Indonesia itu sudah sejak lama menderita darurat kekejaman (saya tidak menggunakan kata kekerasan, karena kata Cak Nun, yang keras-keras itu tidak melulu berarti negatif. Tanpa yang keras-keras manusia di bumi ini pasti akan terhenti reproduksinya. Nah, kalau kejam baru bermakna negatif). Tapi sayangnya, sampai sekarang kebanyakan dari kita (kecuali saya lo ya) masih belum merasakan kedaruratan itu. Kalaupun ada yang merasakan, paling Cuma merasakan darurat kekejaman yang berbasis pemahaman agama. Padahal, masih ada kekejaman yang lebih berbahaya dari itu dan masih belum diresahkan banyak orang.
Ya, memang benar kekejaman berlatar agama itu ada dan patut diperhatikan, tapi kadang karena terlalu fokus, kita (ini juga tidak termasuk saya) pun lupa untuk memperhatikan kekejaman lain yang jauh lebih mengancam. Sekedar menengok pun tidak. Kekejaman apakah itu? Kekejaman yang mendarah-daging oleh lagu Si Kancil.
Loh, kok bisa lagu Si Kancil menimbulkan kekejaman yang lebih dasyat daripada kekejaman karena kekeliruan memahami agama? Bukankah banyak bukti bahwa teror atas nama agama telah menimbulkan korban yang tidak sedikit? Yap betul, pemahaman agama yang keliru memang telah menimbulkan korban yang tidak sedikit. Tapi, kalau kita mau melihat lebih jeli, sebenarnya korban kekejaman karena lagu Si Kancil itu jauh lebih banyak daripada itu.
Memangnya berapa banyak korbanya? Sebelum anda menyiapkan kalkulator untuk menghitungnya, yuk kita dulu simak petika lagu yang fenomenal itu:
Si kancil anak nakal
Suka mencuri timun
Ayo lekas dikejar
Jangan diberi ampun
Secara tidak langsung lagu ini telah mengajarkan kita (ini baru termasuk saya) untuk tidak memberi ampun pada pencuri, jambret, begal, atau saudara-saudaranya.
Tapi kan ini kan cuma lagu? Apa bisa berpengaruh pada tingkah laku? Eit, meski hanya lagu ia punya kekuatan besar untuk berubah jadi tindakan dan menyehari dalam prilaku. Apalagi lagu ini seakan sudah menjadi lagu wajib bagi anak TK. Ia amat sering dinyanyikan bahkan dihafal hingga dewasa, sehingga tanpa disadari, pesan lirik lagu ini pun merasuk dalam sanubari dan menyehari dalam prilaku.
Sebagai tambahan bukti tesis saya itu, saya akan coba menyajikan data. Berdasarkan riset tidak serius saya, penampakan fenomena efek lagu Si Kancil itu amat sering terlihat di negeri yang konon dihuni bangsa yang ramah ini. Kalau kita nonton TV di siang hari, kita akan sering ketemu dengan berita-berita ngeri, seperti jambret babak belur di pasar karena diamuk massa, begal mati mengenaskan karena tertangkap massa, atau maling yang dilarikan ke rumah sakit sambil diborgol karena kepergok mencuri. Bahkan baru-baru ini sempat viral berita tentang salah seorang pencuri yang dibakar hidup-hidup di Bekasi.
Peristiwa ngeri semacam itu hampir tiap hari dapat kita (ini juga termasuk saya) temukan di TV. Kalau mau dihitung pakai kalkulator, pasti jumlahnya jauh lebih banyak daripada peristiwa teror atas nama agama. Dan tentu saja, jumlah korbannya pun pasti jauh melampaui korban terorisme. Dugaan saya sih angkanya mencapai dua sampai tiga digit di atasnya.
Tapi kan yang dihajar itu penjahat? Apa salah menghajar penjahat? Yap betul mereka memang pelaku kejahatan, tapi kan menghukum penjahat itu harus melalui proses peradilan juga. Selain itu, tidak sedikit juga di antara mereka yang melakukan aksi kejahatan lantaran terpaksa, tidak tahan terhimpit kemiskinan yang tidak jarang disebabkan oleh sistem. Aksi brutal massa (yang bahkan kadang lebih sadis daripada aksi terorisme atas nama agama) kepada mereka biasanya cenderung abai terhadap hal ini. Meminjam bahasanya Candil, pencuri itu juga manusia sob.
Masih belum percaya kalau lagu Si Kancil itu membawa dampak bahaya? Saya akan beri satu tambahan bukti lagi. Sebuah lagu, kalaupun tidak mengendap dalam sanubari dan berubah menjadi tindakan, ia amat potensial menjadi rapalan doa yang bisa saja mewujud dalam kenyataan. Kejadian yang dialami Ayu Ting Ting adalah salah salah satu buktinya. Artis terkenal yang satu itu harus rela menanggung hidup sebagai singgle parent lantaran ditinggal oleh….. duh saya lupa namanya siapa, maklum agak alergi nonton acara gosip. Apa yang dialami oleh Ayu Ting Ting itu, dugaan saya, besar kemungkinan karena ia amat sering menyanyikan lagu Alamat Palsu. Nah, Ayu Ting Ting saja sudah merasakan langsung kedasyatan efek sebuah lagu, masak kita masih belum yakin kalau lagu Si Kancil itu juga berdampak dasyat terhadap kehidupan masyarakat kita. Ente sehat?
Karena bukti nyata efek negatif lagu Si Kancil itu sudah kita ketahui bersama, maka yuk kita tanggulangi bersama patologi ini. Mengharapkan pemerintah menyelesaikan persoalan itu adalah sesuatu yang jauh panggang dari api, karena proyek merevolusi lagu Si Kancil dananya tidak sebesar revolusi mental. Yang bisa dilakukan adalah gerakan sipil memboikot lagu Si Kancil. Atau viralkan esai ini sampai jadi 7 juta status. Like, share, dan koment esai ini. Insyallah anda akan masuk surga. Salam revolusi.
Dosen Prodi Aqidah dan Filsafat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan pembina The al-Falah Institute Yogyakarta.
Menyukai ini:
Suka Memuat...