Tujuan utama demonstrasi mahasiswa, buruh dan berbagai komponen masyarakat lainnya adalah perubahan kebijakan politik pemerintah (batalkan RKUHP dan UU KPK), yang berisi:
- Mendesak adanya penundaan untuk melakukan pembahasan ulang terhadap pasal-pasal yang bermasalah dalam RKUHP.
- Mendesak pemerintah dan DPR untuk merevisi UU KPK yang baru saja disahkan dan menolak segala bentuk pelemahan terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
- Menuntut negara untuk mengusut dan mengadili elit-elit yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan di beberapa wilayah di Indonesia.
- Menolak pasal-pasal bermasalah dalam RUU Ketenagakerjaan yang tidak berpihak pada pekerja.
- Menolak pasal-pasal problematis dalam RUU Pertanahan yang merupakan bentuk penghianatan terhadap semangat reforma agraria.
- Mendesak pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
- Mendorong proses demokratisasi di Indonesia dan menghentikan penangkapan aktivis di berbagai sektor.
Itu tujuan yang mulia karena hendak membela masyarakat dan itulah esensi dari demonstrasi. Saya berharap tujuan mulia itu tidak bergeser dari esensinya kepada “anarkis atau damai”. Biasanya menjadi anarkis atau damai sangat tergantung dari bagaimana tuntutan demonstrasi ditanggapi. Bila demonstran dituntut untuk sekedar damai dan tidak boleh anarkis sementara tuntutan mereka tidak didengar, itu namanya sikap menang sendiri pemerintah. Tetapi juga bila demonstrasi memaksakan tuntutannya untuk didengar tanpa mau peduli dengan pertimbangan pemerintah, itu berarti anarki. Begitulah bandul politik selalu bergerak di antara dua kutub ekstrem. Kenapa harus demonstrasi?
Memang benar, opini yang terbangun di masyarakat, mahasiswa sekarang yang berdemonstrasi cenderung anarki dan kurang terkontrol. Sering kali merusak fasilitas umum dan membuat resah orang sekitar tempat demonstrasi. Akan tetapi, tidak semua tindakan tersebut murni berasal dari mahasiswa. Sekali lagi, tidak semua. Dan ada tujuan dibalik semua itu, tujuan yang realistis tentunya. Saya secara pribadi juga tidak sepakat dengan aksi demonstrasi demikian, kecuali dalam kondisi tertentu. Kenapa? Karena PERJUANGAN MEMPERJUANGKAN SUARA RAKYAT ADALAH PERJUANGAN SUCI. Aksi (yang dibilang) anarki itu hanya sebuah metode saja. Metode yang paling akhir untuk mendapatkan perhatian terutama perhatian pemerintah.
Dalam menjalankan demonstrasi, mahasiswa tidak sekedar turun ke jalan dan tiba-tiba rusuh di sana-sini. Pada dasarnya mereka selalu diberikan doktrin bahwasanya “KALIAN ADALAH MASSA YANG TERDIDIK DAN TERORGANISIR”. Dan mereka tidak serta merta bertindak rusuh. Segala macam tuntutan pasti selalu didahului dengan audiensi beserta negosiasi dengan cara damai. Pasti! Mahasiswa selalu ingin berbicara langsung dengan wakil rakyat untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutan mereka. Namun terkadang wakil rakyat yang bersangkutan tidak mau ditemui. Selalu tim negosiator akan mencoba meminta perwakilan pemerintah untuk menemui sampai berhasil.
