PADA 29 September, saya menulis budaya politik santri dalam membaca visi calon bupati di Kabupaten Sumenep. Secara umum tulisan tersebut menggambarkan bahwa budaya politik di Sumenep tidak menampilkan kekuatan membaca dan berdialektika tentang ide-gagasan pasangan calon (Paslon) untuk menjadi preferensi pilihan politik. Visi dan misi pembangun paslon terhenti pada dokumen administrasi di KPU dan diskusi formal saja. Pilihan politik publik lebih banyak diarahakan oleh swadaya politik dan diplomasi elite (Baca: https://jejak.co/budaya-politik-santri-membaca-visi-paslon-pilkada-sumenep).
Karena itu, tulisan ini berupaya menggambarkan dua strategi yang ditekankan oleh Paslon FINAL dengan kekuatan swadaya politiknya dan Paslon FAHAM dengan penekanan diplomasi elitenya. Saya baca, strategi ini telah digunakan sejak isu-isu pencalonan hingga masuk masa kampanye. Tentu ada strategi yang terus berkembang sesuai dengan dinamika politik dan celah pemenangan.
Strategi Politik dan Etika Demokrasi
Terdapat banyak model strategi politik yang dilakukan oleh politisi, organisasi, bahkan negara dalam menjaga stabilitas politik dan mempertahankan kekuasaan. Strategi politik juga tergantung pada dua hal, yaitu sumber daya yang dimiliki dan peluang yang dianalisis. Namun, umumnya beberapa strategi pada pemilu setidaknya yaitu strategi berbasis komunitas, responsif terhadap krisis dan isu aktual, pemanfaatan multi-aktor-generasi, digitalisasi politik dan media, manajemen krisis, dan voter experience. Strategi ini terus berkembang sesuai dengan local wisdom, lawan politik, dan perkembangan isu strategis.
Strategi politik tidak semata untuk memenangkan kekuasaan hingga menghalalkan segala cara. Banyak politisi yang masih doyan menggunakan strategi black campion (kampanye negatif), money politics, politik adu domba, politik fitnah, dan politisasi birokrasi. Ini bagian dari strategi, akan tetapi tidak halal (haram hukumnya) dalam etika demokrasi dan etika Pancasila. Nilai-nilai demokrasi dalam politik pemilu menekankan pada nilai kesetaraan, keadilan, kejujuran (transparansi-akuntabilitas) dan partisipasi—bukan mobilisasi.
Menurut Robert A Dahl (1989), politik itu harus dilandasi etika dan moral. Moralitas politik yaitu pada integrasi prinsip-prinsip demokrasi. Ditegaskan oleh David Held (2006) nilai-nilai demokrasi yaitu berkeadilan, terjadinya dialog, dan mempertimbangkan implikasi etis dari sikap politik yang dilakukan. Dalam artian, strategi politik dalam etika demokrasi yaitu memelihara toleransi, mendorong partisipasi, terjadinya diskusi, dan memelihara hak-hak politik masyarakat.
Yang menarik dalam pilkada sumenep 2024, amatan saya terdapat dua strategi politik yang mencolok. Menurut saya, Paslon FINAL (01) digerakkan oleh swadaya politik, sedangkan Paslon FAHAM (02) menekankan diplomasi elite.
Kekuatan Swadaya Politik Paslon FINAL
Tidak ada penjelasan konseptual-konfrehensip tentang swadaya politik. Johan Galtung memaknai swadaya politik (pollical self-reliance) sebagai kemandirian politik, pemberdayaan dan identitas budaya. Dari beberapa referensi, saya menyimpulkan bahwa swadaya politik sebagai gerakan kreativitas dan inisiatif mandiri yang ditunjukkan dengan partisipasi aktif. Dan saya memaknai swadaya politik sebagai gerakan dan inisiatif akar rumput (masyarakat) untuk memenangkan paslon. Swadaya politik ini menjadi bagian yang terus dilakukan oleh Ali Fikri (Cabup FINAL) dari sejak konsolidasi bakal calon, mendapatkan rekomendasi partai, berpasangan dengan Unai Ali Hisyam, hingga konsolidasi dukungan dari masyarakat.
Strategi swadaya politik FINAL digambarkan dalam dua hal. Yang pertama, dalam aspek publik figur. Figur FINAL sedari awal berdasarkan kemandirian dan kreativitasnya melakukan konsolidasi untuk mendapatkan rekomendasi partai politik. Hilang harapan setelah sisa partai yaitu Demokrat dan Nasdem mendukung paslon FAHAM. Namun, mukjizat politik melalui putusan MK No.60 pada akhirnya mengantarkan iktikat politik FINAL ke pintu kandidasi calon walau hanya didukung oleh PPP. Kedua, dukungan publik sebagai partisipasi aktif bergerak mandiri menunjukkan antusiasme yang tinggi. Ide-ide konsolidasi tingkat bawah seolah muncul dengan sendirinya tanpa digerakkan oleh tim pemenangan dan diarahkan oleh paslon.
Masyarakat mudah disentuh untuk diajak bertemu. Bahkan, selalu di luar dugaan setiap pertemuan menyolidkan dukungan. Pembuatan baliho, flyer, pamflet dilakukan melalui sumbangan dari masyarakat yang dipasang sendiri tanpa adanya biaya pemasangan. Dukungan publik pada akhirnya menjelma menjadi Mujahid FINAL yaitu gerakan pemenangan yang digerakkan oleh ketulusan hati dan kreativitas ide dan gagasan. Kekuatan tokoh masyarakat tingkat akar rumput seperti guru ngaji, ustaz banyak yang memberikan dukungan kepada pasangan FINAL. FINAL memiliki kekuatan kedekatan dengan masyarakat yang berbasis santri. Basis santri bukan hanya dilihat dari warga yang pernah nyantri (mondok), tetapi yang punya pemahaman akan pentingnya pendidikan pesantren dan memiliki simpati terhadap kontribusi santri.
