SUMENEP – Gerakan Pemuda Sumenep (Gerpas) melakukan audiensi bersama Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disbudporapar) pada Jumat (2/1/2025). Audiensi ini menyoroti dugaan pelanggaran pengelolaan retribusi pariwisata yang dinilai tidak sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda).
Dalam audiensinya, Efendi Pradana menegaskan bahwa pajak dan retribusi adalah penopang kemajuan ekonomi suatu bangsa. Karena itu, harus dikelola dengan baik, transparan, dan akuntabel untuk menghindari potensi kecenderungan perilaku koruptif.
Melihat Kabupaten Sumenep sebagai daerah yang memiliki potensi di berbagai sektor, terkhusus destinasi pariwisata yang sangat banyak, maka penerimaan daerah (retribusi) dari sektor pariwisata perlu diawasi. Harapannya tidak menjadi bahan permainan serta perilaku KKN oleh oknum pegawai pemerintah.
Berdasarkan sumber website resmi Pemerintah Kabupaten Sumenep, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pariwisata yang terkonfirmasi dari 3 destinasi wisata yang dikelola pemerintah yakni Pantai Slopeng, Pantai Lombang serta Museum Keraton pada TA 2024 menyumbang PAD sebesar Rp996 Juta. Pendapatan itu telah melampaui target pemerintah yang awalnya hanya Rp850 jutaan.
Dalam praktiknya, ada penyimpangan serta penyelewengan wewenang serta praktik pungutan liar di dua tempat destinasi wisata yakni Pantai Lombang dan Pantai Slopeng oleh oknum Disbudporapar bersama pihak ketiga yang melanggar Pasal No. 95 Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024, Pasal 5 poin a, b dan f PP No. 94 Tahun 2021 serta pasal 423 KUHP tentang Korupsi.
“Retribusi bidang pariwisata yang seharusnya dikelola oleh OPD terkait dalam hal ini adalah Disbudporapar sesuai perintah Perda Nomor 1 2024 pasal 95 telah dilanggar dengan diborongkan kepada pihak ketiga yang mana dalam bunyinya ‘pemungutan pajak dilarang diborongkan’. Serta biaya tarif retribusi karcis pariwisata yang melambung tinggi serta tidak sesuai dengan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) Kabupaten Sumenep yang menimbulkan praktik pungli,” ungkap Efendi Pradana.
Efendi menyayangkan adanya perbedaan tarif tiket masuk di objek wisata Pantai Lombang dan Slopeng di Kabupaten Sumenep, selama masa libur Natal dan Tahun Baru 2025. Ia menyoroti bahwa tarif tiket yang semestinya ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 sebesar Rp15.000, justru dinaikkan menjadi Rp20.000 oleh pihak ketiga atau pemegang kontrak pengelolaan.
Menurut Efendi, tindakan tersebut bertentangan dengan regulasi dalam Perda Nomor 1 Tahun 2024, yang secara eksplisit melarang penarikan pajak dan retribusi daerah oleh pihak ketiga. “Kami sangat menyayangkan kebijakan ini. Perda telah mengatur secara tegas, namun kenyataannya ada pelanggaran di lapangan,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Gerpas meminta agar OPD terkait melakukan audit forensik terhadap oknum yang bermain-main hingga menyebabkan terjadinya kebocoran PAD Kabupaten Sumenep. “Apabila dalam 3 x 24 jam tidak ada konfirmasi yang jelas kami akan membawa kasus ini ke APH atas terjadinya pungli dan korupsi oleh ASN Disbudporapar Kabupaten Sumenep ke Polres dan Kejaksaan Negeri Kabupaten Sumenep,” kecamnya.
Kepala Dinas Kebudayaan, Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Budporapar) Sumenep, Moh. Ikhsan, mengaku pihaknya belum menerima laporan resmi mengenai adanya tarif yang melebihi ketetapan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) berdasarkan Perda. “Kami akan segera melakukan pengecekan ke lapangan untuk memastikan kebenaran informasi ini,” kata Ikhsan.
Menurut Ikhsan, pihaknya berkomitmen untuk menindaklanjuti permasalahan ini agar tidak terjadi pelanggaran terhadap aturan yang telah ditetapkan. “Kami akan memanggil pihak terkait untuk meminta klarifikasi dan memastikan tarif tiket kembali sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tegasnya.
Kenaikan tarif ini menimbulkan polemik di kalangan masyarakat dan wisatawan yang merasa keberatan. Gerakan Pemuda Sumenep meminta Pemerintah Daerah untuk bertindak tegas agar kasus serupa tidak terulang di masa mendatang.
Jurnalis Serikat News Sumenep, Jawa Timur
Menyukai ini:
Suka Memuat...