SURABAYA – Polda Jawa Timur mulai menyelidiki dugaan adanya unsur pidana di balik runtuhnya gedung Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, yang menelan puluhan korban jiwa. Langkah hukum ini diambil setelah tim kepolisian memeriksa sejumlah saksi terkait peristiwa memilukan tersebut.
Penyidik Unit II Subdit I Perdagangan dan Industri (Indagsi) Ditreskrimsus Polda Jatim, AKP Edi Iskandar, mengatakan bahwa salah satu saksi yang telah dipanggil adalah Shaka Nabil Ichsani. Pemanggilan itu dilakukan berdasarkan laporan polisi bernomor LP/A/4/IX/2025/SPKT.UNITRESKRIM/POLSEK BUDURAN POLRESTA SIDOARJO/POLDA JAWA TIMUR tertanggal 29 September 2025.
“Iya [undangan pemanggilan untuk Shaka Nabil Ichsani], untuk panggilan saksi,” kata Edi, Selasa (7/10/2025).
Ia menambahkan, penyelidikan resmi sedang berjalan sesuai surat bernomor SP.Lidik/4579/X/RES.1.2./2025/Ditreskrimsus/Polda Jatim yang dikeluarkan pada 1 Oktober 2025. Shaka sendiri telah dimintai keterangan pada Jumat (3/10/2025) di ruang Unit II Subdit Tipid Indagsi.
Sebelumnya, Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nanang Avianto menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen menegakkan proses hukum atas tragedi ini, namun prioritas awal tetap difokuskan pada penanganan kemanusiaan dan evakuasi korban.
“Jelas tetap nanti akan melakukan kegiatan proses [hukum] tapi yang utama sekarang ini adalah masalah kemanusiaannya dulu,” ujar Nanang saat meninjau lokasi kejadian, Jumat (3/10/2025).
Nanang menjelaskan, kepolisian telah mengumpulkan berbagai data dan dokumentasi untuk menelusuri kemungkinan kegagalan konstruksi sebagai penyebab utama ambruknya bangunan tiga lantai tersebut.
“Jadi nanti gini, ini kan harus dilihat dulu semuanya sampai awal. Dari proses yang jatuh ini sudah kita filekan, kita filmkan. Kita ambil dokumentasinya,” katanya.
Polisi kini juga menggandeng ahli konstruksi guna memastikan penyelidikan berjalan berbasis sains dan bukti teknis yang valid.
“Indikasi awal ya nanti dari teman-teman ahli yang bisa menjelaskan, teman-teman. Jadi nanti kalau sudah ada kan penjelasan itu kan lebih valid karena dengan saintis ya,”jelasnya.
Diketahui, insiden tragis ini terjadi pada Senin (29/9/2025) sore ketika ratusan santri sedang melaksanakan salat Ashar berjemaah di gedung yang masih dalam tahap pembangunan. Berdasarkan data Basarnas per 7 Oktober, jumlah korban mencapai 171 orang, terdiri atas 104 selamat dan 67 meninggal dunia, termasuk 8 body part yang ditemukan di lokasi.
Tragedi ini menyisakan duka mendalam bagi dunia pendidikan pesantren, sekaligus membuka sorotan terhadap pentingnya pengawasan ketat terhadap keselamatan bangunan publik, terutama lembaga pendidikan.
Menyukai ini:
Suka Memuat...