SERIKATNEWS.COM – Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mengeluarkan pernyataan mengenai hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku penyiraman air keras terhadap mantan penyelidik KPK, Novel Baswedan. PSHK menilai tuntutan minimal Jaksa kepada pelaku mencederai rasa keadilan, tidak hanya bagi korban dan keluarganya, tetapi juga bagi masyarakat Indonesia.
“Tuntutan penjara 1 tahun tidak berdasarkan pada hukum dan fakta yang terungkap, dan mengabaikan fakta motif terkait dengan ketidaksukaan terhadap Novel sebagai penyidik KPK yang membongkar kasus korupsi di institusi Kepolisian RI, dengan menganggapnya sebagai pengkhianat,” tulis Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) dalam siaran pers, Jumat (12/6/2020).
Motif palaku, lanjut PSHK, tidaklah bersifat pribadi, tetapi institusional dan tidak hanya bagi KPK, melainkan juga keseluruhan aparat penegak hukum di Indonesia. Sehingga tuntutan jaksa tidak mencerminkan prinsip negara hukum yang baik dan peradilan yang tidak memihak.
“Oleh karena itu, tuntutan dengan pidana rendah telah memberikan preseden yang kontraproduktif terhadap perlindungan aparat penegak hukum Indonesia, yang berpotensi melahirkan kekerasan-kekerasan lainnya bagi aparat penegak hukum, utamanya pegawai KPK,” katanya.
Selain itu, tuntutan minimum kurungan satu tahun bagi pelaku dipandang tidak sesuai dengan hukum yang ada dan argumentasi Jaksa yang menyatakan tidak adanya unsur kesengajaan telah menghina akal sehat serta doktrin hukum pidana universal terkait kesengajaan.
“Kesengajaan seharusnya dibuktikan dengan unsur mengetahui dan menghendaki. Adanya unsur perencanaan dalam proses tindak pidana dan pengunaan air keras, telah mengindikasikan adanya kesadaran dari pelaku bahwa menyiramkan air keras kepada seseorang pasti akan menyebabkan luka berat pada tubuh,” ungkanya.
Lebih lanjut, PSHK juga mengatakan sebagaimana yang ditegaskan dalam Putusan MA Nomor 510 K/Pid.Sus/20014, Nomor 1616 K/Pid.Sus/2013, Nomor 68 K/Kr/1973, dan Nomor 47 K/Kr/1956, majelis hakim diberi kebebasan untuk menilai fakta dan hukum yang disajikan dari persidangan berdasarkan dakwaan yang diberikan.
“Jaksa telah mendakwa pelaku dengan dakwaan berlapis dan menempatkan Pasal 355 ayat (1) pada dakwaan pertama. Pasal ini memberikan ancaman hukuman 12 tahun penjara bagi pelaku kejahatan,” terangnya.
Berikut tiga poin yang menjadi tuntutan PSHK:
- Meminta hakim untuk mempertimbangkan fakta dan hukum secara cermat, dengan mengabaikan tuntutan jaksa, dan menghukum pelaku dengan Pasal 355 ayat (1) dengan ancaman pidana 12 tahun penjara yang tercantum dalam dakwaan pertama jaksa penuntut umum.
- Mendesak kepada Jaksa Agung untuk mengevaluasi jaksa penuntut umum terkait dengan materi tuntutannya yang terindikasi keliru secara konsep hukum pidana.
- Mendesak kepada Presiden RI untuk mengevaluasi kinerja Kejaksaan dan Kepolisian yang terkait dengan praktik pemberian tuntutan minimal yang berpotensi melemahkan perlindungan terhadap aparat penegak hukum dan upaya penegakan hukum secara umum, terutama terhadap kasus-kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan para pejabat di institusi Pemerintah.