Penguatan Karakter Bangsa
Indonesia Maju menjadi tema besar dalam peringatan HUT Kemerdekaan Indonesia yang ke-75. Dalam perayaan kali ini, ditampilkan pula jargon heroik “Bangga Buatan Indonesia” yang sengaja digaungkan untuk menguatkan karakter bangsa. Terlihat adanya sebuah pesan berupa ajakan untuk turut aktif menggalang solidaritas sosial terhadap setiap anak bangsa agar mau berkomitmen dan menumbuhkan rasa percaya diri melewati kondisi serba tidak pasti, seperti problem krisis ekonomi dan politik yang melanda secara global.
Menggaungkan semangat kebanggaan terhadap produk dalam negeri yang disemarakkan dalam perayaan 17 Agustus 2020 mendatang telah menjadi momentum kesadaran kolektif bangsa kita untuk menatap masa depan yang lebih gemilang lagi. Lompatan besar yang hendak dipersiapkan dengan melewati segala keterbatasan dan tantangan yang lebih kompleks, menjadi senjata ampuh untuk bangsa kita keluar dari ancaman krisis global.
Sebagai bangsa yang besar dan majemuk, Indonesia patut menjaga karakter orisinal bangsa agar tidak sampai mengalami kehilangan jati diri adat istiadat bangsa timur yang memiliki tata nilai budaya berasaskan kekeluargaan sehingga mampu mengatasi problem sosial melalui kepedulian dalam menjaga kestabilan ekonomi dan politik nasional. Selain melepaskan diri dari gangguan infiltrasi budaya asing akibat dampak dari arus globalisasi, namun juga bertujuan untuk mempertahankan eksistensi Indonesia sebagai sebuah negara yang berdaulat.
Adapun tata nilai dalam mencapai pembangunan karakter bangsa tersebut antara lain: kewargaan (citizenship), kepercayaan (trust), kemandirian (self reliance), kreativitas (creativity), gotong royong (collaboration), dan saling menghargai (mutual respect). Hal inilah yang kemudian menjadi acuan pendidikan karakter baik itu diajarkan secara formal maupun informal harus meneladani nilai-nilai luhur Pancasila.
Dengan kata lain, penguatan karakter bangsa butuh keteladanan dan keseriusan seluruh elemen bangsa untuk tetap konsisten dalam mengimplementasikan Pancasila dalam praktik kehidupan masyarakat terlebih bukan sekedar teori melainkan praksis secara langsung yang mampu menyentuh sendi kehidupan serta perilaku masyarakat dalam berbangsa dan bernegara.
Seperti halnya pendidikan karakter, Pancasila merupakan cerminan jati diri bangsa Indonesia yang dilandasi oleh spirit moralitas yang berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, memiliki semangat persatuan tanpa membedakan latar belakang seseorang demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bersifat demokratis secara musyawarah mufakat dan untuk mencapai suatu cita-cita luhur berupa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Potensi yang dimiliki sebagai warisan para pendiri bangsa kita adalah jati diri bangsa yang berasaskan kekeluargaan dan persatuan nasional dalam bentuk masyarakat Pancasila seharusnya dapat dikelola sedemikian rupa dalam satu atap kebangsaan seperti keselarasan dalam merajut karakteristik multikultur bangsanya yaitu sebuah entitas masyarakat yang terdiri dari berbagai suku, agama, ras dan antar-golongan yang tentunya tidak dimiliki oleh negara lain.
Menyongsong Indonesia Emas 2045
Dalam upaya menumbuhkan kecintaan dan kontribusi nyata untuk turut andil menyongsong Indonesia emas 2045, maka jargon seperti “Bangga Buatan Indonesia” merupakan sebuah refleksi bagi masyarakat untuk lebih peduli salah satunya terhadap kondisi masa depan bangsa dalam menghadapi tantangan dan peluang di era disrupsi. Lalu, apakah sejauh ini kita sudah bangga atas pencapaian pembangunan sumber daya manusia yang kita miliki saat ini?
Tentunya, dengan semangat kebhinnekaan tersebut telah membentuk cara pandang yang sangat beragam tadi menjadi satu kesatuan dalam balutan etos kerja yang disebut gotong royong. Prinsip gotong royong sebenarnya telah menjadi sebuah nilai luhur yang sudah mendarah daging masyarakat kita menjadi watak dan karakter sebagai masyarakat Pancasila bahkan sejak sebelum masa kemerdekaan harus tetap dirawat dengan kematangan kepribadian yang berkebudayaan bagi para generasinya.
Pancasila juga telah diyakini oleh para pendiri bangsa kita sebagai pandangan hidup (way of life) dan menjadi dasar terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia sepatutnya telah menjadi karakteristik untuk mewujudkan Indonesia modern yang adil dan makmur, tetapi dengan prioritas utama adalah meningkatkan kesejahteraan umum.
