
Najib Razak sendiri kini sedang menghadapi pemeriksaan Polis Diraja Malaysia. Penyidik telah menemukan dan menyita uang, perhiasan, arloji, dan tas mahal milik Najib dan istrinya. Penyidik bahkan mengumumkan uang sitaan setara dengan pendapatan Najib selama 238 tahun.
Di Malaysia politik perkauman masih berlaku. Dengan komposisi penduduk etnis China 28% dan Tamil/India 8% menjadikan negeri ini masih memiliki partai-partai yang berbasis etnis. Isu SARA juga masih sering muncul di Malaysia. Pada masa lalu pemerintah membuat kebijakan afirmasi ekonomi dengan mendorong dan membantu pengusaha Melayu berhasil di bidang bisnis. Politik afirmasi dinilai berhasil, meskipun sebenarnya masalahnya bukan ketimpangan etnis tetapi ketimpangan kelas.
Staf pengajar di Prodi Ilmu Komunikasi STPMD “APMD” Yogyakarta bisa dihubungi di tasspijar@yahoo.com
Menyukai ini:
Suka Memuat...