17 April 2019 yang lalu rakyat Indonesia telah menentukan pilihan pemimpinnya. Sebagaimana kita tahu hasil quick count dari sebagian besar lembaga survei menunjukkan kemenangan pasangan Joko Widodo–Ma’ruf Amin sebagai pemenang dengan persentasi sekitar 54 persen berbanding dengan 46 persen yang diperoleh pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Meskipun masih menantikan hitungan real count yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum yang akan diumumkan pada 22 Mei mendatang, namun hasil quick count tersebut bisa menggambarkan pilihan rakyat yang memang masih mempercayai Presiden Joko Widodo untuk kembali memimpin negeri ini kedua kalinya.
Dengan hal tersebut, rakyat Indonesia telah menunjukkan kedewasaan dengan tidak memilih orang yang diduga keras pernah melakukan pelanggaran HAM berat dengan melakukan penculikan terhadap aktivis pro demokrasi sekitar tahun 1997-1998. Karena jika Prabowo dibiarkan untuk berkuasa, maka tidak akan ada jaminan pelanggaran-pelanggaran HAM tidak terulang di masa-masa mendatang. Dan tentu kita tidak kehilangan harapan untuk penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Perilaku Prabowo dan sebagian pendukungnya yang ngotot klaim kemenangan berdasarkan survei internal yang hingga saat ini bagaimana metode survei internal itu tidak dibuka kepada publik juga memperkuat asumsi Prabowo tidak bisa menerima kekalahan dan ingin menang sendiri. Bisa kita bayangkan bagaimana ketika berkuasa Prabowo tentu tidak akan menerima kritik yang ditujukan kepadanya meskipun kritik yang dilakukan dengan mengutamakan metode ilmiah. Dan hal itu membuka kemungkinan kembali terjadinya pelanggaran HAM.
Terlebih ancaman-ancaman people power yang diucapkan oleh para pendukungnya seperti Egy Sujana dan Amin Rais yang tentu sangat berbahaya bagi proses demokrasi. Kita telah memiliki mekanisme bila terjadi masalah-masalah dalam penghitungan suara pada pemilu, namun orang-orang tadi dengan pongah mengeluarkan ancaman-ancaman yang menjurus pada konflik horizontal yang dapat memecah keutuhan bangsa. Jika orang-orang yang haus akan kekuasaan tanpa berpikir kemungkinan-kemungkinan terjadinya konflik antar masyarakat dibiarkan berkuasa, maka kita bisa melihat suramnya masa depan bangsa Indonesia.
Libido berkuasa Prabowo dan sebagian pendukungnya sehingga melakukan upaya-upaya mendelegitimasi proses pemilu patut kita cermati dan awasi, karena dapat berkembang menjadi ancaman bagi demokrasi. Untuk itu rakyat tidak boleh larut dengan kemenangan di quick count, sehingga membiarkan masyarakat bingung dengan segala bentuk opini yang mereka bangun dan untuk itu kita perlu ikut mengawasi proses penghitungan suara yang dilakukan oleh KPU.
Namun apapun itu, kita harus bersyukur bahwa rakyat Indonesia telah memilih untuk tidak memilih pelanggar HAM dan orang-orang yang mencoba mengacaukan proses demokrasi. Dan kemenangan ini adalah kemenangan rakyat yang cinta Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam bingkai Pancasila dan peduli terhadap hak asasi manusia.
Pemerhati Politik dan Sepak Bola,
Ketua Umum Paguyuban Suporter Timnas Indonesia (PSTI) 2016-sekarang,
Aktivis Rumah Gerakan 98
Menyukai ini:
Suka Memuat...