SERIKATNEWS.COM – Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) menimbulkan pro dan kontra dari berbagai kalangan.
RUU usulan DPR RI yang kini pembahasannya ditunda disebut dilatarbelakangi oleh belum adanya landasan hukum yang mengatur Haluan Ideologi Pancasila sebagai pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara.
Guru Besar Fakultas Filsafat UGM, Prof. Kaelan menilai bahwa RUU HIP inkonsisten dalam praktik hukum karena melanggar tertib hukum di Indonesia jika dilihat dari substansi dan hierarkinya.
“Mestinya secara epistemologis RUU HIP ini menjadi sub dari ideologi Pancasila. Tapi kalau dilihat di RUU HIP itu terbalik, Pancasila diletakkan di dalam RUU HIP, ini sudah kesalahan epistemologis dan logika,” kata Kaelan dalam Seminar Kajian Ilmiah Ideologi Pancasila yang digelar Dewan Guru Besar UGM, pada Jumat (10/7/2020).
Menurutnya, keseluruhan sistem norma hukum Indonesia merupakan suatu sistem yang hierarkis. Dalam kedudukan dan fungsinya sebagai dasar negara Republik Indonesia, pada hakikatnya Pancasila merupakan suatu dasar dan asas kerohanian dalam setiap aspek penyelenggaraan negara termasuk dalam penyusunan tertib hukum Indonesia.
Pihaknya menilai bahwa problema substansial dalam RUU ini adalah kesalahan dalam meletakkan ideologi dalam suatu undang-undang. Hal ini mengandung category mistake yaitu meletakkan suatu substansi yang tidak konsisten dengan sistem.
Dia juga memaparkan mengenai proses perumusan ideologi Pancasila. Pemahaman sejarah perjuangan bangsa Indonesia dinilai mutlak diperlukan untuk memahami Pancasila secara lengkap, utuh, dan ilmiah, terutama dalam kaitannya dengan jati diri bangsa Indonesia.
Dalam kesempatan yang sama, sejarawan Anhar Gonggong memaparkan bahwa undang-undang ini tidak diperlukan karena hal-hal yang diatur di dalamnya sudah termuat di dalam peraturan perundangan yang sudah ada. Selain itu, terdapat sejumlah kesalahan penafsiran di dalam rancangannya.
“Secara keseluruhan RUU ini tidak menunjukkan sebuah kebutuhan utama dan segera untuk menjadi landasan pemahaman tentang Pancasila karena di berbagai undang-undang sudah termuat,” jelasnya.
Salah satu bagian dari RUU HIP yang dikritiknya adalah pasal 7 yang menyebut bahwa ciri pokok Pancasila berupa Trisila, yaitu sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan.
Menurutnya, pernyataan tersebut keliru karena Soekarno tidak pernah menyebut Trisila sebagai ciri pokok, melainkan disebut sebagai perasan dari lima sila menjadi tiga.
“Itu dua hal yang berbeda. Karena itu saya minta kita semua masyarakat dan para politikus tidak perlu lagi mengotak-atik Pancasila,” kata Anhar.
Anggota tim ahli Pusat Studi Pancasila UGM, Prof. Dr. dr. Sutaryo mengatakan bahwa sejak dulu terdapat banyak gangguan terhadap Pancasila sebagai ideologi negara yang datang dalam berbagai wujud.
Dengan demikian, bangsa Indonesia perlu memiliki sense of idology crisis dan berjuang untuk mempertahankan Pancasila yang menjadi pondasi dari kehidupan politik, ekonomi, dan budaya.
“Bangsa yang besar saat ini adalah bangsa yang berpijak pada sejarah dan budaya kepribadiannya sendiri. Selama bangsa itu ingin meniru budaya orang lain, dia tidak akan menjadi bangsa yang besar,” pungkasnya.
SerikatNews.com adalah media kritis anak bangsa. Menyajikan informasi secara akurat. Serta setia menjadi platform ruang bertukar gagasan faktual.