Jika berhasil maka jalan damai akan ditempuh. Kesepakatan yang terjadi antara pemerintah dan negosiator akan dikontrol dalam kurun waktu tertentu. Jika terjadi perubahan sesuai kesepakatan, maka selesai sudah tuntutan. Jika tidak, maka (biasanya) akan dilakukan aksi lanjutan. Namun ketika perwakilan pemerintah tidak mau menemui, lantas apa yang dilakukan? Diam? Tidak! Satu satunya jalan adalah dengan memaksa mereka keluar! Dengan cara apa? Ya, tepat seperti yang Anda pikirkan. Mahasiswa melakukan aksi yang lebih ekstrem agar mereka didengar dan diajak berbicara! Inilah yang sering di salah tafsirkan oleh banyak orang. Tingkat kematangan berpikir orang Indonesia (sebagian besar) masih kurang, sehingga sangat mudah terpengaruh dan terprovokasi. Ini poin pentingnya:
Dalam setiap demonstrasi yang (katanya) anarki, media masa apa pun itu, baik cetak maupun elektronik, selalu meliputnya. Selalu! Media massa tidak pernah menyudutkan mahasiswa, namun pemberitaan yang hanya menunjukkan sisi negatif itulah yang membentuk opini masyarakat menjadi buruk. Contohnya, judul yang dipakai media masa serupa dengan ini: “DEMONSTRASI MAHASISWA RICUH, BEBERAPA FASILITAS UMUM RUSAK” atau “UNJUK RASA MAHASISWA UNIVERSITAS XXX BERLANGSUNG ANARKIS” sisi negatif ini yang diunggulkan oleh media massa.
Mereka tidak pernah mengunggulkan sisi positif seperti “AKSI DAMAI MAHASISWA TIDAK DIGUBRIS PEMERINTAH, DEMO MENJADI TAK TRKENDALI” atau “PEMERINTAH ENGGAN MENANGGAPI SUARA RAKYAT, MAHASISWA MEMAKSA KELUAR PERWAKILAN PEMERINTAH” misalkan demikian. Kenapa media massa memberikan opini seperti itu? Karena media masa di Indonesia sebagian besar dikuasai oleh pemilik partai politik yang ingin mempertahankan status quo mereka melalui media mereka (konglomerasi media). Sebut saja Bakrie memiliki ANTV, VIVA NEWS; HARRY TANOE memiliki MNC, RCTI; Surya Paloh memiliki MetroTV; dll. Ini salah satu hal yang menjadikan citra mahasiswa semakin tersudutkan.
Dalam setiap aksi demonstrasi, PASTI TUJUANNYA ADALAH AKSI DAMAI. Penyebab adanya aksi yang kurang terkontrol adalah:
- Ada oknum yang sengaja memprovokasi
Dalam setiap aksi, terkadang ada orang yang masuk dalam barisan masa yang bertugas memprovokasi massa agar bertindak anarki dan memperburuk suasana. Ada pihak tertentu yang sengaja ingin menjadikan aksi tersebut rusuh dan menjadikan demonstrasi mahasiswa tidak mendapat simpati.
- Aparat pengaman yang represif dan cenderung kasar
Terkadang aparat yang kasar dapat munyulut kemarahan mahasiswa dan berujung bentrok. Aparat biasa main pukul dan tendang. Ini menjadikan barisan massa aksi tidak terkontrol karena ingin melindungi teman mereka.
- Aspirasi tidak digubris dan perwakilan pemerintah tidak mau diajak dialog
Seperti yang saya tulis di atas, jika tidak mau menempuh jalan damai, maka satu-satunya cara adalah dengan memaksa perwakilan keluar dengan cara apa pun.
Itu perjuangan yang dilakukan oleh para demonstran. Protes yang dilakukan bukan tanpa alasan, namun dengan sebuah tujuan. Tujuan suci dan mulia.
Banyak cara untuk berjuang. Mau jadi penulis, blogger, artis, politikus dan lain-lain, terserah saja. Asalkan tujuannya cuma satu, memajukan Indonesia! Jangan saling hujat jika tidak mengerti duduk permasalahan sebenarnya. Jadilah manusia cerdas, yang dapat mengkritisi dan memberi solusi.
Lalu apa yang sudah kalian lakukan sekarang? Jika tidak bisa melakukan apa-apa lebih baik diam, dukung dan lihatlah aktivis, seniman, artis, penulis, politisi, birokrat yang ada di Indonesia ini berjuang untuk rakyat dan kemajuan bangsa. Jangan sekedar protes terhadap aksi kasat mata saja, lihatlah nilai perjuangannya. Siapa tahu suatu saat itu akan menjadi contoh untuk perjuangan kita sendiri.
Komisioner Rumah Marhaen Indonesia