Episteme Komunisme
Mengenali komunisme jika meliriknya ke PKI pasti kesannya adalah seram, sadis, dan kejam. PKI sebagai partai sekaligus gerbongnya orang-orang komunis dalam rentang kesejarahannya tidak jauh tindakannya dari subversif dan pertentangan sosial, karena secara epistemologis komunisme ditopang oleh dua aliran pemikiran Marxisme dan Leninisme, satu elaborasi yang kuat sebagai doktrin sekaligus manifesto perjuangan kelas. Meski dinilai secara filosofis memang utopis, namun ini selalu dipaksakan sebagai perwujudan dari perjuangan menumbangkan borjuasi dalam sistem kapitalisme yang terlalu menindas dan menghisap kaum proletar (kaum buruh dan orang-orang miskin tanpa alat produksi).
Pencetus konsepsi komunisme bukan Karl Marx sendiri atau Vlademir Lenin seorang, namun berawal dari pergumulannya Marx dengan Engels, satu dari kawan dekatnya Marx yang seorang industrialis. Marx tertarik dengan tulisan Engels dalam Die Lage der Arbitenden Klassen in England hingga mengantarkan pemahaman Marx atas kelas buruh industri (proletariat). Ini menjadi pijakan Marx dalam mengurai kelas sosial yang sudah lama diidentifikasi oleh August Comte sebagai pertentangan kelas, kemudian dikuatkan oleh pemikiran Ludwig Feuerbach agar tidak harus mengubah pandangan agama manusia, melainkan kritik dunia. Dengan kritik dunia mampu mengubah dunia dalam struktur-struktur kekuasaan karena itu maka perlu adanya revolusi, dan yang melakukan revolusi adalah kelas buruh.
Romo Franz Magnis, dalam salah satu kuliah yang saya ikuti telah menjelaskan bahwa Marx melihat situasi manusia dalam kapitalisme sebagai keterasingan dari hakikatnya sendiri, kapitalisme itu mencegah manusia merealisasikan dirinya sendiri, karena itu terasing dari dirinya sendiri, dalam sistem kapitalisme selalu menjual tenaganya, dan itu sama dengan menjual dirinya. Sebab buruh bekerja demi si kapitalis (yang mempunyai alat produksi), hasil produksinya tidak dimilikinya.
Marx berpandangan bahwa manusia makhluk bebas dan terbuka universal, ia bekerja tidak di bawah paksaan insting melainkan menurut penilaiannya dan kemauannya sendiri. Oleh karena itu, Marx berupaya mendorong dengan revolusi sosial agar manusia keluar dari keterasingannya. Revolusi itu tentu bertujuan menghapus hak milik pribadi atas alat-alat produksi, dan buruh mampu memiliki alat produksi hingga terwujudnya keadaan kelas yang sama (komunisme), satu bentuk kebersamaan dan kesetaraan manusia satu sama lainya. Marx hanya bisa dalam konsepsi filosofis, meskipun kemudian dalam buku Freedom, Power and Democratic Planning, Karl Mannheim mengkritik tajam atas pemikiran Marx dan Engels sebagai “utopian hope” (harapan berupa impian belaka). Sementara lewat Lenin inilah komunisme dibawa menjadi sistem politik, ditarik ke struktur politik dengan manifesto dan doktrin-doktrin yang dipaksakan dalam setiap perjuangan revolusi sosial untuk kemudian terwujudnya masyarakat tanpa kelas.
Manifesto Komunisme
Istilah manifest komunis ini untuk pertama kali tersebar lewat pamflet yang disusun oleh Karl Marx dan Frederich Engels di Th. 1848, saat Marx berusia 30 tahun. Isi manifest tersebut begitu garang dan penuh sentimen yang pernah ditulis manusia, dalam manifest itu dijelaskan bahwa “kaum komunis tidak perlu menyembunyikan pendapat dan maksudnya, dengan terus terang bahwa tujuan hanya dapat dicapai dengan merobohkan seluruh susunan masyarakat dengan kekerasan.”
Manifesto komunisme ini pula didasari oleh temuan Marx dari konsepsi idealisme G.W.F Hegel dengan menyusun formula dialektis hingga terwujud konsep filosofis yakni materialisme-dialektis dan materialisme-historis, ini menjadi konsep dasar dari keseluruhan komunisme dunia. Salah satu ungkapan Marx yang ditengarai sebagai cikal bakal dogma dan doktrin keras dari penganut komunisme pasca Marx yaitu “produktion wiese des materiellen lebens” dan produktionsver-haltnisse menjadi basis super struktur atau ueberbau. Ueberbau adalah sosial politik dan jiwa dari proses perubahan (soziale politische und geistige lebens prozess). Pernyataan Marx tersebut tertuang pula dalam bukunya Zur Kritik der Politischen Okonomie yang ditulis di Th. 1859.
