Oleh: Deni Gunawan (Direktur Wiratama CS)
ADA saat ketika saya merasa dunia ini bergerak terlalu cepat. Begitu banyak hal terjadi dalam sehari, dan begitu banyak kabar berseliweran sebelum kita sempat memastikan mana yang benar.
Mungkin bukan hanya saya yang merasakannya. Anda pun mungkin juga pernah merasa betapa sulitnya membedakan informasi yang valid dari yang sengaja dibuat untuk mengacau.
Di sinilah salah satu tantangan terbesar zaman kita bermula, ketika disinformasi, malinformasi, dan misinformasi bercampur dengan fitnah serta kebencian hingga kerap mengaburkan pokok persoalan.
Fenomena ini bukan sekadar kesan semata. Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informasi menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2024 beredar lebih dari 1.900 hoaks di ruang digital Indonesia.
Masalahnya tidak berhenti di situ. Dalam riset The Economic Cost of Fake News disebutkan bahwa kerugian global akibat disinformasi mencapai lebih dari seribu triliun rupiah per tahun. Angka yang mencengangkan ini memperlihatkan betapa masifnya dampak kebohongan digital terhadap kehidupan ekonomi dunia.
Lebih jauh lagi, World Economic Forum menempatkan misinformasi dan disinformasi sebagai risiko global nomor empat paling berbahaya pada tahun 2025, dan bahkan diperkirakan akan menempati urutan pertama pada tahun 2027. Maknanya, dunia sedang menghadapi ancaman yang tidak hanya bersifat sosial, tetapi juga eksistensial.
Namun, di balik deretan angka itu, sesungguhnya ada kerugian yang jauh lebih dalam dan tak bisa dihitung. Yang paling berbahaya bukan hanya soal ekonomi, melainkan retaknya kepercayaan di antara kita.
Saya sering berpikir, betapa mudahnya kebohongan menemukan tempat di hati orang yang sedang marah. Fitnah menyelinap lewat rasa kecewa, lalu tumbuh menjadi kebencian. Dan di tengah emosi yang belum sempat diurai, media sosial hadir seperti panggung terbuka bagi semua orang untuk menyalurkan amarah.
Platform yang dulu menjadi ruang berbagi kini berubah menjadi gelanggang saling serang. Di sana, siapa pun bisa menjadi hakim, dan kebenaran sering kali kalah cepat dari komentar yang paling nyaring.
Kondisi inilah yang sering disebut sebagai Outrage Industrial Complex, ketika kemarahan, kebencian, dan kebohongan justru mendapat tempat “utama” dalam algoritma digital. Ia adalah bisnis kemarahan. Walhasil, antara pelaku, perilaku, pasar, industri, dan kebodohan bercampur menjadi satu ekosistem yang sulit dikendalikan.
Jika kita tengok sebentar laporan statistik kualitas literasi kita, memang mengkhawatirkan. Bahkan, saya lihat, tidak sedikit orang yang tampak cukup “kritis” dan “literat”, tetapi tidak sedikit yang gagal dalam mempraktikkan diri sebagai insan literat. Mereka tetap terjebak dalam bias kognitif dan emosi.
Meski begitu, saya tetap percaya bahwa bangsa ini masih memiliki daya tahan moral yang kuat. Kita hanya perlu mengingat kembali cara berpikir yang jernih, memeriksa sebelum membagikan, mendengar sebelum menilai, dan memahami sebelum menuduh. Sebab kecerdasan digital tanpa kejernihan batin hanya akan menambah kebisingan.
Mungkin terdengar sederhana, tetapi di tengah banjir informasi, kebiasaan kecil seperti itu adalah bentuk pertahanan sekaligus perlawanan yang bermakna.
Selain itu, sesekali memberi diri waktu untuk jeda, seperti yang disarankan oleh Jake Knapp dan John Zeratsky dalam buku mereka, Make Time, adalah alternatif penting agar pikiran tetap tenang di tengah derasnya arus informasi.
Pada akhirnya, di tengah kekacauan informasi seperti sekarang, kita bisa mulai memperbaiki hal-hal sederhana. Kita bisa memilih untuk jujur, menahan amarah, dan berusaha untuk menumbuhkan sikap saling percaya.
Sebagaimana yang pernah dikatakan Soedjatmoko, seorang diplomat Indonesia, “Cara kita memahami kenyataan menentukan martabat bangsa.” Oleh karena itu, di tengah derasnya arus kebohongan hari ini, mungkin kemajuan sejati justru dimulai dari keberanian kita untuk tetap waras.
SerikatNews.com adalah media kritis anak bangsa. Menyajikan informasi secara akurat. Serta setia menjadi platform ruang bertukar gagasan faktual.
Menyukai ini:
Suka Memuat...