SERIKATNEWS.COM – Badan Pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) menilai keputusan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam mengajukan tuntutan hukuman satu tahun bagi terdakwa kasus penyiraman Novel Baswedan tidak sarat keadilan bagi korban.
Keputusan itu dinilai surplus kepentingan pelaku serta berpotensi mengancam pemberantasan korupsi ke depannya. Sebagaimana diketahui bahwa setelah 3 tahun penanganan kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, Kamis 11 Juni 2020, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan tuntutan pidana penjara 1 tahun kepada Para Terdakwa berdasarkan Pasal 353 ayat (2) jo. Pasal 55 KUHP di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
PBHI menilai tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengandung tiga hal fundamental yang terlanggar secara fatal, di antaranya: Pertama, tuntutan JPU minus kepentingan keadilan bagi korban. Tidak terlihat fakta dan bukti signifikan yang merepresentasikan keadilan bagi korban.
“Dampak kebutaan, pengobatan tahunan, tidak dapat berkegiatan secara normal, seolah tidak dipertimbangkan sebagai indikator dalam menentukan tuntutan,” ujar Ketua Badan Pengurus Nasional PBHI, Totok Yulianto dalam keterangan tertulis yang diterima Serikat News, Senin (15/6/2020).
Kedua, JPU justru terlihat seolah-olah seperti pengacara terdakwa. Pembuktian JPU menegaskan bahwa perbuatan para terdakwa tidak direncanakan termasuk dampaknya. Hal ini justru jadi indikator tuntutan yang meringankan para terdakwa.
“Nyaris tidak ada pembuktian yang diarahkan pada fakta sebenarnya bahwa ada perencanaan dan perbuatan yang sesuai rencana,” terang Totok.
Ketiga, JPU menghilangkan dampak lebih luas, yakni gangguan terhadap pemberantasan korupsi. Fakta bahwa Novel /Baswedan adalah aparat penegak hukum yang berprestasi dalam mengungkap kasus mega korupsi tidak jadi pertimbangan.
“Tuntutan JPU mengancam pemberantasan korupsi karena tidak mencerminkan jaminan keadilan bagi aparat penegak hukum pemberantasan korupsi,” ungkapnya
Atas dasar tiga hal tersebut, PBHI menegaskan agar presiden mengevaluasi secara menyeluruh aparat Kepolisian dan Kejaksaan, serta penanganan dan proses hukum Kasus Penyiraman Air Keras terhadap Novel Baswedan, baik dari penyelidikan hingga penuntutan.
PBHI juga meminta DPR menjadikan proses peradilan pada kasus Novel Baswedan sebagai momentum bagi perbaikan dalam sistem peradilan pidana yang lebih menjamin kepentingan keadilan bagi korban.
Selain itu, PBHI meminta Majelis Hakim agar mengesampingkan tuntutan JPU, namun lebih mempertimbangkan fakta sebenarnya dengan memperhatikan dampak bagi korban dan nasib pemberantasan korupsi ke depan, untuk menjatuhkan hukuman yang maksimal.
SerikatNews.com adalah media kritis anak bangsa. Menyajikan informasi secara akurat. Serta setia menjadi platform ruang bertukar gagasan faktual.