Judul Buku: Problematika Komunikasi Pandemi COVID-19
Penulis: Andi Andrianto
Penerbit: Pentas Grafika
Tahun Terbit: September, 2020
Tebal: viii+170 Halaman
Pandemi corona virus disease (COVID-19) tidak hanya menyangkut aspek kesehatan tapi juga memiliki relasi kuat dengan bidang komunikasi. Bahkan beberapa waktu lalu beredar luas video Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengatakan, “Tidak perlu takut berlebihan dengan virus korona. Karena virus korona dari data yang saya terima 94 persen penderitanya dapat disembuhkan. Jadi sebetulnya musuh terbesar kita saat ini adalah bukan virus itu sendiri, tapi rasa cemas, rasa panik, rasa ketakutan, dan berita-berita hoaks serta rumor. Kita sebenarnya harus yakin dengan fakta, informasi, solidaritas bersama dan gotong royong. Apa yang dikatakan Presiden Jokowi itu sesungguhnya berkaitan erat dengan aspek maupun tata kelola komunikasi yang efektif di masa pandemi.
Berbagai literatur komunikasi menunjukkan pengertian komunikasi begitu beragam tapi sesungguhnya memiliki irisan antara satu dengan yang lain. Dalam buku Komunikasi Serba Ada Serba Makna (2011), Prof. Dr. Alo, Liliweri mengatakan berbagai kepustakaan ilmu komunikasi mencatat ada kira-kira 125-130 definisi komunikasi. Begitu banyak arti komunikasi dari para ahli komunikasi. Miller (1996) mendefinisikan komunikasi merupakan center of interest yang ada dalam suatu situasi perilaku manusia yang memungkinkan suatu sumber secara sadar mengalihkan pesan kepada penerima dengan tujuan yakni mempengaruhi perilaku tertentu.
Berelson & Steiner (1964) mengartikan komunikasi sebagai transmisi informasi, ide, emosi, keterampilan, dan lain-lain melalui simbol-simbol, kata-kata, gambar, fitur, dan grafik. Sementara itu Zareksky (1999) komunikasi adalah interaksi untuk menopang koneksi antar manusia sehingga dapat menolong mereka memahami satu sama lain bagi pengakuan terhadap kepentingan bersama. Arti komunikasi juga disampaikan oleh seorang yang sangat terkenal tidak hanya dalam bidang politik tapi juga komunikasi hingga saat ini yaitu Harold Lasswell (1948) who, says what, in which channel, to whom, with what effect. Komunikasi terkait dengan siapa mengatakan apa melalui saluran apa kepada siapa dengan efek apa.
Penjelasan tentang definisi komunikasi dari para ahli komunikasi tersebut dapat ditarik beberapa hal berkaitan dengan inti komunikasi yakni adanya ide atau pesan yang ingin disampaikan, proses, komunikator atau orang maupun representasi institusi yang menyampaikan pesan, komunikator atau orang yang menerima suatu pesan, interaksi, konteks, media penyampai pesan, efek atau dampak pesan yang ditimbulkan serta komunikasi yang membangun arti yang sama. Setidaknya kata-kata kunci komunikasi ini menjadi penting untuk dimengerti supaya kita lebih dekat memahami problematika komunikasi pandemi COVID-19 yang menjadi topik pokok pembahasan buku ini.
Pandemi COVID-19 yang melanda dunia termasuk Indonesia memberi pelajaran berharga karena tidak saja dari aspek kesehatan yang terdampak melainkan juga terhadap sendi-sendi kehidupan lain tidak terkecuali pada bidang komunikasi dan informasi. Akibat badai korona sektor kesehatan menjadi luluh lantak dengan dampak besar ditimbulkannya, sampai sejauh ini sudah 216 negara terpapar korona. Pasca korona, badai-badai lain menghantam kehidupan masyarakat global yang mengakibatkan krisis multidemensi.
Arus deras informasi pandemi COVID-19 di era yang disebut John Keane sebagai keberlimpahan komunikasi telah memunculkan begitu banyak peristiwa komunikasi yang menarik perhatian publik. Buku ini merekam beragam peristiwa komunikasi yang terjadi dalam masa COVID-19. Arus deras informasi COVID-19 pada masa krisis bercampur antara fakta dan opini, disinformasi, mis-informasi, propaganda dan provokasi disebarkan dengan motif dan tujuan tertentu yang justru membuat publik semakin panik dan menjauh dari harapan hidup yang lebih baik.
Informasi hoaks COVID-19 atau infodemik beredar luas di tengah masyarakat sehingga membuat publik resah akibat penyesatan dan kebohongan informasi hoaks. Situasi semakin problematis tatkala blunder-blunder komunikasi bersumber dari otoritas menghiasai perjalanan COVID-19 di Indonesia sehingga memunculkan harapan besar agar blunder komunitas otoritas tidak terulang kembali termasuk di daerah yang mulai dihantam pandemi COVID-19. Masalah komunikasi lain dalam masa COVID-19 adalah stigma COVID-19—stigma yang berbahaya karena menancapkan prasangka buruk dalam logika maupun cara pikir masyarakat di masa krisis yang membuat situasi sosial semakin kacau. Di tengah situasi yang tidak pasti peran regulator penyiaran dalam mendorong informasi yang pasti dan keberadaan media arus utama sangat penting dalam menciptakan kepastian melalui kebenaran informasi yang disebarkannya agar masyarakat lebih tenang.
Di samping itu penggunaan media sosial di masa pandemi korona yang masih banyak ditemukan melalui platform ini penyebaran informasi hoaks COVID-19 yang juga menjadi perhatian penulis. Lalu, seperti apa manajemen isu dan komunikasi krisis serta komunikasi risiko kaitannya dengan komunikasi kebijakan yang dilakukan para stakeholders, kelembagaan dan jaringan komunikasi, dan strategi diseminasi serta respons dinamika isu menjadi bagian yang tatkala penting diuraikan lebih jauh untuk mengatasi persoalan komunikasi (publik) COVID-19. Pungkas, sebuah harapan akan adanya pihak-pihak yang dapat melakukan orkestra dan kepemimpinan komunikasi dengan baik antar warga bangsa untuk menyelaraskan pikiran, gerak, dan langkah bersama dalam melawan pandemi korona untuk mempercepat masa-masa sulit ini berlalu dengan baik. Salam komunikasi.
Menyukai ini:
Suka Memuat...