Dunia kini mengalami perubahan signifikan dengan adanya revolusi industri 4.0 yang disertai dengan semakin canggihnya teknologi informasi dan komunikasi. Oleh sebab itu, segala basis lini kehidupan ditekankan pada pola bisnis yang berbasis digital. Selain itu, media informasi dianggap efektif untuk menyampaikan aspirasi rakyat secara langsung, seperti dalam hiruk pikuk pesta demokrasi, media mempunyai peran yang signifikan.
Perang opini dalam politik melalui media sosial tidak bisa dibendung, hal ini menjadi kekhawatiran banyak kalangan, karena informasi yang disajikan seringkali tidak berangkat dari fakta yang ada. Perang opini sebenarnya sudah pernah terjadi pada zamam Rasulullah. Bahkan, hampir semua peperangan yang dilakukan Rasulullah diawali dengan perang opini melalui syair-syair antar pujangga Mekah dan penyair Madinah. Puncak dari perang opini tersebut menimbulkan peperangan secara fisik seperti perang badar.
Menurut K. Taufik Hasyim selaku ketua NU pemekasan, perang opini dengan menggunakan agama dalam dunia politik, dikhawatirkan akan berujung kekerasan fisik atau mental. Hal tersebut berdasarkan kasus pembunuhan yang terjadi di beberapa daerah, seperti kasus penembakan yang terjadi pada bulan November di Sampang. Kasus ini terpicu perang opini melalui status di facebook. Tentu kasus seperti ini sangat disayangkan, mengingat terjadi pada masyarakat yang dikenal memiliki nilai keagamaan yang kaut.
Salah satu substansi politik untuk kemajuan agama tanpa harus memakai formulasi agama, tapi sebagian kelompok yang berpolitik memanfaatkan simbol agama untuk kekuasaan, yakni menjadikan agama demi meraup perolehan suara masyarakat dalam kontestasi pemilihan tanpa melihat sebstansi pokok. Bahkan, cenderung menimbulkan keresahan masyarakat.
Media sosial seringkali menyajikan berita melebihi fakta yang ada. Media sosial menjadikan setiap orang menjadi konsumen berita, terkadang juga menjadi produsen berita tanpa melalui mekanisme yang jelas, tidak seperti yang ada dalam media massa. Menurut Aziz (ketua PWI pamekasan), media massa masih mempunyai mekanisme yang cukup jelas dengan, salah satunya melalui editor, sehingga informasi yang dimuat dalam suatu berita berdasarkan dengan fakta dann data yang jelas.
Stop Hoax Media Sosial
Masyarakat masih cendreung memanfaatkan media sosial sebgai alat untuk bertukar informasi dalam bidang politik daripada memamfaatkan media untuk kepentingan bisnis. Khususnya, masyarakat akan menyambut pesta demokrasi lima tahunan, yakni pemilu serentak 2019.
Mahrus Ali Maliji dalam seminar yang diadakan BEM STIEBA, berpesan untuk menjaga stabilitas keamanan sosial, dengan bijak dan arif memamfaatkan media sosial dengan sebaik-baiknya. Media sosial jangan dijadikan alat untuk menyebarkan berita hoax yang dapat menimbulkan hal-hal negatif di kalangan masyarakat.
Mahrus Ali juga mengatakan bahwa semakin majunya media sosial akan mengangkat nilai-niali kemasyarakatan dengan selalu menjalin silaturahmi yang produktif sehingga mempererat nilai Ukhuwah Islamiyah.
Selaras dengan pendapat ini, Muhammad Khosim selaku rektor IAIN Pamekasan mengajak masyarakat untuk menggunakan media sosial sebagai sarana menyebarkan nilai-nilai positif, mislakan one day one hadis. Oleh sebab itu, konsentrasi masyarakat tidak selalu politik praktis, namun mengimbangi dengan penyebaran-penyebaran nilai yang positif untuk masyarakat.