Atas dasar persamaan kehendak dalam mendirikan sebuah negara kesatuan yang merdeka, bersatu dan berdaulat, maka Pancasila mampu menjadi simbol persatuan nasional yang tidak lagi memandang latar belakang kelompok masyarakat di masa pra-kemerdekaan. Dengan demikian, dalam situasi adaptasi kebiasaan baru seperti saat ini maka diperlukan kesadaran kolektif untuk menjunjung tinggi semangat persatuan dan toleransi. Semangat inilah yang harus terus dilakukan oleh setiap generasi bangsa agar esensi dari kemerdekaan bangsa Indonesia terwujud.
Di sisi lain, tantangan terbesar bangsa kita dalam menghadapi bonus demografi saat ini adalah disrupsi informasi. Bagaimana realitas yang berkembang saat ini adalah kemudahan dan kecepatan masyarakat dalam mengakses serta menerima informasi dari berbagai saluran media. Namun, fenomena yang marak bermunculan di tengah aktivitas masyarakat saat ini adalah banjirnya arus informasi yang terkadang masih banyak pemberitaan bohong, hoaks dan cenderung mengarah perpecahan antar anak bangsa.
Pentingnya Generasi Melek Informasi
Literasi informasi dapat diartikan sebagai sebuah kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi informasi yang dibutuhkan, mengakses dan menemukan informasi, mengevaluasi dan menggunakan informasi secara efektif dan etis (Naibaho, 2007). Oleh sebab itu, pentingnya literasi merupakan suatu kebutuhan yang mendesak untuk mencetak generasi melek informasi agar mampu memfilter serta mencegah dampak dari persebaran informasi yang dapat meresahkan masyarakat serta berorientasi terhadap kecenderungan terjadinya polarisasi dalam diri masyarakat melalui jebakan informasi yang dilakukan oleh kelompok tidak bertanggungjawab.
Saat ini, banyak masyarakat memperoleh informasi bukan saja dari media cetak ataupun sumber-sumber informasi yang dimiliki oleh perpustakaan. Namun, belakangan dengan alasan kemudahan akses dan kecepatan persebaran informasi, masyarakat cenderung menyukai penyediaan jasa media informasi yang diperoleh dari internet.
Mengakses internet pun memang diakui sangat lebih efektif dan mudah. Masyarakat kini dapat menerima berbagai informasi pilihan dari berbagai ragam platform media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, portal berita online, dan lain sebagainya yang tentu saja dapat diakses melalui gadgetnya masing-masing.
Tentunya, dalam hal ini teknologi memang sangat membantu kebutuhan masyarakat termasuk dalam hal penyediaan media informasi. Meskipun, terdapat kelebihan dari akses informasi melalui media sosial seperti menggunakan gadget ataupun alat teknologi komunikasi lainnya, namun hal tersebut juga memberikan dampak yang buruk bagi psikologi masyarakat bilamana informasi yang tersebar tersebut bukanlah sebuah pemberitaan yang akurat maupun faktual.
Perkembangan teknologi internet memungkinkan siapa saja dapat dengan mudah untuk melakukan pencarian informasi sesuai dengan yang diinginkan. Hal ini yang terkadang memicu terjadinya sebuah miskomunikasi antar lembaga bahkan personal dalam melakukan aktivitasnya. Gangguan semacam ini sering kali ditemukan oleh akibat ketidakmampuan dan ketidakpedulian seseorang dalam mengolah maupun memfilter arus informasi yang diperoleh melalui media sosial untuk kemudian dibagikan kepada masyarakat lainnya.
Selain itu, minimnya literasi juga menyebabkan seseorang tidak bijak dalam menanggapi atau merespons pemberitaan yang belum tentu benar atau berupa fakta. Serta, hadirnya konten tayangan yang sangat mudah dijumpai dari lini masa media sosial begitu mudahnya untuk menjadi sebuah konten yang viral, sehingga dapat dengan mudah dikonsumsi oleh publik meskipun belum ada kepastian tingkat kevalidan informasi tersebut benar dan akurat.
Untuk itu, dalam upaya menghadapi disrupsi informasi maka kita membutuhkan semangat etos kerja sama yang solid menangkal serta mencegah arus informasi yang tidak kredibel melalui pendidikan literasi secara terus menerus yang dilakukan oleh setiap elemen masyarakat maupun kolaborasi antar komunitas peduli melek informasi. Sehingga, harapan untuk menyiapkan generasi Indonesia emas 2045 perlu masyarakat informasi yang terdidik semakin beradab dan berkualitas, tetapi tetap mempertahankan karakter bangsa dari gempuran budaya asing.
Indonesia Controlling Community
Menyukai ini:
Suka Memuat...