SERIKATNEWS.COM – Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2020 mengalami kontraksi sebesar 5,32 persen (year on year/yoy). Hal tersebut turun dibandingkan dengan capaian pada kuartal I sebesar 2,97 persen (yoy).
Pakar ekonomi UGM, Dr Eddy Junarsin mengatakan bahwa kondisi ini memang sudah diprediksi. Bahkan, pertumbuhan negatif diproyeksikan masih akan terjadi di kuartal III. Menurutnya, pertumbuhan positif baru bisa terjadi pada kuartal IV-2020.
“Kita perlu hati-hati di kuartal III, ini masih menjadi tanda tanya besar. Harapannya di kuartal IV bisa mulai positif meski tidak bisa tinggi, dengan catatan penanganan COVID-19 berjalan lebih baik,” ujar Dr Eddy Junarsin, seperti dikutip dari Jogja.siberindo.co, Jumat (14/8/2020).
Dia mengatakan bahwa penurunan pertumbuhan ekonomi terjadi pada seluruh komponen PDB. Misalnya konsumsi rumah tangga mengalami kontraksi sebesar 5,51 persen, sementara sektor investasi mencatat kontraksi 8,61 persen.
“Terkait bahaya resesi ekonomi yang dikhawatirkan banyak pihak, jika menggunakan definisi resesi sebagai defisit perekonomian selama 2 kuartal berturut-turut, maka Indonesia memang belum mengalami resesi,” terang Eddy.
Menurutnya, Indonesia sendiri belum memiliki indeks seperti halnya The Chicago Fed National Activity Index di Amerika Serikat yang dirancang untuk mengukur aktivitas ekonomi secara umum. “Sehingga standar yang digunakan masih berupa defisit angka pertumbuhan ekonomi,” katanya.
Namun, jika resesi dipahami sebagai penurunan aktivitas ekonomi secara umum, maka Indonesia sebenarnya bisa disebut sudah memasuki resesi. “Ada kemungkinan kita sebenarnya sudah memasuki resesi dalam artian sebenarnya,” tambah Eddy.
Untuk pemulihan ekonomi nasional, lanjut Eddy, sangat bergantung pada keberhasilan Indonesia dalam penanganan COVID-19. Meski aktivitas perekonomian beberapa bulan terakhir mulai kembali berjalan, tetapi tren jumlah kasus COVID-19 yang tidak kunjung mengalami penurunan menyebabkan banyak pelaku ekonomi masih akan menunggu perkembangan situasi.
“Kalau masih seperti ini, semua komponen ekonomi masih wait and see, jadi pertumbuhan akan sulit. Kalau bisa di atas nol itu sudah prestasi,” imbuhnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa situasi ini sejalan dengan melemahnya ekonomi global akibat COVID-19. Untuk mendorong kinerja perekonomian, pemerintah Indonesia telah mengambil sejumlah kebijakan moneter dan fiskal, misalnya dengan menggenjot belanja negara dan menurunkan suku bunga.
Langkah ini memang bukan merupakan solusi jangka panjang. Akan tetapi, langkah ini merupakan upaya yang dilakukan untuk mendorong pemulihan aktivitas ekonomi dalam negeri yang sempat menurun drastis sebagai dampak dari penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
“Kebijakan ini umum dilakukan dan memang paling tepat untuk diterapkan di masa krisis seperti yang dihadapi Indonesia saat ini. Meski demikian, untuk membangkitkan kembali perekonomian Indonesia, langkah yang paling penting untuk dilakukan terletak pada perbaikan penanganan COVID-19. Tanpanya, kebijakan ekonomi yang diambil tidak akan memberikan hasil yang diharapkan,” tegas Eddy.
“Siapa pun yang menjadi menteri keuangan dan gubernur Bank Indonesia pasti akan melakukan hal yang sama. Tapi kebijakan ekonomi walau arahnya sudah benar dan memang harus dilakukan, kalau kondisinya seperti ini kita tetap tidak akan ke mana-mana,” pungkasnya.
SerikatNews.com adalah media kritis anak bangsa. Menyajikan informasi secara akurat. Serta setia menjadi platform ruang bertukar gagasan faktual.