Strategi swadaya politik inilah sebagai embrio dari nilai-nilai demokrasi. Politik digerakkan oleh kreativitas masyarakat secara mandiri dan berimplikasi pada partisipasi aktif, bukan mobilisasi. Publik sedari awal terlibat langsung dalam perencanaan pemenangan, kampanye pemenangan, dan biaya pemenangan. Swadaya politik mengimpikan otonomi politik dan kemandirian pemimpin dalam membangun Sumenep.
Penekanan Diplomasi Elite Paslon FAHAM
Diplomasi elite meminjam konsep yang selalu dipopulerkan oleh ilmuan Hubungan Internasional. Menurut Handelman (2012) sebuah strategi konsolidasi dan cara mewujudkan tujuan melalui pendekatan elite politik, tokoh-tokoh berpengaruh, dan lembaga publik/pemerintah. Kaitan dengan politik lokal dan pemilu, saya memaknai diplomasi elite sebagai strategi pemenangan yang menggerakkan aktor-aktor politik dan birokrasi baik pusat hingga daerah. Lembaga-lembaga yang memiliki basis publik kuat juga sebagai sasaran konsolidasi melalui pengaruh elite. Maka, strategi FAHAM bergerak melalui diplomasi terhadap elite partai politik, tokoh publik, hingga politisi daerah dan pusat.
Pada Tingkat pusat, publik memahami terdapat kekuatan Said Abudllah sebagai DPR RI yang kekuatannya terintegrasi dari pusat hingga daerah (DPR Provinsi) dalam pemenangan FAHAM. Melalui kekuatan elite inilah hingga FAHAM mendapatkan dukungan mayoritas partai politik yang hanya menyisakan PPP. Partai PKB yang selalu memenangi pemilu dan cukup strategis pada basis masa tradisional dan agamis juga menjadi bagian dari FAHAM. Pasangan FAHAM bertemunya ketua DPC partai pemenangan pemilu 2024 yaitu PDIP dan PKB. FAHAM juga didukung oleh politisi asal Kabupaten Sumenep yang berhasil di tingkat Provinsi Jawa Timur seperti Abrori, Nur Faizin, dan Nurfitriana Busyro Karim.
Pada tingkat lokal, mantan ketua DPRD 2015, Ketua DPRD 2019 secara tidak langsung menjadi bagian dari kekuatan FAHAM. Bahkan bupati dua periode KH. Ramdlan Siraj secara terang benderang mendeklarasikan dukungan untuk FAHAM. Tentu terdapat banyak elite politik jika ditulis semuanya tidak cukup space ini. Jadi, ini hanya bagian dari diplomasi elite yang dikuasai oleh FAHAM sebagai paslon incumbent. Kekuatan elite ini dapat berkontribusi pada penguatan jejaring antar elite dan penguat basis massa, karena setiap elite politik memiliki basis massa yang real. Jika kekuatan elite ini terakumulasi menjadi kekuatan basis massa, maka hampir dipastikan kemenangannya. Berikutnya tergantung bagaimana mengonsolidasikan gerakan elite untuk mempengaruhi gerakan masyarakat.
Kekuatan elite politik dan partai politik juga menjadi variabel dalam dinamika demokrasi sebagai representatif publik. Elite politik sebagai instrumen penyambung kepentingan publik dengan rencana politik dan kebijakan. Maka, konsistensi dan komitmen sebagai penyambung akan lebih mudah mendapatkan perhatian dan kepercayaan publik.
Potensi Kemenangan FINAL vs FAHAM
Dalam ulasan yang lebih luas, saya akan menulis di lain kesempatan, tetapi tentu secara umum baik dalam pendekatan swadaya politik maupun diplomasi elite keduanya sama-sama memiliki peluang besar untuk memenangkan Pilkada 2024. Kekuatan kandidat ini cukup seimbang bahkan jika dilakukan pemilihan hari ini, maka pemenangnya tidak akan lebih dari 5%. Siapa yang paling diunggulkan? Bisa FAHAM dan memungkinkan juga FINAL, tergantung konsistensi gerakan dan strategi. Guncangan politik yang fatal untuk keduanya yang mendegradasi dukungan hampir tidak akan terjadi, maka politik akan bergerak dinamis dan tanpa gejolak yang membuat salah satunya timpang. Irisan basis yang berbeda dan strategi politik yang berbeda, maka keduanya sama-sama berpeluang.
Saya tidak yakin FAHAM yang didukung oleh elite politik, sebagai incumbent dan finansial yang kuat akan menganggap lemah paslon FINAL. Sebaliknya, FINAL akan terus menunjukkan soliditas dukungan publik dengan intensitas konsolidasi, pertemuan publik dan kreativitas kemandirian yang ditunjukkan oleh para pendukungnya. Inovasi gerakan FINAL akan terus berkesinambungan dengan dukungan masyarakat yang hanya berjuang untuk keadilan dan kemakmuran.
Dosen Politik dan Kebijakan Publik, FISIP, Universitas Wiraraja
Menyukai ini:
Suka Memuat...