SERIKATNEWS.COM – Siapa yang tak kenal gudeg? Makanan yang identik dengan warna cokelat ini menjadi ikon Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan dicari para wisatawan ketika berkunjung. Pada tahun 2010, gudeg ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda.
Dikutip dari buku Kuliner Yogyakarta, Cerita di Balik Nikmatnya, karya Rifqa Army (2017), nama gudeg berasal dari Bahasa Jawa hangudek yang berarti proses mengaduk. Mulanya, gudeg merupakan santapan para pekerja yang sedang membangun Kerajaan Mataram Islam di Alas Mentaok. Bertempat di Kotagede, Alas Mentaok ditumbuhi pepohonan nangka, kelapa, tangkil, dan melinjo.
Jumlah pekerja yang banyak membutuhkan makanan yang banyak pula. Dari situ, para pekerja memanfaatkan bahan-bahan di alas seperti nangka untuk membuat makanan dan menggunakan alat memasak yang besar, di antaranya yaitu pengaduk yang menyerupai dayung. Proses memasak nangka dengan mengaduk tersebut menjadi cikal-bakal gudeg. Gudeg juga disebut dalam Serat Centhini. Konon, Pangeran Tembayat menjamu tamunya dengan gudeg, yakni Ki Anom.
Gudeg mulai dikenal masyarakat luas pada abad 19. Saat Presiden Soekarno membangun universitas di Yogyakarta pada tahun 1940-an, muncul kawasan penjual gudeg di Bulaksumur, Sleman. Selanjutnya pada tahun 1970-an, di samping timur Keraton Yogyakarta, tepatnya Wijilan juga menjadi pusat penjual gudeg.
Selain sejarah di baliknya, gudeg menjadi makanan yang istimewa karena terbuat dari bahan-bahan dan bumbu alami. Ada santan, nangka muda, gula kelapa, daun salam, bawang merah, kemiri, lengkuas, bawang putih, dan ketumbar. Makanan ini menjadi kuliner wajib untuk pada wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta.
Kontributor Serikat News Daerah Istimewa Yogyakarta
Menyukai ini:
Suka Memuat...