SERIKATNEWS.COM-Sengkarut Pajak Bumi Bangunan (PBB) gratis di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, terus menggelinding dan terkesan tarik-ulur. Sejak diberlakukan oleh Bupati Sumenep Busyro Kariem pada kisaran tahun 2010/2011, kebijakan ini telah banyak menuai reaksi negatif dari pengamat dan publik.
Pasalnya, kebijakan ini ditengarai sebagai bentuk penyalahgunaan kewenangan karena tidak transparan dan terindikasi praktik gratifikasi. Karena, meski masyarakat tidak ada yang bayar pajak bumi bangunan, namun bukti pembayaran PBB tetap keluar, dan masyarakat wajib pajak tidak pernah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).
Menurut aktivis Front Pemuda Madura, dugaan penyimpangan PBB gratis ini sebenarnya telah beberapa kali dilaporkan sejak 2015. Telah diperiksa pula beberapa pihak terkait, terutama kalangan Pemkab dan hampir selusin Camat di Kabupaten Sumenep. Bahkan, tambahnya, pada 2015, pihaknya telah melaporkan kasus ini ke Mabes Polri. Namun, sampai keterangan ini dibuat, tidak ada titik-terang terkait skandal keuangan pajak ini.
“Front Pemda Madura (FPM) tetap konsisten dan mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera mengambil alih kasus skandal keuangan pajak ini. Bagaimanapun, KPK sebagai lembaga antirasuah yang memiliki kepercayaan penuh dari publik harus segera memproses pihak-pihak yang terlibat pada skandal itu” tulis Asep Irama dalam keterangannya yang diterima redaksi, Rabu (06/12/2017), siang tadi.
“Kami siap membantu KPK untuk membeberkan fakta dan bukti soal kasus skandal pajak ini. Sejauh ini, FPM telah mengantongi beberapa bukti materil penyimpangan PBB gratis Sumenep sejak tahun 2010 hingga 2015. Bukti ini sengaja kami persiapkan untuk membantu menelaah kajian pelanggaran hukum pada kasus itu,” jelas Asep yang juga mahasiswa hukum di salah satu Perguruan Tinggi di Jakarta.
Asep menambahkan, salah satu efek kebijakan PBB gratis adalah yang sangat terasa hingga kini adalah kengganan masyarakat membayar pajak. Buktinya, jelas Asep, tunggangan pajak pada tahun 2016 lalu mencapai 4,8 milyar. Bahkan, hingga Maret tahun ini, penarikan PBB di Kabupaten Sumenep ini hanya mencapai 22,8 persen atau Rp.1,9 milyar dari total target yang harus dibayar sebesar Rp. 6,4 milyar.
Pembebasan pajak oleh Pemkab Sumenep diduga dibayar melalui dana talangan yang bersumber dari Dana Bantuan Sosial (Bansos) dan sebagian lain diambil dari Alokasi Dana Desa (ADD). Ditengarai, modus pembebasan pajak ditalangi dari dana Bansos pada 2011, dan ADD pada 2012 sampai dengan 2015. Diperkirakan, kebijakan itu mengakibatkan kerugiaan negara sekitar 20 milyar lebih.
Seperti diketahui, target nilai pajak bumi dan bangunan (PBB) di Kabupaten Sumenep pertahun sebesar Rp. 4,5 milyar, dengan rincian jumlah wajib pajak sebanyak 736 obyek dengan besaran tanggungan berkisar antara 6-10 ribu rupiah.
Bagi Asep, paska Pilkada Sumenep 2010 lalu, masyarakat enggan membayar PBB karena janji politik yang disampaikan Busyo Karim, bupati terpilih. PBB gratis ini menurutnya sempat juga mendaptkan penolakan dari pihak legislasi karena tidak memiliki panduan hukum konstitusi yang tegas.
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara dan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“Dengan begitu, kebijakan PBB gratis, sejak pertama disampaikan hingga diberlakukan selama hampir 5 tahun, telah melanggar Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Apalagi, jika ini benar, tanggungan PBB masyarakat wajib pajak dilakukan melalui mekanisme talangan dana Bansos dan ADD. Padahal, secara praktis, Bansos dan ADD murni bantuan untuk kemakmuran masyarakat,” tutup Asep. (Las)
SerikatNews.com adalah media kritis anak bangsa. Menyajikan informasi secara akurat. Serta setia menjadi platform ruang bertukar gagasan faktual.
Menyukai ini:
Suka Memuat...