Pilkada Jakarta sudah selesai, Prabowo Subianto Ketua Umum Partai Gerindra mengapreasiasi dan memberikan penghormatan kepada pemimpin Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Sihab yang dinilai telah mendukung dan berjuang di garis depan untuk menegakkan keadilan. Prabowo juga berterimakasih kepada semua peserta tamasya al-Maidah yang telah turut memenangkan Anies-Sandi dalam Pilkada Jakarta putaran kedua (Tirto.id).
Penghargaan, penghormatan dan ucapan terimakasih dari Prabowo Subianto untuk Rezieq Zihab menunjukkan bahwa pemimpin FPI ini mempunyai jasa yang sangat besar untuk kemenangan Anies-Sandi di putaran kedua. Rezieq Sihab dengan bekal Habib yang disandangnya dan fakor Islam marah (bukan ramah) melalui jargon membela al-Qur’an berhasil memobilisasi massa Islam dari berbagai dareh yang mereka tidak mempunyai hak pilih Pilkada Jakarta hadir ke Jakarta.
Buktinya, sebanyak 47 Warga Sumenep, Madura, Jawa Timur, diamankan petugas Kepolisian Sektor Duren Sawit. Mereka diduga hendak mengacaukan pemilihan kepala daerah (Pilkada) gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta. Dari 47 orang ini semuanya ber-KTP Sumenep, Madura. Tujuan mereka adalah mengawal pengumutan suara dari kubu pasangan calon (paslon) nomor tiga. Namun, sebenarnya mereka tidak mendapat perintah dari tim sukses paslon nomor tiga. Hasilnya, 47 orang itu tidak terbukti bersalah (Jawa Pos, 20/04/17).
Kejadian ini bukan hanya di waktu hari pemilihan saja, jauh-jauh hari sebelum pemilihan mereka yang tidak ber-KPT Jakarta telah beramai-ramai ke Jakarta, seperti diwaktu demonstrasi yang berjilid-jilid itu. Mereka menuntut pihak kepolisian menangkap gubernur petahana Ahok karena dianggap telah menistakan al-Qur’an.
Selain gerakan demonstrasi ada wiritan dan doa khusus yang dibaca oleh golongan ini. Wiritan dan doanya dikhususnya untuk kekalahan ahok. Wiritan dan doa bukan hanya dibaca di markas besar FPI Jakarta, di daerah-daerah yang basis FPInya kuat di sanalah akan ditemukan ke khusyu’an mereka berdoa. Di Madura dan di dan di Jawa Timur pun ada salah satu forum alumni pondok pesantren yang secara khusus membaca wiritan tertentu untuk kekalahan Ahok dan Anjuran memilih Anis-sandi. Hal ini sah-sah saja, tapi hemat penulis alangkah indahnya jika wiritan dan doa itu untuk kebaikan Jakarta khususnya NKRI dan siapapun yang jadi gubernur semoga membawa ketenangan dan keabaikan. Bukankah mendoakan orang lain itu doanya akan kembali juga kepada yang mendoakan?
Mengapa mereka sangat gigih mengkampanyekan calon sesama Islam di Pilkada Jakrata ini meskipun mereka tidak mempunyai hak pilih. Alasannya bukan masalah hak pilih, tapi masalah iman. Lagi-lagi iman dipertaruhkan untuk kampanye politik dan calon tertentu. Bahkan ada pernyataan barang siapa yang tidak mendukung dan memilih calon sesama Islam, keislamanya perlu dipertanyakan. Pandangan keagamaan seperti ini yang disebut oleh Zuly Qodir sebegai absolutisme mengembangkan persepektif yang secara konseptual menolak keberadaan yang lain, karena yang lain di luar dirinya adalah salah.
Absolutisme diperkuat dengan persepektif tentang kebenaran tunggal hanya ada dalam kelompoknya, sementara kelompok yang lain adalah salah dan karena itu harus ditolak bahkan dipertobatkan (Zuly Qodir 87:2009).
Kelompok seperti ini memang bukan sesuatu yang baru lagi di Indonesia dengan salah satu misinya mengganti Pancasila dengan Syariah Islam. Padahal dalam sejarah ummat manusia di dunia ini, belum ada sistem politik yang mendasarkan diri pada Islam sebagai dasar negaranya lebih makmur, sejahtera dan demokratis, seperti survei Abdulahi an-Naim (1993) dan Khaled Abou el Fadhal (2004). Gus Dur pernah menyatakan siapa saja yang hendak mengganti Pancasila dengan Syariah Islam di Indoesia adalah sebuah tindakan kudeta konstitusi (Zuly Qodir).
Kelompok ini keberadaannya ditentang oleh kalangan Nasionalis-Islamis dan Nasioalis seperti NU dan kelompok lainnya. Gerakan penolakan yang nampak di permukaan akhir-akhir ini gerakan yang dimotori oleh gerakan muda NU melalui Ansor. Meskipun, penolakan yang dilakukan oleh Ansor masih menuai kontroversi sana sini karena dalil Demokrasi dan masih ada TNI dan Polisi. Semoga penolakan keberadaan kelompok yang ingin merongrong pancasila ini menuai hasil. Wallahu a’lam.
*Penulis adalah alumni Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga Yogykata dan GUSDURian Yogyakarta.
Oleh: Mauzun Visioner (Pegiat Literasi) PEMILIHAN Gubernur Jawa Timur sedang mencuri perhatian publik. Pasalnya, Pilgub kali ini menampilkan tiga figur
FIGUR kyai masih menarik untuk dilibatkan atau terlibat pada kontestasi pilkada 2024. Pernyataan tersebut setidaknya sesuai dengan kondisi proses pilkada
PERNYATAAN Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Prof. Tjitjik Sri Tjahjandarie tentang “pendidikan tinggi adalah tertiary education, bukan