Komunisme di Tangan Vlademir Lenin
Dalam buku Collected Works Vol.5, Vlademir Lenin menulis dengan jelas “terror is one of the forms of military action” (teror adalah salah satu bentuk aksi militer). Tulisan tersebut sebagai ucapan yang didasari ketegasan sikapnya terhadap setan-setan kapitalis dan kaum reaksioner. Pernyataan Lenin ini kemudian menjadi doktrin komunisme internasional (komintern).
Untuk pertama kalinya komunisme sebagai kekuatan politik mampu meraih kekuasaannya di 17 Oktober 1917 dalam revolusi Bholeswijck, dan Lenin membawa komunisme sebagai doktrin politik kekuasaan. Di tangan Lenin, komunisme menjadi ideologi politik yang begitu ganas dalam upaya menyatukan kaum proletar dunia, dan merampas alat-alat produksi dari tangan-tangan kapitalis, menguatkan sistem hak milik bersama, baik berupa alat produksi hingga kepemilikan bersama terhadap individu manusia, sampai kemudian melepaskan agama dari manusia (ateis).
Kepemimpinan Lenin lalu dilanjutkan oleh Joseph Stalin, yang memiliki karakter kejam, bengis dan sadis. Dalam kutipan Lin Yung Tang di Th. 1961 terkait kebengisan Stalin, ia mengutip ucapan Stalin “memilih korban, mempersiapkan pukulan, memuaskan pembalasan dendam yang hebat dan kemudian pergi tidur… tak ada yang lebih menyenangkan lagi dari ini di dunia.” Di bawah kepemimpinan Stalin, komunisme Rusia seperti hantu dunia yang bengis dan kejam. Terjadinya perang dunia I dan II selalu melibatkan di dalamnya komunisme. Stalin hampir sama dengan Hitler yang konsisten dengan chauvinisme yang disokong oleh teori Darwinisme terkait seleksi alam, yang dipahami oleh keduanya sebagai pemusnahan ras manusia dan mengunggulkan ras aria (ras terbaik di dunia).
Matinya Komunisme
Beberapa pandangan pemikir sosial, antara lain Pitrin Sorokin dalam bukunya Contemporary Sosiological Theoris, ia menjelaskan bahwa bila kondisi sama, maka komunisme lebih mempengaruhi orang-orang miskin dari pada orang-orang yang berada yang kebal terhadap pengaruh itu, bertambah hebatnya deferensiasi ekonomis suatu masyarakat atau bertambahnya hebatnya kemiskinan penduduk, ataupun terutama mengganasnya secara serentak diferensiasi ekonomi diikuti dengan kemelaratan rakyat merupakan tanah subur bagi benih komunisme.
Sebaliknya perbaikan ekonomi masyarakat dan pengurangan perbedaan tingkat ekonomis yang menyolok antara kelas-kelas atau golongan-golongan dalam masyarakat mengakibatkan berkurangnya popularitas dan penularan ideologi itu, tetapi bilamana kondisi-kondisi tidak sama dengan kata lain ada faktor-faktor yang non ekonomis misalnya agama, rasa kebangsaan, adat istiadat, maka popularitas ideologi komunisme tidak mendapat pasaran, bahkan ideologi komunisme itu dapat terhapus.
Pandangan Sorokin di atas didukung oleh teori Francis Fukuyama bahwa kecenderungan masyarakat dunia lebih kepada keadaan demokrasi liberal dari pada komunisme yang semakin berakhir, ini konteks ideologi berakhir relasinya dengan ketersambungan idealisme Hegel. Dalam bukunya The End of History and The Last Man, Fukuyama merinci hingga pada dasarnya kebutuhan manusia di dunia hampir berkeinginan untuk diakui, atau pengakuan harga diri, dan kepuasan manusia bukan hanya kesejahteraan material, tetapi pengakuan akan status dan martabatnya, dengan sendirinya terpenuhinya pengakuan itu merupakan akhir dari sejarah. Dan komunisme sebagai ideologi yang tak mampu memberikan manusia harga diri dan pengakuan (recognized) karena prinsip dan karakternya merusak harga diri manusia, maka komunisme sejak era 1980-an sudah ditinggalkan oleh manusia dunia, kecuali bagi negeri di mana kecintaan dan fanatisme buta atas dogma komunisme yang menyokong anti-Tuhan (ateisme).
Wakil Ketua PW Ansor Banten
Menyukai ini:
Suka Memuat...